Pagi ini udara dingin sedikit menembus jendela kamar Mettasha membuatnya terbangun karena merasakan hawa dingin walau sudah memasang pemanas. Delapan tahun menetap di kota Jenewa membuatnya sudah terbiasa dengan keadaan musim dingin yang akan berlangsung hingga beberapa bulan mendatang.
Mettasha segera bangun dan mengucapkan mantra spesialnya, "Bonjour, Geneve! J'espere Qu'aujourd' Hui sera amusant!" (Selamat pagi, Jenewa. Semoga hari ini menyenangkan!)
Kalimat sederhana yang selalu menyemangatinya menjalani hari-hari di negeri ini. Setelah membereskan tempat tidur, wanita itu beranjak ke dapur untuk membuat sarapan. Oleh karena ini adalah akhir tahun, Mettasha bermaksud mencari beberapa alternatif tempat baru yang ingin dikunjunginya . Namun, tiba-tiba saat pikirannya akan berkelana, ia dikagetkan dengan dering ponsel yang menandakan adanya telepon masuk.
Mettasha segera menyambar ponselnya dan menatap layar yang menunjukkan adanya panggilan dari nomor internasional. Alih-alih segera menjawab, ia justru terdiam mencoba mencerna apa yang dilihatnya. Terakhir kali, panggilan dari nomor internasional yang didapatnya adalah ketika ulang tahunnya beberapa tahun lalu.
Deringan telepon itu kembali terulang, dan kali ini, Mettasha langsung menjawabnya. "Halo, ini dengan Mettasha."
"Non Metta, ini Bi Yati. Maaf karena Bibi udah lancang buat telepon, Non." ucap seorang wanita di seberang telepon.
"Iya, nggak apa-apa, Bi. Ada apa Bibi telepon? Apa terjadi sesuatu?"
Entah apa yang sebenarnya terjadi, tetapi timbul perasaan tak enak begitu saja pada dirinya. Mettasha tahu betul jika Bi Yati tidak mungkin berusaha sendiri menghubunginya ke luar negeri jika tak ada hal yang genting.
"Non, apa Non Metta bisa pulang ke Indonesia?" ujar Bi Yati disertai dengan helaan napas berat darinya yang menyiratkan sebuah beban.
Mettasha berpikir sejenak. "Ada apa Bibi sampai memintaku pulang? Apa terjadi sesuatu di rumah?"
Bi Yati menggumam beberapa saat. "Ibu Melati sakit, Non."
"Ibu?"
Mendengar nama Ibu Melati disebut seketika mengingatkan Mettasha pada sosok wanita cantik yang dipanggilnya 'Ibu' itu. Ya, dia adalah wanita yang melahirkannya ke dunia. Sudah lama rasanya ia dan ibunya tak pernah lagi bertemu. Jangankan bertemu, sekadar menanyakan kabar dengan komunikasi melalui telepon pun tidak pernah. Seakan dirinya hanya anak yang menumpang di rahimnya.
Semuanya terjadi sejak hari itu.
"Non?" Suara Bi Yati kembali mengalihkan perhatian Mettasha.
"Ibu sakit apa, Bi? Dan sejak kapan?"
"Bibi nggak bisa menceritakan secara rinci buat Non Metta sekarang. Yang Bibi tahu, Ibu Melati memang sudah sejak lama sakit. Untuk lebih jelasnya, nanti Non bisa dengar langsung dari Tuan ketika pulang ke Indonesia." jawab Bi Yati.
"Kenapa bukan Daddy sendiri yang meneleponku, Bi?"
"Sebenarnya Ibu Melati yang ngelarang supaya Non Metta nggak usah tahu tentang ini. Tapi Bibi pikir Non harus tahu biar nanti nggak ada penyesalan. Non bisa pulang, kan? Temui Ibu Melati, Non, dan sembuhkan luka masa kecil Non Metta. Bibi tahu, pasti ada banyak pertanyaan di hati Non yang belum ada jawabannya." terang Bi Yati lagi meyakinkan Mettasha.
"Baiklah, Bi. Aku akan pulang," jawab Mettasha setelah menimbang beberapa saat.
Sambungan telepon itu pun segera terputus setelah Bi Yati berpamitan lebih dulu. Kini, hanya meninggalkan Mettasha yang duduk diam dengan banyak hal yang mengganggu pikirannya.
Setelah puas merenung untuk beberapa saat, Mettasha segera mencari tiket pesawat untuk kembali ke Indonesia. Menjelang tahun baru seperti ini memang agak sulit mendapatkannya. Bandara akan sangat penuh dengan lautan manusia yang akan berlibur atau pulang ke kampung halaman mereka. Namun, karena ia mengenal beberapa orang yang bekerja di maskapai, akhirnya ia tak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan tiket sesuai jadwal yang diinginkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIEIL AMOUR | HOSEOK
General FictionMettasha terlahir sebagai putri konglomerat ternama yang memiliki banyak hal yang diimpikan semua gadis seusianya. Namun, ia memiliki masa lalu kelam sehingga membuatnya harus menutup rapat dirinya dengan sifat keras dan introver. Sampai suatu har...