"Kakak! Kak Arien sudah bangun! Rhyta, panggil tabib cepat!"
Seperti baru saja terbangun dari tidur yang lama, itu yang dirasakan Arien sekarang. Kepalanya menjadi pening, kerongkongannya kering. Ia haus, tetapi untuk membuka suara saja ia sudah lemas duluan.
Hampir saja Arien kembali terlelap jika saja seseorang tidak menepuk-nepuk pipinya. "Kak Arien, teruslah sadar. Jangan tertidur lagi."
Seorang gadis kecil yang masih buram dalam penglihatan Arien. Tapi dari suara saja, Arien sudah tau jika itu adalah adiknya. Cyaara Carish.
"Jika Kak Arien tetap sadar, aku akan bermain dengan Kak Arien. Cyaara janji."
Bak mendapat sebuah penawar ketika keracunan, Arien berubah menjadi lebih sehat. Ia termotivasi dengan kalimat ajakan bermain yang sederhana dari Cyaara. Sudut bibirnya naik untuk merespon ucapan Cyaara.
Tabib yang datang mulai memeriksa Arien kembali. Kerutan di dahi lelaki tua itu membuat suasana di dalam kamar Arien menegang. Entah karena apa.
"Apa yang terakhir kali Anda makan atau minum, Tuan Muda?"
Seingat Arien, ia hanya sarapan biskuit dan air mineral saja. Ia tidak memakan apapun.
"Tuan Muda hanya memakan beberapa keping biskuit dengan segelas air putih, Tabib," jawab Rhyta.
"Hanya itu? Tapi mengapa bisa membangkitkan racun yang seharusnya hilang?"
"Racun? Racun apa, Paman Tabib? Ada apa dengan Kakakku?" tanya Cyaara dengan cemas. Meski masih kecil, hidup di lingkungan keluarga kerajaan tidak menampik umur yang masih belia tidak tahu-menahu tentang benda berbahaya seperti racun.
"Tuan Muda Arien ... sepertinya memang ada seseorang yang mengincar nyawa Anda. Racun itu nampaknya kembali aktif karena hidangan yang Anda makan. Dan kali ini, sulit untuk menetralkannya."
Arien lelah. Baru saja ia akan berjuang, sudah dilempari batu begini. Kalau begini caranya, ia bukan mati karena diasingkan, tapi diracuni.
"Tapi saya memiliki teman yang ahli dalam menangkal racun dengan sihir. Mungkin saja itu akan berhasil. Saya akan membawakannya sekitar seminggu lagi. Apakah Anda bisa menunggu saya, Tuan Muda? Tolong tetap sadar selama saya mengambilnya."
"Dan Rhyta, tolong awasi setiap apapun yang dikonsumsi oleh Tuan Muda Arien. Jika bisa, tolong agar hidangan itu kau yang buat sendiri. Ini agar menekan racun itu untuk tidak kembali aktif dan menjadi lebih ganas."
"Saya mengerti, Tabib."
"Lalu apa yang harus aku lakukan untuk Kakak?" Suara khas anak kecil Cyaara memecah ketegangan.
"Nona Muda, tolong jaga Tuan Muda Arien, bisa?"
"Bisa! Aku bisa, Paman Tabib! Aku janji akan menjaga Kakak dengan sangat baik."
Seperti janji gadis cilik itu, mereka tengah bermain sekarang. Sebenarnya, Arien yang meladeni tingkah menggemaskan Cyaara. Bermain dengan alat-alat rias wajah milik gadis itu.
"Oh! Kakak sangat cantik! Aku akan ambil cermin, Kakak tunggu, ya." Gadis itu kemudian turun dari ranjang Arien berlari menuju meja rias milik Arien.
Setelah mengambilnya, gadis itu kembali berlari menghampiri Arien. "Ini, Kak."
Arien mengambilnya, melihat cerminan dirinya yang 'lain' di cermin. Meski wajahnya memang mirip dengannya, rasanya tetap saja ini bukan dirinya. Tetapi, Arien akui jika wajahnya ini memang terlihat manis dan—umh ... cantik.
"Cyaara selalu kagum dengan rambut Kak Arien. Kenapa Aara tidak memilikinya, Kak?"
Pertanyaan Cyaara tidak dihiraukan Arien. Pikiran lelaki itu kini melalang buana. Teringat akan mimpi yang begitu menyakitkan. Ingatan masa lalu milik Arien yang asli. Seolah tengah berbagi rasa sedih dengannya. Membuatnya mengerti perasaan seorang Arien Carish.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Rewrite The Star
Fantasy╰⪼pair : Jeongshi, Kyuyosh, Kyuhoon ft. Wonyoung ᘛ transmigrasi, kingdom, mpreg ᘚ Awalnya Yeraz hanya merasa kasihan-tidak, ia bahkan merasa galau-karena ending dari cerita yang baca berakhir sangat tragis. Tapi ia tidak menyangka, sekarang ia malah...