Tak terasa bel pulang sekolah berdering nyaring, setelah mengakhiri kelas dan tak ada kegiatan lagi, Nabila memutuskan untuk langsung ke rumah.
"Nab udah dijemput?" tanya Salma sembari memasukkan alat tulisnya.
"Udah nih, abi udah ada didepan." Nabila menyampirkan tasnya, "Terus kamu gimana jadi?" ia menatap teman sebangkunya.
Mereka berjalan keluar beriringan, "Jadi dong, udah lama gak gerak nih," jawab Salma terkekeh.
"Semangat ya!" Nabila tersenyum sembari mengepalkan tangannya ke udara, "Aku duluan,"
"Oke, hati-hati Nab."
Nabila mengangguk sembari melambaikan tangan dan berjalan menuju gerbang sedangkan Salma memilih diam dulu dilorong sambil mengeluarkan ponselnya membuka pesan yang belum sempat ia baca.
"Hai,"
Salma menoleh pada seseorang yang berdiri disampingnya.
"Kita sekelas kan ya?" tanya gadis berambut sebahu dengan poni itu.
"Iya," Salma mengangguk.
Gadis itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Aku Nadin,"
Tanpa ragu ia membalas jabatan tangannya, "Salma."
"Aku boleh jadi temen kamu gak?"
Salma terkekeh sambil membenarkan kacamatanya, "Boleh banget dong Nad, masa mau temenan gak boleh."
***
"Duduk Ron,"
Setelah dipersilahkan, lelaki itu duduk disofa sembari menyimpan tasnya. "Nyokap lo belum balik?"
"Sejak kapan dia inget rumah." Paul melepas baju seragamnya menyisakan kaos hitam yang masih melekat.
"Jangan gitulah Powl, dia kerja buat lo juga,"
"Iya bener sih," Paul mengangguk, "Cuma hidup gue bukan tentang uang doang."
Roni diam, tak mau memperpanjang, memilih menyibukkan dirinya dengan bermain game diponsel.
"Gue ke air bentar, lo santai dulu aja," Paul beranjak dari sana.
Saat sedang asyik dalam dunianya, suara bel rumah Paul menghentikan permainan, "Tamu si Paul kali ya," gumamnya.
Bel rumah terus berbunyi tapi Paul belum juga datang membuat lelaki itu mau tak mau bangkit berdiri untuk membukakan pintu.
Ceklek.
"Lho mamah,"
Wanita dengan pakaian santai itu tersenyum, "Nahkan udah ketebak pasti disini,"
Tak lama Paul muncul dari belakang, ikut melihat orang yang sedang berbicara dengan Roni. "Eh ada tante, ayo masuk tan," ajaknya.
Mereka berjalan menuju meja makan, "Nih mamah bawain makanan buat kamu sama Paul," mamah mengeluarkan isi rantang yang dibawanya, ada tahu tempe tumis kangkung sambel yang tersaji diatas meja dan terlihat lezat.
"Pasti kalian laper kan habis pulang sekolah," ucapnya, memang sudah kegiatan rutin mamah mengunjungi mereka setiap sore.
Roni menyengir, ia duduk disamping sang ibu sementara Paul dihadapannya. "Mamah tau aja kalo kita lagi laper,"
Mamah menyendokkan nasi keatas piring untuk sang anak kemudian beralih mengambilkan nasi untuk Paul, "Ayo nak jangan malu-malu,"
Meski makanannya sederhana tapi menjadi Roni adalah hal yang patut disyukuri karena beruntung memiliki ibu yang sangat menyayanginya dan masih menganggapnya seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANAROMA
Teen FictionNaik ke kelas 11 seperti tak ada perubahan dalam diri Roni. Sikapnya masih sama, suka terlambat, tidur dikelas, bolos bahkan tak mengerjakan tugas. Paul yang digadang-gadangkan menjadi good boy pun ikut terbawa ajakannya. Hingga satu waktu, mereka k...