chapter 三

161 31 12
                                    

HAPPY READING

03






"Ayah mau cerita sesuatu."

"Ada apa? Ada teka-teki apalagi kali ini?" Tanya Felix antusias dalam sambungan teleponnya.

"Terlalu panjang kalau lewat telepon, nanti biaya tagihannya naik." Canda sang ayah. "Bagaimana kalau ayah datang ke tempat tinggalmu besok sore, setelah pulang kerja?"

Felix menghela napasnya, rasa antusias itu hilang begitu saja. "Oke, tapi bawakan Felix sesuatu, selain ceritamu, ayah."

"Kamu mau apa?"

"Uang buat bayar sewa rumah."

Terdengar tawa kecil dari sana. "Kamu menunggak berapa bulan?"

Felix tertawa. "Aku bercanda, ayah."

"Kalau begitu bagaimana dengan kembang api?"

Felix lagi-lagi tertawa. "Kalau itu seharusnya aku tidak perlu minta."

"Ayah—" Ucapan Felix terhenti ketika bunyi dentuman besar tiba-tiba terdengar. "Ayah?"

"Ayah, ada apa?"

"Ayah!!"

Felix membuka mata. Deru napasnya berantakan bak habis berlari tanpa henti.

Memang hanya mimpi, tapi dirinya benar-benar terasa seperti dilempar mundur pada beberapa waktu lalu, tepatnya saat percakapan terakhir yang ia lakukan dengan sang ayah lewat telepon sehari sebelum kecelakaan terjadi.

Felix mengatur napas, meregangkan otot leher, kemudian mengusap pelan wajahnya, berusaha mengumpulkan seluruh kesadaran sepenuhnya.

Mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, Felix tahu pasti ia terbangun di apartment Hyunjin sekarang, namun dirinya tak berada di kamar laki-laki itu, melainkan kamar tamu yang berada tepat di sebelah kamar Hyunjin.

Felix melotot, ia ingat kamar ini adalah kamar yang terakhir kali ditempati oleh Minho.

"Bangsat." Lirihnya.

Seketika Felix merasa ada yang aneh, ia sendirian di kamar itu, tapi kilasan kejadian sejak ia minum terlalu banyak semalam perlahan mulai muncul di pikirannya. Berawal dari Bangchan yang mengantarnya ke apartment, hingga ia bertemu dua Minho di tempat yang sama.

Tidak sampai disitu, karena setelahnya dirinya dan Minho...

"Shit—ahh..." Umpatnya bersamaan dengan reflek tangannya yang menyentuh perpotongan leher jenjangnya.

Felix memaku di tempat, ada rasa yang janggal di permukaan kulit lehernya.

Dengan cepat Felix turun dari ranjang, berlari menuju cermin yang menggantung di dinding.

"Brengsek!"

Umpatan demi umpatan mengalir begitu saja dari mulutnya ketika Felix benar-benar menemukan beberapa bekas kemerahan disana. Lehernya tidak terlihat baik-baik saja. Minho menandainya.

"Bajingan brengsek sialan argh!" Felix mengerang kesal seraya menghentakan kakinya di lantai.

"Felix." Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Felix reflek diam di tempat kemudian berbalik. Di sana, berdiri seorang pria yang tak ia kenal dengan nampan berisi segelas air dan sebutir obat di tangan. "Minho memintaku untuk mengantar ini, kamu harus meminumnya."

Beyond EvilWhere stories live. Discover now