(55.) Keadaan Sesungguhnya

22.6K 3K 3.2K
                                    

Harga penulis melalui feedback berupa vote serta comment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harga penulis melalui feedback berupa vote serta comment. Jika ingin ceritanya lekas terus di updated, jangan lupa tembuskan targetnya, xixixi. WARN! ADA SEKITAR 1000+ KATA, SEMOGA TIDAK BOSAN.


Diharapkan jangan siders. Karena satu bintangmu itu sangat berharga untuk menghargai waktu, energi, dan tenaga penulis🖤🖤🖤

TARGET ASLI--3 RIBU VOTE DAN 6 RIBU KOMEN.
TARGET CEPAT—2 RIBU VOTE DAN 2 RIBU KOMEN YA🩷

ABSENN DULUU, CASSEE KALIANNN WARNAAA APAA NICHH?!😍
•••••••••••

HALLOWW PASREMOYY SEMUAA😻SESUAI TARGETTT YAAA KITA UPDATEE AGAINNN YUHUUWW, KLO TEMBUSS BESOK KITA UPDATEE LGI YAA🥳🥳
••••••••••••••••

"Tidak ada yang menginginkan kehancuran, siapa pun itu."
-Agaskar Vakenzo Delvan-
•••••••••••

Beberapa saat sebelumnya...

Perawat itu melangkah dengan ragu ke arah Vanoris, suaranya gemetar saat menyampaikan kabar yang sudah terpendam beberapa hari.

"Pasien atas nama Arazey sudah dua hari ini tidak mau makan, Pak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pasien atas nama Arazey sudah dua hari ini tidak mau makan, Pak. Saya sudah berusaha membujuknya, tetapi tetap saja dia menolak," ucapnya, matanya memantulkan kecemasan yang mendalam.

Vanoris mengalihkan pandangannya ke arah Zeya, yang duduk kaku di atas brankar dengan tatapan kosong, seolah memandang ke dalam jurang tanpa dasar.

Wajahnya yang dulu bersinar, kini pucat pasi, rambut pirangnya yang berkilau, kini berantakan, seakan mengekspresikan kekacauan batinnya.

"Jangan dipaksa," ujar Vanoris dengan suara lembut namun tegas, matanya tak lepas dari Arazey. "Orang yang depresi harus dihadapi dengan kelembutan dan kesabaran. Bahkan tugas sederhana pun terasa berat baginya, apalagi yang lebih dari itu."

Vanoris menoleh pada perawat itu, tatapannya penuh pengertian namun tegas. "Jangan juga menyuruhnya melakukan sesuatu sendirian hanya karena kamu lelah membujuknya. Itu bisa dianggap sebagai kekerasan."

AGASKAR 2 [[ SEDANG PO ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang