Duapuluh🍁

5.6K 254 2
                                    

••

Dikediaman Bastian, pria tampan itu tengah duduk disebuah kursi memperhatikan Abyan yang tengah berlari-larian dipadang rumput yang ada dibelakang mansionnya.

Bastian bukan seorang mafia atau pun anggota sindikat-sindikat bawah tanah. Ia hanya manusia biasa yang memiliki kekayaan lebih karena bisnis orangtuanya, dalam artian Bastian bukan termasuk manusia-manusia kotor seperti Barra.

Bastian bahkan sedikitnya merasa tidak percaya kalau didunia ini ada aliansi seperti mafia. Walaupun nama Barra selalu menjadi perbincangan dikalangan warga hingga sampai ditelinganya, selama Bastian tidak pernah melihat sosok seperti apa mafia yang paling ditakuti itu Bastian tidak akan pernah percaya dan akan terus menganggap kalau cerita itu hanyalah karangan orang-orang yang suka mencari sensasi.

Karena dunia yang Bastian jalani ini sangat suci dalam kata, tidak menggunakan segala cara hanya untuk sebuah kekuasaan. Mengenai Dylan, Bastian hanya tahu kalau pemuda yang amat dirinya cintai itu dijual oleh pamannya.

Tapi selama dirinya mencari, Bastian tidak pernah menemukan nama Dylan Edelsteen dalam club-club ternama yang menyediakan pelayanan seks dan sedikitnya Bastian merasa bersyukur untuk itu.

Walaupun jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa takut kalau Dylan dijual pada dokter ilegal yang menjual organ-organ untuk didonorkan.

"Kak!" Bastian yang sedang melamun sedikit tersentak saat Abyan sudah ada didepannya.

"Kenapa? Sudah puas bermainnya?" Tanya Bastian sambil merapihkan anak rambut Abyan yang berantakan dan dipenuhi keringat.

"Kapan kita mencari Kak Dylan? Aku sungguh ingin bertemu dengannya, aku sangat merindukan kakakku."

Bastian tersenyum tipis, "Secepatnya, sampai pengobatanmu selesai. Kau tidak mau kan terus dihantui dengan traumamu?"

Abyan mengangguk semangat, ia terlalu menderita karena trauma akan kematian orangtuanya yang terus menghantuinya setiap saat membuat mental Abyan terkikis secara perlahan. Maka dari itu, Abyan ingin sembuh, supaya ia bisa hidup dengan normal bersama sang kakak tanpa adanya rasa takut lagi.

"Maka dari itu, bersabarlah. Pengobatanmu sebentar lagi selesai dan saat itu tiba kita mencari Dylab sama-sama. Mengerti?"

"Emm! Aku mengerti kak."

Bastian mengusak surai Abyan dengan gemas, "Kalau begitu cepat mandi, sebentar lagi dokter Carlos datang."

Carlos Charemon adalah dokter psikologi terbaik di rumah sakit milik keluarga Bastian. Carlos ditugaskan untuk menyembuhkan mental Abyan.

Abyan mengangguk, ia lantas segera masuk ke dalam mansion.

Bastian menatap punggung Abyan sebentar, lalu kembali memfokuskan pandangannya ke arah depan sambil menyesap wine kesukaannya.

"Dylan, aku pasti akan segera menjemputmu. Dimanapun kau berada." Monolog Bastian, bohong jika ia tidak mencari Dylan selama ini——karena ia terus menyelidiki keberadaan Dylan menggunakan anak buahnya tanpa berhenti.

Walaupun petunjuk yang Bastian dapatkan tidak ada sama sekali. Karena keberadaan Dylan hilang bak ditelan bumi, tidak ada jejak sekalipun mengenai pemuda cantik itu.

••

"Saraf otaknya perlahan rusak karena virus yang disuntikan disana." Ujar Bagas, dokter dari ruang medis milik dark devils.

Bagas seorang buronan karena pria itu berhasil menciptakan obat kanker yang dianggap akan merugikan negara jika diperjual belikan. Bagas memiliki otak yang jenius, ia bahkan pernah membuat pasien rabies terselamatkan karena racikan obatnya.

Selembaran jika oranglain bisa menenangkapnya pernah menggegerkan satu negara bahakn dunia karena bayaran yang sangat besar untuk siapa pun yang bisa menyerahkan Bagas. Untung saja, Bagas ditemukan oleh Barra tanpa sengaja dan saat itu juga Barra menolong Bagas dan menawarkannya untuk bergabung dengan dark devils.

Bagas yang saat itu sudah tidak ada harapan untuk hidup karena ciptaan luar biasanya, memutuskan untuk bergabung sebagai anggota sindikat Barra dan menjadi bagian dari dark devils.

"Apa karena itu dia tidak ingat kejadian sebelumnya?" Tanya Barra sambil menatap sosok Nathan yang terbaring dibrangkar dengan alat medis yang menempel ditubuhnya.

Pagi ini Barra langsung pergi ke markas karena permintaan Bagas. Semalaman hatinya merasa begitu senang sampai melupakan sakit hati karena kematian adiknya mengenai Dylan yang membalas perasaannya.

Ini untuk pertama kalinya Barra merasakan jatuh cinta dan cinta pertamanya berlabuh pada Dylan, pemuda yang sering Barra sakiti tanpa sisa.

"Benar, seseorang sengaja menyuntikan virus tersebut agar Nathan tidak mengingat kejadian yang sebenarnya, sebab dari itu Nathan melupakan separuh ingatannya. Dan sekarang, virus itu sudah menyebar diseluruh otak Nathan." Jelas Bagas membuat perasaan Barra sedikit terpukul.

Sudah Barra katakan, kalau Nathan adalah anggota yang paling Barra percaya karena Nathan begitu setia padanya.

"Lalu apa yang akan terjadi padanya? Bisakah kau menyelamatkannya?"

Bagas menghela nafas, "Aku bisa saja, tapi karena saraf dia sudah terlalu rusak. Hanya dua kemungkinan yang akan terjadi, dia selamat dan hilang ingatan atau selama sisa hidupnya dia akan terus terbaring koma dengan ingatannya yang masih ada."

Barra meremas surainya frustasi, kunci dari siapa pelakunya hanya Nathan yang tahu. Tapi pembelot itu benar-benar pintar sampai menyuntikan virus berbahaya pada kepala Nathan.

Walaupun efek permanennnya sedikit lambat menyebar namun itulah kuncinya. Pelaku tersebut seolah tahu dan sudah memperkirakan semuanya dengan begitu matang.

"Sembuhkan dia, aku tidak bisa melihat dia terbaring koma."

Bagas mengangguk mengerti. "Aku paham, aku akan berusaha sebaik mungkin."

"Terimakasih Bagas. Kalau begitu aku pulang." Barra bangkit dari duduknya namun Bagas terlebih dahulu menahannya.

"Masih pagi, kau tidak ingin melakukan seks denganku terlebih dahulu?" Goda Bagas sembari meremas kejantanan Barra yang masih terbungkus celana.

"Aku sudah tidak melakukannya lagi. Aku memiliki kekasih sekarang, aku pergi." Ucap Barra sambil menjauhkan tangan Bagas.

Bagas melongo atas kepergian Barra, "Yaak! Lalu kenapa kalau kau memiliki kekasih hah!?? Pantatku lebih semok dari pada Niko! Asal kau tahu itu!!" Teriak Bagas tanpa dihiraukan oleh Barra yang semakin menjauh menyusuri lorong.

Karena Bagas sudah tahu kalau Niko adalah kekasih Barra, tapi dulu Barra selalu memintanya melakukan seks walaupun dia dengan Niko sepasang kekasih.

"Apa si brengsek itu benar-benar bertobat dan membalas cinta Niko? Akh sial, kalau begitu aku tidak akan pernah merasakan penis Barra lagi. Padahal dia sudah lama tidak menyentuhku!" Kesal Bagas walaupun ia merasa senang karena akhirnya Barra bisa mencintai seseorang.

Karena Bagas tahu, selama hidupnya Barra tidak pernah merasakan rasa cinta dari oranglain selain Abila. Dan kini, Abila sudah meninggal membuat sandaran Barra menghilang.

Sekarang, lantas siapa yang akan menjadi sandaran baru Barra selain Niko?

Tentu saja Dylan.

••

TBC

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang