Bab 1 : Hari Pertama

16 3 0
                                    

"Aku suka sama kamu."

Kepalaku menundukkan kepalaku dan menutup mataku. Akhirnya aku bisa menyatakan perasaanku meski agak sulit tapi aku bisa lega. Aku tidak mendengar apapun darinya.

Aku membuka mataku dan mengangkat kepalaku. Terlihat dari raut wajahnya menatapku dengan tatapan nggak biasa.

"Gue bukan lesbi. Gue jijik sama lo."

.
.
.
.
.

KRINGG

Aku membuka mata dan mematikan alarm. Mimpi itu lagi. Mimpi yang kadang datang tanpa diundang. Itu sudah masa lalu dan aku ingin melupakannya. Masa lalu yang memalukan bahkan aku sendiri nggak mau mengingatnya lagi.

Aku bangun dari kasur dan bersiap untuk pergi kerja. Hari ini hari pertamaku kerja, jadi aku nggak boleh telat. Aku berangkat menggunakan motorku.

Saat sampe kantor, salah satu tim HRD, Nita, mengajakku untuk keliling gedung. Aku harus menghapal semua tata ruangan, aturan dan divisi kantor. Dia juga mulai mengenalkanku ke semua karyawan disini.

Kalo di liat-liat mereka semua orang yang baik, walaupun ada yang munafik cuma nggak keliatan aja.

Aku bukan tipe orang yang ribet. Kalo kamu mau temenan sama aku ya aku temenin balik, kalo nggak mau ya nggak aku jadiin temen. Simpel.

Akhirnya aku duduk di meja yang kosong. Saat aku sedang fokus dengan komputer ku, ada seseorang yang mengetuk mejaku. Aju menengok dan orang itu menyerahkan beberapa lembar kertas padaku

"Ini ada tugas buat kamu, kalo kesusahan kamu ngomong aja. Nanti aku bantu," dia Monica, kebetulan meja kita sebelahan. Dia orangnya asik dan ramah. Dia memiliki rambut panjang yang cantik, kulit putih halus dan wajah yang cantik. Aku iri padanya.

Melihatnya tersenyum sambil memberikan beberapa lembar kertas  menerimanya dan tersenyum, "Makasih."

"Sama-sama."

Jam istirahat, aku langsung berjalan keluar dari kantor untuk beli makanan. Sesudah membeli semua yang ku mau, aku kembali ke kantor dan makan di mejaku sebelum ada yang menyahut;

"Sarah, kamu nggak boleh makan di meja kerja," ucap Laura, mejanya berada di sebelah Monica. Dia tomboy dan cuek tapi meskipun begitu dia orang yang perhatian dengan orang terdekatnya.

"Oh, maaf aku nggak tau."

"Iya, gapapa. Lagian peraturan itu dibuat karena takut makanan atau minuman yang kita bawa malah merusak properti kantor."

Laura kemudian mengajakku ke kantin kantor. Aku baru tahu kalo ada kantin di kantor. Kalo tahu gini, aku tadi nggak beli diluar. Setelah sampai, aku liat Monica melambaikan tangannya kearah kita.

"Eh ada Sarah juga, sini duduk."

Kita makan sambil ngobrol dan bercanda sedikit.

Aku pikir mereka gak bakalan mau ngobrol sama aku tapi mereka baik banget, aku jadi nyaman mengobrol bersama mereka. Aku juga baru mengetahui bahwa mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tidak heran mereka sangat dekat.

"Sarah, kamu udah pernah denger tentang bos di kantor ini?" tanya Monica.

"Belum."

"Nah, nama bos kita Octavia Fransiska. Dia tuh dingin banget terus mukanya datar, nggak ada ekspresi apa-apa."

Aku membuka botol minum yang ku beli tadi, "Oh ya?"

"Plus, dia lesbi."

Aku tersedak dengan air yang ku minum tadi. Sungguh berita yang sangat tidak terduga.

"Bos kita lesbi?"

"Iya, lesbi."

"Kamu tau bos kita lesbi darimana?"

"Dia sering main cewek, salah satunya mantan asistennya dulu."

Bisa gitu ya?

Laura yang dari tadi diam tiba-tiba menyahut, "Udah, nggak usah dibahas. Lagian ga terlalu penting."

Benar apa yang dibilang Laura, itu nggak penting. Toh, bukan urusan kita. Tapi kok aku kayak nggak asing ya sama namanya. Mungkin cuma khayalan aku aja.

Jam istirahat selesai, kami bertiga masuk ke kantor dan aku melihat orang-orang yang sudah ramai berbaris di depan pintu masuk.

Monica tiba-tiba juga menarik ku untuk berbaris.

"Kenapa kita baris?", tanyaku.

"Kita penyambutan bos dateng ke kantor. Dia baru aja keluar dari rumah sakit karena tulang lengannya patah."

Aku hanya ber oh ria, tapi jujur aku juga penasaran seperti apa dia. Aku ikut berbaris di samping Monica sejajar dengan yang lainnya. Ada dua staff yang membawa sebuah buket bunga. Bunga itu sangat cantik.

Beberapa menit kemudian, sebuah mobil berwarna hitam datang. Supir keluar dari mobil dan membuka kan pintu depan. Terlihat seorang wanita yang terlihat maskulin namun elegan.

Dengan baju suit nya yang berwarna hitam, kemeja putih, rambut hitam pendek dengan gaya Pixie, tubuhnya yang tinggi dan tegap, kulitnya yang putih, wajahnya yang tampan, tegas namun cantik disaat bersamaan.

'Tunggu, dia...?!'

Dia berjalan menuju pintu masuk dan disambut oleh manajer dan staff tadi memberikan buket bunga kepadanya.

"Selamat datang bos, kami senang Anda bisa sehat dan kembali ke kantor lagi."

Aku tidak memalingkan mataku darinya. Dia adalah orang itu. Orang yang nggak pernah ingin aku temui lagi.

Dia secara tidak sengaja melihat kearah ku. Mata kami bertemu. Aku segara memalingkan pandangan ku dan menunduk. Aku yakin dia menertawai ku sekarang.

Semua karyawan membubarkan diri dan duduk di meja mereka masing-masing. Saat aku sedang fokus pada komputer, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dan membisikkan sesuatu.

"Bos pengen ketemu sama kamu di ruangannya."

Aku menghela nafas panjang dan berdiri dari mejaku. Berjalan menelusuri lorong dan berhenti di depan pintu ruangannya. Membuka pintu dan terlihat dia duduk di mejanya dengan tatapan yang dingin dan tidak berekspresi.

"A-anda manggil saya?" ucapku dengan nada bergetar.

Aku merasa sesak. Kaki lemas dan tanganku terasa basah. Kepalaku sakit dan jantung ku berdetak kencang.

"Jadi, lo karyawan barunya?"

Aku menutup mataku tidak berani menjawabnya.

"Revisi."

Hah?

"Ma-maaf, tapi saya salahnya dimana ya? Sepertinya saya sudah kerjakan dengan benar."

"Kenapa? Gue bilang revisi ya revisi."

"B-baik, saya akan revisi."

Ada apa denganku? Aku nggak bisa mengendalikan diri aku sendiri. Aku rasa aku akan segera pingsan karena sesak. Aku berjalan menuju pintu.

"Tunggu."

Aku berbalik dan melihat kearahnya. Tangannya dilipat dan tatapan yang mengintimidasi. Siapa pun gang melihat akan merasakan aura yang menakutkan.

"Kalo sampe belom selesai juga, lo gue pecat. Gue nggak butuh karyawan yang nggak bener kerjanya."

Aku menelan ludah dengan kasar, "Baik bu, saya permisi."

Ancamannya benar-benar membuatku merinding. Aku takut dia benar-benar akan memecat ku jika aku terus melakukan kesalahan. Mencari pekerjaan itu ternyata sangat sulit.

Aku keluar dari ruangan itu dan kembali ke tempat dudukku untuk melanjutkan pekerjaan yang belum aku selesaikan. Aku harap aku bisa melakukan semuanya dengan baik.

Bos ku, Cinta PertamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang