Mimpi memicu nafsu, tapi JI-heon tidak bisa bergerak. Kemarin, dia cukup energik, tapi dia hari ini tampak agak lesu. Jeong-oh, yang berada dipelukannya, lolos dari Ji-heon. Ji-heon bertanya karena Jeong-oh terlambat merespon.
"Dimana yang sakit?"
"Tidak ada."
"Apakah kamu sakit?"
"Aku hanya sedang flu."
Jeong-oh yang tersinggung dengan pertanyaannya memberikan jawaban dan masuk ke kantor terlebih dahulu. Sialan. Apakah dia memberi luka dan mengobatinya? Kemarin dia memarahiku dengan ketus, tapi kenapa kamu menanyakan kabarku lagi hari ini? Entah kenapa, aku merasa aneh seolah dia menungguku di lobby sedari tadi. Itu adalah situasi yang tidak bisa dihindari, tapi memalukan jika ditahan olehnya seperti itu. Suara jantungnya saat berada di dekatku juga begitu keras. Buk Buk Buk. Dadanya terasa seperti baju besi, tapi suara apa itu? .... aku pikir ada mesin di dalamnya.
"Asisten Manager telah tiba."
Aku bertukar salam dengan Ki-hoon bahkan tanpa punya waktu untuk merenungkan hal tadi.
"Hah? Halo, Ki-hoon."
Ki-hoon berdiri dan menyerahkan tas dan payung kepada jeong-oh. Ki-hoon membawanya dari bar ketika Jeong-oh meninggalkannya kemarin.
"Kamu benar-benar bekerja keras kemarin, jika kau meninggalkan tas mu itu sangat sulit bagimu."
"Wah, terima kasih banyak."
Peristiwa tadi malam kembali teringat, dan aku menghela nafas sebelum menyapa yang lain. Pekerjaan hari ini dimulai. Tubuh Jeong-oh tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Bahan angin sejuk dari AC pun membuatnya kedinginan. Di hari seperti ini, aku merasa menyesal tidak membawa mantel. Seolah dia tahu, Ki-hoon menaruh minuman pereda mabuk yang diberikan kepada Jeong-oh. Ki-hoon mengira Jeong-oh sakit karena mabuk.
"Terima kasih, Tuan Ki-hoon."
Jeong-oh tersenyum lemah, tapi aku tidak bisa meminumnya. Bahkan kesejukan dari minuman itu terasa dingin. Jeong-oh menguatkan dirinya dan melanjutkan pekerjaannya. Drr Drr. Sementara itu, ponselnya bergetar. Jeong-oh menggerakan tangannya dengan susah payah dan mengeluarkan ponselnya.
- Ayo kita bertemu di kantorku sebentar.
Direktur Jeong Ji-heon. Nama yang kusimpan kemarin menyiksa mataku. Tidak, kamu dapat melakukannya melalui telepon kantor, kenapa kamu mengirimkan pesan teks? Membuat orang merasa aneh. Jeong-oh diam-diam memelototi ponselnya.
'Kenapa kamu memanggilku kekantormu lagi?'
Badanku sudah berat. Kalau dipikir-pikir, dia tampak agak aneh sejak pagi ini. Sebelumnya, dia melakukan kesalahan besar tadi malam.
'Apakah kamu tidak mencoba meminta maaf?'
Aku punya harapan kecil. Baiklah, jika kamu meminta maaf atas kejadian tadi malam, aku akan menerimanya. Jeong-oh perlahan bangun dan pergi ke ruangannya.
Tok. Tok.
"Ya."
Suara Ji-heon terdengar dari ruangannya. Sebelum aku sempat meraih pegangan pintu, pintu dibuka dari dalam. Ji-heon membuka pintu lebar-lebar dan mengajak Jeong-oh masuk. Tubuhku sakit, tapi aku tidak ingin menunjukkannya. Jeong-oh beraksi sedingin mungkin.
"Aku datang karena kamu memanggilku."
"Apakah kamu baik-baik saja kemarin?"
"Ya."
"Minumlah obat ini."
"Ya?"
"Mereka bilang ini obat flu."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Child Who Looks Like Me / Anak yang Mirip DenganKu
RomanceSeorang Pria bernama Jeong Ji-Heon yang kehilangan ingatannya sebelum melamar pasangannya. Wanita yang percaya bahwa hatinya telah disakiti oleh pasangannya, Lee Jeong-Oh. Keduanya bertemu kembali setelah 7 tahun. Ji-Heon tidak mengingat Jeong-Oh, t...