Ferrel berdiri di ambang pintu rumah mewah itu, menatap pintu itu dengan perasaan campur aduk. Setelah pintu dibuka, kini di hadapannya, Greesell dan Trisha berdiri dengan wajah penuh haru dan kesedihan. Tangis Trisha pecah ketika melihat ayahnya, sedangkan Greesell hanya bisa menatap dengan mata yang berkaca-kaca, seolah tidak percaya bahwa Ferrel benar-benar ada di sana. Ia terjatuh dari posisi yang semula berdiri, sosok yang ia tunggu selama ini, akhirya kembali.
"Mas..." suara Greesell terdengar gemetar, seakan-akan kata-kata sulit keluar dari bibirnya.
Ferrel tersenyum tipis, berusaha menenangkan hati yang bergemuruh. Ia melangkah masuk, memeluk Trisha yang langsung berlari ke arahnya. "Ayah..." Trisha menangis di pelukan Ferrel, mengungkapkan semua rasa rindunya yang telah terpendam selama bertahun-tahun.
Greesell tidak dapat menahan air matanya. Ia berjalan lemas, mencoba mendekat untuk berdiri di samping Ferrel, meraih tangannya dengan gemetar. "Mas, maafkan aku... udah ga denger semua penjelasan kamu"
Ferrel hanya melihat ke arah greesell. "alhamdulillah kalau kalian baik-baik saja"
Greesell terisak, namun sebelum ia bisa mengatakan lebih banyak, Ferrel melepaskan pelukan greesell yang mencoba memeluknya dari samping dan melangkah mundur. "Aku ga bisa lama di sini," katanya dengan suara yang penuh ketegasan. "Aku hanya datang untuk memastikan bahwa kalian baik-baik saja."
Greesell dan Trisha yang masih ada di pelukannya menatapnya dengan kebingungan. "Mas, apa kamu gamau main sama anak kamu dulu? lagian kita baru ketemu, apa ga sebaiknya kita ngobrol buat semua ini?" tanya Greesell dengan nada memohon.
Ferrel menggeleng pelan. "Aku ga siap untuk kembali cel. Ada terlalu banyak luka yang belum sembuh. Aku masih melihat banyak luka di rumah ini, apalagi, sekarang aku cuman tukang sate."
"Ayah.......jangan pergi please......" pinta Trisha dengan mata yang berlinang air mata. "kita baru saja ketemu, trisha minta maaf kalau trisha sudah berpikir ayah itu jahat, maafin trisha ayah......."
Ferrel mengusap kepala Trisha dengan sayang. "maaf sayang, coba kamu liat, tanpa sosok ayah pun kamu sudah sangat hebat, kamu tumbuh sebagai anak yang baik, sopan, dan pinter, kamu ga butuh ayah di hidupmu, nak"
Greesell menatapnya dengan perasaan hancur. "Mas, apa kita ga coba untuk memperbaiki semuanya?"
"maksudnya?" Ucap farel dengan trisha yang semakin menangis dipelukannya
"kita perjuangakan rumah tangga kita lagi, mas" Ucap greesell dengan nada bergetar
"setelah 20 tahun cel, apa kamu masih cinta sama aku? apa perasaan itu masih ada? yang sekarang kamu rasain itu cuman rasa bersalah, bukan cinta." Greesell semakin dibuat terisak dengan hal itu
Setelah itu, shani, cio, dan onel bergantian meminta maaf kepada farel, mereka sudah sangat naif saat itu, dimuali dari cio, "rel, papa minta maaf buat yang udah papa lakuin ke kamu, semua luka dan penderitaan kamu waktu itu, papa benar-benar minta maaf, kalo kamu mau polisikan papa, papa bakal ikhlas rel. Tapi tolong, anak dan istri mu butuh kamu"
dilanjut onel, "iya rel, gw ga masalah kalo harus di penjara gara-gara apa yang udah gw lakuin ke lu, itu bukan hal yang bisa dibenarkan sama sekali. Tapi, liat anak dan istri lu sekarang rel, mereka butuh elu"
"mantan istri. Aku ga sejahat itu buat bikin kalian kena kasus, toh sampai sekarang pun tanpa aku icel juga bisa ngedidik trisha dengan sangat baik. Bukan aku mau lari dari tanggung jawab ku sebagai ayahnya trisha, tapi aku ga menemukan alasan untuk kembali, aku bakal ngasih nafkah trisha kok nanti" Ucap farel penuh ketegasan, kemudian ia berdiri dan sedikit berjongkok di hadapan trisha
"sayang, ayah bangga sama kamu, tolong jadi anak yang nurut, anak yang baik, kamu bisa kok kapanpun kamu mau ketemu ayah, dengan syarat, nilai kamu bagus, jadi anak yang nurut, ga nakal dan ga membangkang ke ibu, maupun oma opa ya" Kemudian ia mengelus kepala trisha dan memberi pelukan sebentar. Setelahnya ia berbalik dan berpamitan untuk pergi meninggalkan jakarta.
Ferrel menghela napas panjang saat ia memutuskan untuk melangkah keluar dari rumah, meninggalkan Greesell dan Trisha yang masih berdiri di dalam dengan hati yang berat. Namun, sebelum ia benar-benar pergi, Trisha berlari mengejarnya dan memeluknya dari belakang.
"Ayah, tolong jangan pergi lagi," isaknya dengan memeluk satu kaki farel, suaranya penuh dengan rasa takut kehilangan yang begitu mendalam. "Aku baru aja ketemu ayah, tolong jangan........"
Ferrel berhenti, merasakan air mata yang mulai menggenang di matanya sendiri. Ia berbalik dan menatap putrinya dengan lembut, lalu berlutut agar sejajar dengannya. "Trisha, Ayah nggak pernah benar-benar pergi kok. Meski Ayah jauh, Ayah selalu ada buat kamu."
"Tapi aku butuh Ayah di sini," Trisha terisak. "Aku ingin kita bisa makan bersama, cerita bersama, seperti keluarga yang lain. Aku ingin Ayah ada di hari ulang tahunku, saat aku lulus sekolah..."
Setiap kata dari Trisha menusuk hati Ferrel, membuatnya sadar betapa besar kerinduan yang telah terpendam dalam diri putrinya. Ia menarik Trisha ke dalam pelukannya, merasakan tangis putrinya yang membuat bajunya basah.
"Ayah ga janji, cuman satu yang ayah bisa pastikan, ayah akan selalu ada buat trisha, jadi walaupun kita jauh, ayah bakal dateng ke acara lulusannya trisha, atau acara trisha yang lain" ucap Ferrel dengan suara yang tergetar. "Tapi sekarang, biarin ayah pergi ya?. Ayah nggak mau kembali sebelum Ayah yakin bisa menjadi ayah yang lebih baik untuk kamu. Kamu mau kan menunggu ayah?"
"enggak, aku mau sama ayah, aku mau ayah di sini, aku mau ayah ga pergi hiks......"
Ferrel menatap Trisha yang memohon dengan penuh harap, air mata mengalir di pipinya. Ia tak bisa mengabaikan permintaan putrinya, meski hatinya berat. Trisha meraih tangan Ferrel dengan kedua tangannya, menggenggam erat seolah tak ingin melepaskannya.
"ayah tolong, temani aku. Aku ingin kita makan bersama, tidur bersama, Papa yang antar dan jemput aku sekolah, dan kita habiskan weekend bersama. Aku mau merasakan itu ayah... Aku ingin merasakan gimana rasanya punya ayah, ayah kandung, ayah asli trisha." suara Trisha terdengar penuh haru, setiap katanya menusuk hati Ferrel.
Ferrel menelan ludah, mencoba menahan emosi yang membuncah di dadanya. Greesell yang berdiri di samping Trisha juga tak kuasa menahan air matanya. Ia tahu Ferrel tidak ingin berlama-lama di sana, tapi melihat Trisha memohon seperti itu, ia pun tak mampu berkata apa-apa.
Ferrel merasakan dadanya sesak. Hatinya ingin melindungi Trisha dari rasa kecewa, namun bayangan akan kejadian kejam yang terjadi padanya semakin terlintas dalam pikirannya. Tapi melihat Trisha yang begitu tulus dan rapuh, Ferrel tahu ia tak bisa menolak.
"Baiklah," ucap Ferrel akhirnya, suaranya berat dan penuh emosi. "ayah akan di sini, tapi cuman seminggu, ok?"
Trisha langsung memeluk Ferrel erat, seolah tak ingin melepaskannya lagi. "a-apa ga bisa untuk selamanya, ayah?" bisiknya sambil terisak dan di jawab gelengan ringan oleh farel. Greesell menatap Ferrel dengan mata yang basah oleh air mata, dan meski tak ada kata-kata yang terucap, rasa terima kasih dan penyesalan tampak jelas di wajahnya.
Seminggu itu akan menjadi waktu yang berharga bagi mereka, meski Ferrel tahu bahwa setelah itu, ia harus kembali ke kehidupannya yang sederhana. Namun untuk sekarang, ia memutuskan untuk memberikan kebahagiaan kecil itu kepada Trisha, sesuatu yang telah hilang selama bertahun-tahun.
Nih untuk siang ini, semangat kegiatannya semua!!!!!! jangan lupa jaga kesehatan juga ya!
Vote + komen jan lupa woiii
KAMU SEDANG MEMBACA
REUNITED
FanfictionSetelah sekian lama menjalani kehidupan pernikahan yang harmonis, sebuah kesalahpahaman besar memisahkan sepasang suami dan istri. Sang istri berjuang sendirian menghadapi masa kehamilannya, terjebak antara kebencian dan cinta yang masih ada untuk s...