50. The End

84 4 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pemakaman untuk Jet, Mio, Bump, dan Fuaiz tidak banyak dihadiri banyak orang. Berita keterlibatan mereka dalam serangan Oxynus membuat orang-orang segan datang ke pemakaman mereka.

Chen Athenswerapat meletakkan buket bunga diatas kubur putranya. "Maafkan aku, Son. Ini semua salahku. Seharusnya aku memberikan perhatian lebih padamu sehingga kamu tidak tersesat."

Mike menepuk bahu ayahnya. "Jangan menyalahkan dirimu, Dad. Ini juga salahku karena tidak menjaga adikku dengan baik."

Mike pun memeluk bahu ayahnya untuk menenangkan pria itu.

Sementara itu Phrae tidak bisa menghentikan tangisnya. Putra kesayangannya Bump sudah tidak ada. Makorn Pawat memeluk bahu istrinya.

"Kenapa harus anak kita? Kenapa Bump kita harus terlibat kejahatan seperti ini? Apakah aku kurang memperhatikannya?" Phrae menyalahkan dirinya sendiri.

Makorn mengelengkan kepalanya. "Tidak, Istriku. Ini bukan salahmu. Kamu sudah menjadi ibu yang baik untuk Bump. Hanya saja Bump salah berteman."

"APA MAKSUD UCAPANMU, HUH?" Pracha Bundit merasa tersinggung dengan ucapan Makorn sehingga dia hendak memukul pria itu.

"Aku benar, bukan? Jika bukan karena anakmu, anakku tidak akan bernasib seperti ini." Makorn pun ikut tersulut emosi.

"SIALAN!!!" Pracha pun memukul Makorn membuat pria itu terhuyung ke belakang dan terjatuh.

Phrae memekik terkejut dan langsung menghampiri suaminya. Sementara itu Mona, istri Pracha menahan tangan suaminya.

"HENTIKAN!!! TIDAK BISAKAH KAMU MENGHARGAI PEMAKAMAN ANAK KITA?" untuk pertama kalinya Mona berani marah pada suaminya. Selama ini Mona selalu takut pada Pracha yang gemar memukul. Bahkan saat Jet dipukul pun Mona tak berani membela putranya. Tapi setelah melihat putranya meninggal dan disebabkan oleh suaminya membuat Mona semakin geram.

"Aku pikir ucapan Khun Mona benar.jangan membuat keributan di pemakaman putra kita. Setidaknya hargai pemakaman ini." Thin Thanawat, ayah Fuaiz, pun bersuara membuat Pracha dan Makorn terdiam. Akhirnya mereka melanjutkan pemakaman itu sampai akhir.

***

Nina menatap Ta yang terbaring koma di ranjang rumah sakit. Satu tangan Ta diborgol dengan bagian sisi ranjang karena dia menjadi tahanan setelah kejahatan yang diperbuatnya.

Kamu memberiku kebebasan dan memberikan apapun yang aku butuhkan agar aku tidak mengganggu hidup, Mom. Karena kamu begitu benci saat melihatku. Apakah karena wajahku begitu mirip dengan Daddy? Atau karena aku hanyalah parasit yang menggantung dalam hidupmu dan menjadi beban hidupmu, Mom?

Nina masih teringat dengan ucapan Ta yang selalu menghantuinya. Nina mengakui jika ucapan putranya memang benar. Dia selalu memandang Ta seperti ayahnya bahkan membuat Nina tidak bisa menatap putranya begitu lama. Sehingga tanpa disadarinya tindakannya justru membuatnya semakin jauh dari putranya.

Air mata Nina pun menetes. "Maafkan aku, Ta. Maafkan Mama karena tidak pernah benar-benar memperhatikanmu. Jika saja Mama tidak menganggap kamu seperti ayahmu, semua ini tidak akan terjadi. Semua ini salahku. Maafkan Mama, Ta!"

Nina menggenggam tangan putranya yang masih belum sadarkan diri.

Di tempat lain, Copper duduk di sudut sel penjara dengan memeluk lututnya dan menangis. Dia terpukul setelah mendengar 4 temannya meninggal dan Ta masih dalam keadaan koma. Dia semakin terpukul karena Ta terluka karena melindunginya. Itu membuat Copper semakin terpukul.

"Maafkan aku, Phi Ta." Copper terus mengatakan kalimat itu sembari menitikkan air mata.

***

Mile duduk di pasir pantai sembari menatap pemandangan laut di pantai Banana. Beberapa orang tampak tengah berenang dan bermain air. Ada juga orang-orang yang sedang bermain pasir atau juga berjemur.

"Ini untukmu, Phi." Apo menyerahkan kelapa ke arah Mile.

Mile mengambil kelapa muda itu dan meminumnya. "Makasih. Kupikir kamu tadi bilang mau ke toilet."

Apo pun ikut duduk di samping Mile. Kemudian dia menganggukkan kepalanya. "Aku memang pergi ke toilet. Tapi saat kembali kemari aku melihat ada orang yang jual kelapa muda. Karena itu aku membelinya."

Mile menatap Apo yang sedang minum. "Aku tidak berpikir kita bisa menikmati waktu santai seperti ini."

Apo tersenyum ke arah pria itu. "Aku juga tidak menyangka jika misi yang diberikan Khun Tong adalah menikmati liburan ini."

Mile meraih salah satu tangan Apo dan menggenggamnya. "Tapi satu hal yang membuatku lega adalah aku bisa di sini bersamamu, Apo. Aku masih saja menyesal karena sudah menyerangmu."

Apo mengelus punggung tangan Mile. "Tidak perlu menyesalinya, Phi. Kamu melakukannya demi melindungi Cherry. Lagipula itu semua sudah berlalu. Aku justru mengkhawatirkan perasaanmu, Phi. Aku takut kamu menyesal bersama denganku."

Mile melepaskan tangan Apo dan menyentuh pipi pria itu. "Tidak, Apo. Perasaan yang kurasakan untukmu, aku tidak pernah menyesalinya. Aku mencintaimu dan akan terus mencintaimu."

Apo tersenyum mendengarnya. "Aku juga mencintaimu, Phi."

Apo pun mencondongkan tubuhnya untuk mencium bibir Mile. Kedua bibir mereka bersatu dalam ciuman yang panas dan penuh cinta. Lidah mereka saling bertaut. Namun kemudian Mile melepaskan ciuman mereka.

"Gimana jika kita kembali ke hotel sekarang?" Mile menawarkan.

Apo pun tersenyum menggoda. "Ide yang bagus, Phi. Karena aku juga tidak tahan untuk memakanku."

Mile terkekeh geli. "Memakanku? Bukankah seharusnya itu kalimatku?"

Dengan jari telunjuknya, Apo menyentuh dagu Mile. "Kamu bisa memakanku, Phi. Tapi aku juga ingin memakan bagian itu sampai membuatmu gila."

Tatapan Apo tertuju pada celana pendek yang dikenakan oleh Mile. Mendengar ucapan nakal Apo membuat Mile tertawa.

"Baiklah, kita lihat apakah kamu benar-benar bisa melakukannya." Mile menarik Apo berdiri.

Dengan membawa kelapa muda di tangannya, mereka pun berjalan pergi menuju hotel mereka.

***

"Akhirnya selesai!" ucap Sing tersenyum lebar setelah memasang komponen terakhir dari hasil karyanya.

Sing melangkah mundur untuk mengamati hasil ciptaanya. Tampak di hadapannya berdiri 2J yang masih memejamkan matanya. 2J tampak terlihat seperti manusia biasa seperti sebelumnya. Tapi kali ini dia terlihat berbeda.

Sing menekan tombol di layar tabletnya. Seketika nyaris seluruh tampak menyala sekilas dari ujung kaki sampai lehernya. Kemudian mata 2J pun terbuka.

Sing tersenyum lebar. "Kamu akan menjadi senjata penghancurku."

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Not Human, But Cyborg (MileApo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang