Bab 1 Editor Cantik itu Annora

5 1 2
                                    

Jakarta, 2023

Hari Senin.

Dimana setiap manusia memulai kembali harinya. Setelah dua hari weekend menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan, kini harus memulai hari baru untuk menuju satu Minggu ke depan. Malas bukan main.

Gadis bermata cantik, dengan bibir bepoles lipstik nude serta rambut tergerai rapih. Setiap ia melangkah tak lupa beberapa orang memberikan senyum termanisnya.

Lien Annora atau lebih akrab dengan sapaan Annora. Ia berjalan dengan buru-buru karena hampir telat untuk mengikuti rapat mingguan dan yang paling horor itu pemimpin rapatnya yang tak lain Pak Raka tim pemasaran. Sudah sangat hapal pasti selama rapat Pak Raka akan memberikan sumpah serapahnya karena Annora belum menyelesaikan naskah yang ia pegang Jumat sore Minggu lalu.

Annora menghela napas pasrah. Semoga Pak Raka bisa berbaik hati untuk hari ini.

"Gue yakin hari ini pasti kena omel tua Bangka itu, mampus!" Cerocos Annora sesampainya di meja kerja yang bersebelahan dengan Kiara sahabatnya.

"Sudah menjadi ritual hari Senin, kan?" Kiara yang sudah sangat hapal keadaan kantor setiap hari senin diawal rapat mingguan.

Sebenarnya deadline naskah cukup lama tapi penulisnya yang kadang bikin ribet membuat editor kewalahan kadang. Jadi, mau tidak mau harus ditelan semuanya oleh editor. Termasuk bencana dari atasan.

Seluruh karyawan sudah duduk dikursi rapat dengan harapan mereka libur dari cacian Pak Raka.

Pria yang berusia sekitar 50-an dengan poster tubuh yang sudah tidak beraturan. Perut yang semakin membuncit, rambut yang sedikit ubannya dan mata yang tidak lepas dari alat bantu. Sebut saja Pak Raka bos yang jauh dari ekspektasi para novel - novel diluaran sana. Pak Raka yang pedas mulutnya tapi tidak seganteng bos yang selalu diceritakan dinovel. Hanya saja jangan salah, Pak Raka memiliki 3 istri dan katanya mau nambah lagi supaya genap jadi 4 istri. Luar biasa bukan?

Pak Raka duduk dengan wajah yang tidak bisa dideskripsikan, sementara Annora masih kumat Kamit meminta pertolongan Tuhan-Nya. Semoga ia selamat.

"Lien Annora? Sudah bosan bekerja atau sudah tidak betak atau bagaimana? Saya kan minta pada kamu supaya naskah yang kamu pegang dalam 2 Minggu diselesaikan. Ini sudah mau 3 Minggu belum ada laporan dari tim cetak, tim layout dan tim desain pun masih belum bergerak. KENAPAAA?!" BYURRRR sudah dapat diprediksi.

"Anu ..., Pak." Annora terhenti, ia pun bingung harus bagaimana menjelaskannya, karena menurut Annora naskahnya cukup sulit ditambah penulisnya yang sudah dihubungi.

"APA?"

"Penulisnya susah dihubungi, Pak. Jadi saya kebingungan sendiri, Pak," jawab Annora. Tatapan Pak Raka seperti akan menerkam dan tidak mau menerima. Memang dia tipe orang yang tidak mau ada alasan apapun.

"Kamu sudah berapa lama bekerja di sini? Masa gitu aja jadi alasan? POKONYA SAYA MAU MINGGU INI SELESAI." Annora hanya bisa menerima dengan pikiran yang bingung. Ia menghela napas panjang dan kehabisan ide.

"Iya, Pak."

*****

"Feeling gue emang kuat, Ki. Gila tua Bangka itu, gue mesti gimana, Ki? Gue bisa gilaaaaa." Annora yang sudah tidak karuan.

"Siapa sih penulisnya? Bikin pusing kita aja," tanya Kiara.

"Elvano Handika. Gue udah pusing banget. Dia meng-iyakan akan diterbitkan di sini. Terus gue coba follow up terus. Awalnya respon bagus, tapi makin ke sini makin ke sana. Aku Instragramnya gak aktif selama 5 hari, nomornya pun sama. Iya kali dia meninggal? Gak mungkin, kan?" Kiara mencoba mencerna. Penulis gosting yang seperti ini yang bikin kerjaan keteter. Mereka kira editor itu gampang? Kiara langsung cek semua data yang sempat masuk pada akun dirinya. Hasilnya nihil, Elvano Handika termasuk penulis baru.

Diakui cerita yang Elvano buat sangat menarik sekali ditambah gaya penulisan yang enak dibaca. Tapi penulisnya bad attitude.

"Nanti gue coba tanya-tanya deh sama tim lain atau sama penulis lain. Lo sekarang kerjain naskah baru aja dulu daripada yang itu gak selesai yang ini gak selesai. Bisa mati kamu kena omelannya." Ada benarnya Kiara, daripada pusing dengan naskah yang gak jelas penulisnya lebih baik Annora fokus ke naskah lainnya.

Di jam jam kerja biasanya para editor sibuk dengan kerjaan yang semakin hari semakin menumpuk. Ditambah mereka harus terus berkomunikasi dengan para penulis untuk melancarkan naskahnya menjadi jauh lebih cantik.

Perusahaan penerbit ini sudah melahirkan ribuan judul buku dengan penulis berbagai kalangan. Dari mereka yang sudah punya nama yang besar, hingga mereka yang masih merintis.

Kami pun mencari penulis lewat platform kepenulisan, baik dari Fizzo, Wattpad dan bahkan sampai ke komunitas kepenulisan aplikasi Facebook sekalipun. Tentunya tidak memandang umur atau status, terpentinh ceritanya menarik dan penulis mampu menyelesaikan naskahnya sesuai yang telah ditargetkan penerbit.

17:00 tepat kami semua pulang. Seperti biasa Kiara selalu dijemput oleh suaminya, Kiara menikah sudah hampir tujuh bulan. Kalau kata Kiara masih masa-masa pacaran versi halal yang kemana-mana pengen berdua. Suaminya yang awalnya kerja di Bandung akhirnya pindak ke Jakarta dengan alasan tidak kuat LDR.

"Gue duluan, ya." Kiara yang langsung meluncur dengan motor suaminya. Seperti biasa Annora hanya memesan Go-Jek untuk pulang ke kosannya. Memang tidak terlalu jauh, hanya saja kalau berjalan bisa menghabiskan waktu 45 menit. Gak kuat juga.

"Hai, Editor cantik." Annora langsung menoleh kearahnya. Siapa sangka Haris sahabatnya datang tepat waktu. Hari ini memang Annora membuat janji dengan sahabat kuliahnya yang tidak lain Haris. Disaat Annora sedang memiliki banyak beban kerjaan, Haris biasanya yang banyak membantu untuk menyelesaikan dan memberi jalan keluar. Semoga saat ini Haris bisa menjadi penolong bagi Annora.

"Gue kira siapa, yuk langsung jalan."

Motoran di jam pulang kantor itu bukan hal yang sangat disarankan. Jakarta sangat macet dan tidak terlalu ramah. Suara klakson di mana-mana, membuat Annora ingin mencaci maki mereka.

"Kayaknya gue pengen gacoan dulu deh. Level lima," cerocos Annora yang sudah ingin meluapkan emosinya.

"Baik, Nona." Haris yang tetap fokus dan mencari tempat gacoan yang menjadi tempat favoritnya jika keluar dengan sahabatnya ini.

"Aman gak nih kerjaan." Haris mulai basa basi. Sebenarnya dia sudah paham betul bagaimana, hanya ingin mendengar langsung dari mulut Annora.

"KACAU. PENULIS GILAAAAA," teriak Annora melepaskan penatnya.

"Santai dong, gila aja orang-orang liatin lo," ucap Haris dengan tawa khasnya.

Mereka akhirnya sampai juga. Jangan berharap lebih tidak ngantri. Heran gacoan itu banyak cabangnya, tapi tetap saja ngantri di mana-mana.

"Gacoan Level 5  satu, Lumpia Keju satu dan es gerobak sodor satu, Mbak. Temen saya biar dia yang pesen." Annora membayar dan langsung mengambil nomor duduk. Haris hanya bisa menggeleng dengan kebiasaan sahabatnya itu.

Mereka berdua duduk saling berhadapan.

"Jadi gimana nih?" Tanya Haris memastikan kembali.

*****

Yeay! Setiap hari aku sempetin update, yaaa.
Jangan lupa kritik dan sarannya, guysss!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Rasa yang Pernah TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang