Bersandar di bahu yang sama tegap, kedua insan itu menatap mangasta sambil bercerita mengenai anagata seakan punya kuasa.
Menolak segala komala dengan berdua, mengesampingkan lengkara. Surai hitam legam yang pendek itu disentuh lembut, tangan yang setengah diperban menahan kala rasa nyamannya ditarik.
"Jangan berhenti, tanganmu hangat, aku suka." Ucap yang yang lebih muda, dengan suara sedikit bergetar enggan melepaskan kehangatan yang diberikan.
Kekehan hangat keluar dari sang dominan, "Tanganku pegal, Sayang. Lagipula, aku harus pulang. Sangat menusuk di sini."
"Tidak. Tidak boleh, kamu harus tetap di sini bersamaku!"
Dengan panik, yang lebih muda menarik tangan berurat itu lagi. Mencoba memegang tangan kesukaannya itu, hei, kenapa kosong? kenapa tidak bisa disentuh?
"Aku akan datang lagi lain waktu, Cintaku. Sekarang, waktu untuk membuka iris indahmu itu telah tiba. Aku mencintaimu."
...
Iris dwi warna tersebut menatap sekitar, ruangan itu lagi. Kamar yang menjadi saksi bisu kehangatan keduanya kini kembali sepi. Tulang rusuknya menghilang dari pandangannya. Ia rindu saat berada di dekapan sang pujaan hati, jika benar mencintainya, kenapa ia sendirian sekarang?