21 - in your arms

463 22 3
                                    

Di dalam S-Class yang melaju ke arah selatan memasuki Jalan M.H. Thamrin, Ellen dan Budi duduk di kursi penumpang belakang setelah tadi menyelesaikan urusan di rumah Oma.

"Menurut papa Adam akan bawa Sara ke rumah Oma Natal besok?" tanya Ellen sarat khawatir, matanya menatap keluar jendela seolah mencari tanda-tanda kiamat kecil yang mungkin segera tiba. "Maksudku, kita semua tahu gimana Oma bisa—keras kepala kalau soal keluarga."

Budi mengendikkan bahu, mengangkat majalah bisnis yang ia baca tadi. "Kalian itu sudah dewasa, tahu apa yang dilakukan. Kalau dia mau bawa pacarnya, punya hak apa papa buat ngelarang?"

Ellen yang tidak mudah diyakinkan, mendekatkan diri ke ayahnya, berbicara lebih pelan, "Pa, gimana kalau kita ke sana, jemput Adam sebelum dia pulang? Bisa jadi kita ajak dia bicara dulu sebelum dia langsung ke rumah Oma. Maksudku, kalau kita kasih dia waktu untuk siap-siap secara mental, itu bakal selamatin kita semua dari potensi serangan 'komentar manis' Oma."

Budi menahan senyum, "Apa menurut kamu Oma akan se mengerikan itu?"

Ellen menatap papanya seolah-olah baru saja bertanya apakah Jakarta punya kemacetan. "Terakhir kali saudara jauh kita kenalin pacarnya di depan Oma tanpa peringatan, Oma bandingin pilihan pakaian pacarnya sama kain pel di dapur. Itu aja saudara jauh loh Pa. Apalagi Adam? Bisa-bisa Oma malah bikin drama yang bikin mereka trauma! Natal bisa jadi ajang Miss Congeniality." Atau parahnya eksorsisme mendadak!

Meskipun Ellen malas mengikuti urusan romansa atau apapun yang setipe dengan itu, tapi ia masih punya hati nurani. Apalagi kekasih kakaknya—well, tidak punya keluarga lagi. Ini poin utamanya. Jujur saja Ellen sensitif untuk urusan orang tua. Bagaimana jika Oma mulai menanyakan hal-hal yang bisa buat Sara merasa tidak nyaman? Oma kadang bisa seperti Sherlock Holmes versi Nyai dengan intuisi setajam silet. Ia tak mau kakaknya dan Sara merasa tersudut.

Budi menghela napas. Dengan memberi kepercayaan sepenuhnya pada anak-anaknya ia harap bisa melancarkan segala urusan namun, menyandang Wardana dengan keluarga yang sulit untuk menerima orang luar adalah hal lain.

"Kalau sampai ada drama besar, bukan cuma Adam yang kena. Kita semua bakal jadi korban omelan Oma. And honestly, I think Sara is nice. I don't want her to be—"

"—Oma's next casualty?" Budi menyelesaikan kalimat Ellen. Sebagai pria yang sudah puluhan tahun memahami kerasnya benturan ego dan prinsip keluarga ini, ia tahu bahwa menghindari bentrokan dengan Oma adalah seni tersendiri.

"Exactly, Pa."

"Tumben kamu peduli soal ini tentang kakakmu," komentar Budi. Masih membalikkan halaman majalahnya kembali.

"Astaga, gini-gini aku juga punya hati, Pa. Kakak udah pernah merasa kehilangan," Ellen mendadak bicara serius dan menatap Budi yang lantas termenung. Mengetahui kakaknya yang selama bersama Sara di sana menjadi lebih tenang dan bahagia, siapa yang tak ikut bahagia? "Kalau itu terjadi lagi, mungkin dia nggak akan balik Indo."

Budi diam-diam memikirkan itu.

Esok harinya, di pagi yang cerah dengan langit biru tanpa awan di Jakarta, Ellen memeriksa jadwal dan memeriksa tasnya satu kali lagi. Ponselnya berbunyi, dan ia menjawab panggilan dari kakaknya sambil bersiap untuk keberangkatan.

"Kenapa tiba-tiba ke sini?" tanya Adam tanpa ba bi bu.

"Nggak boleh?"

"Boleh. Sendiri?" Masalahnya pagi buta tadi ia baru dikabari oleh Ellen. Anak itu mendadak akan menyusulnya.

"Berdua kok. Sama pilot. Papa masih belum bisa pergi, kalian kan sama-sama masih sibuk dikit sebelum cuti," ungkap Ellen. Dengan manajemen dan staf yang solid serta sistem yang efisien, seorang Direktur Operasional ataupun GM mungkin bisa mengambil cuti selama periode natal dan tahun baru, terutama jika sudah mempersiapkan timnya dengan baik untuk menangani lonjakan bisnis. Hal ini juga bisa terjadi jika perusahaan punya kebijakan yang mendukung keseimbangan kehidupan kerja dan memungkinkan para eksekutif mengambil libur selama periode liburan. Tapi tentu hasil dari diskusi antara individu tersebut dengan tim manajemen lainnya, mempertimbangkan kebutuhan bisnis dan rencana operasional selama musim liburan. Kebetulan kakak dan papanya bisa menikmati cuti namun tetap saja diperlukan untuk memantau operasi dan memastikan semuanya berjalan lancar.

A Sweeter PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang