Sebatang rokok premium itu dia sulut menggunakan pemantik elektrik. Praktis asap pun muncul membakar lintingan tembakau beraroma pekat nan khas tersebut. Jari telunjuk serta tengahnya segera mendekatkan benda bernikotin ini kemudian menyesapnya penuh keseriusan.
"Ini koreknya. Terimakasih," tukas pria bermantel hitam ini kepada anak buahnya. Meski nampak sangat menikmati kegiatannya dalam merokok masih saja mata setajam elang tersebut bergerak mengawasi keadaan sekitar.
Pandangannya menggulir secara perlahan. Memantau tiap sudut dari bangunan mahal ini. Tak luput mendeteksi gangguan yang akan merusak usaha mereka dalam menjaga sang nona muda agar tidak kabur dari sini.
Pekerjaan yang kelihatan sepele memang, tapi sungguh menguras tenaga serta pikiran.
Belum lagi ada sosok gadis tengil
yang coba-coba sok pintar di sini. Berpotensi membuat nyawa mereka melayang kapan saja.Demi menghalangi gadis sok pintar itu masuk, anak buahnya berdiri tegak di sini. Termasuk mereka yang berjaga di area gerbang. Eearpice selalu terpasang di telinga kesepuluh pria yang lebih mirip seperti tukang pukul itu, siap melaporkan apa saja yang terlihat mencurigakan di luar sana.
"Gadis yang bos maksud waktu itu tidak coba-coba menerobos masuk lagi kan?" tanya Bram singkat ke Satya. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah rekan kerja sekaligus teman masa kecilnya. Pria tiga puluh lima tahun yang cukup pintar melacak keberadaan seseorang.
Satya menggeleng kecil. Memangnya ada lagi yang perlu dia laporkan saat situasi sekondusif ini. Pembawaannya yang tenang selalu menyebabkan Bram agak kesal karena
harus bertanya sesering mungkin supaya mereka tidak kecolongan seperti tempo hari."Kau selalu kelihatan tenang di segala situasi ya. Kadang sulit sekali membedakan apa kau sedang mengalami masalah atau tidak," celetuk Bram sesekali ingin menciptakan ekspresi di wajah rekan kerja sekaligus teman masa sekolahnya.
Satya menoleh. Dia tetap sedatar papan triplek walau kepribadiannya membuat Bram sedikit kesal. "Apa yang harus dikhawatirkan kalau semuanya masih aman terkendali?" Satya justru melontarkan pertanyaan. Cuek sekali dia membalas kata-kata Bram.
Sedang malas berdebat, Bram makin intens menyesap lintingan rokoknya. Gumpalan asap kecil berlarian tepat di depan wajah berjambang tipis itu.
Keduanya sama sekali belum sadar kalau gadis yang mereka bicarakan dari tadi tengah celingak-celinguk menatap keadaan sekitar. Berkali-kali bibir bawahnya dia gigiti. Menimbang-nimbang apa dia perlu senekat ini demi menyelamatkan Arana?
"Bagaimana caranya aku bisa masuk ke dalam tanpa perlu menghabiskan obat ini?"
Grizzel menggoyang-goyangkan sebotol kecil cairan clorofin itu di telapak tangannya. Dia cuma punya sedikit persediaan, sementara seperti yang kalian lihat sendiri penjagaan seketat inilah yang pria brengsek itu pasang.
Salah sedikit saja tulangnya akan remuk digeprek para pria bertubuh kekar. Tidak! Bukan cuma tulangnya saja, nyawanya pun bakal langsung diantarkan ke malaikat maut.
Paling menakutkannya lagi, manusia biadap itu akan lebih menyiksa Arana. Membuat hidup sahabatnya seperti berada di dalam neraka. Baru membayangkan saja Grizzel bergidik ngeri. Dia serasa maju-mundur hendak melakukan ini padahal dia tahu kabur atau tidaknya Arana hasilnya bakal sama saja.
"Persetanlah, nyawa Arana jauh lebih penting!" tegas Grizzel menyakinkan diri.
Terlambat sedikit saja dialah yang akan menyesal seumur hidup sebab tidak mampu menyelamatkan Arana dari belenggu manusia iblis berwujud malaikat tampan tersebut.
Grizzel kembali mengawasi sekitar. Siapa tahu dia menemukan sebuah objek yang dapat mengalihkan perhatian ke sepuluh bodyguard bertampang preman. Untuk menerobos masuk ke kediaman mantan janda kaya raya Miranda Saraswati dia sudah sangat siap dengan amunisinya ini.
"Mereka kok betah banget ya berdiri di sana. Emang kaki sama punggungnya pada gak pegel? Udah kaya' patung selamat datang aja," keluh Grizzel sedikit kesal sekaligus mulai cemas.
Kalau tidak bergerak sekarang juga mau sampai kapan dia bersembunyi bagai penyusup di antara rimbunnya tanaman menjalar? Keberadaannya di sini dapat oleh siapa pun terlihat kapan saja. Andaikata, dia tertangkap bagaimana nasib Arana nanti.
Pastinya hanya Tuhanlah yang tau .....
Ketika sedang berpikir keras ... Dia tiba-tiba mendapatkan sebuah ide. Sialnya, adik bungsu Gissel itu memilih cara paling anti mainstream yaitu dengan melempar salah satu anjing yang tiba-tiba muncul menggunakan sebuah batu.
Walau dia sedikit ketar-ketir takut dikejar si anjing, caranya itu mampu mengalihkan perhatian ke sepuluh bodyguard yang berjaga di depan gerbang. Anjing tersebut tentu menyalak dengan kerasnya otomatis membuat para pria jelek di sana spontan berlarian mencari sumber suara.
Grizzel otomatis menyembunyikan tubuh tingginya. Selama beberapa detik dia berjongkok. Saat semua bodyguard suruhan Nando tersebut meninggalkan area gerbang, gadis berkulit putih pucat ini kontan berlari mendekati gerbang.
Hendak membuka gerbang nan menjulang tinggi tersebut tubuhnya kembali membeku tatkala menyadari sebuah langkah sedang
mendekat ke arahnya.****
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Lovers [21+]
Fiksi RemajaDisakiti secara mental nyatanya jauh lebih mengenaskan daripada dilukai secara fisik. Namun, apa bedanya jika Arnando Delicio melakukan keduanya pada Arana. Dia menyakiti gadis itu, membuat mental sang adik jatuh-sejatuh-jatuhnya hanya karena satu k...