8. Para Pemeran 'Asli'

12 2 0
                                    

"Tokoh, penokohan, alur, serta segala yang ada pada cerita ini hanya fiksi (tidak nyata). Apabila ada typo mohon dimaafkan"

Happy reading

✧༺ Girl In Novel ༻✧

Grace mengintip dari lantai dua, badannya yang kecil memudahkannya bersembunyi diantara pilar-pilar tinggi dan besar. Walaupun tidak terdengar apa yang mereka bicarakan, tetapi dari raut mereka Grace dapat menebaknya.

Tebak.

Benar, bebannya akan bertambah.

Elonara tampak menyodorkan sebuah map dan pulpen dengan tinta merah ke arah ketujuh remaja tersebut. Senyuman ramah ter-ulas di wajah cantiknya, disampingnya berdiri Leorine dan Arnav dengan wajah datar.

Masing-masing dari ketujuh remaja itu bergantian tanda tangan di atas kertas berwarna coklat itu.

Eleonara tersenyum, lagi. Diambilnya map itu dan pergi dari sana, sementara Leorine dan Arnav memandu mereka ke kamar masing-masing.

Grace dengan natural pura-pura membersihkan beberapa kendi yang ada di meja lantai dua. Tangannya telaten dan hati-hati dalam membersihkan benda tersebut. Sampai telinganya mendengar suara ketukan kaki yang sangat banyak.

Arnav, Leorine, dan ke-7 remaja sudah sampai di lantai dua.

Mata tajam Leorine memperhatikan punggung Grace yang sedang bersih-bersih, hingga beberapa detik kemudian perhatiannya kembali teralihkan, kakinya berjalan lurus ke arah lorong tempat kamar para tamu.

........

"WOYLAHHHH!!! MBA LEORINE KALAU NATAP EMANG TAJAM BANGET BUSETT..."Batin Grace menjerit dengan perasaan was-was.

Omong-omong tentang Evelyn Leorine, beliau memang mempunyai tatapan mata yang teduh, namun jika sudah menatap tajam lawannya akan sangat menegangkan. Grace contohnya.

Saat pertama kali bekerja disini sudah dibuat mati kutu oleh tatapannya, dan juga oleh caranya memberitahu apa saja pekerjaan yang harus Ia lakukan.

Grace merasa tepukan di bahunya, perlahan kepalanya menoleh ke arah sipenepuk. Seorang perempuan dengan rambut panjang gelombang, Melody.

"Halo, Grace! Kita ketemu lagi", katanya dengan semangat. Tangan Melody melambai ke arah Grace, langkah kakinya membawa perempuan itu ke arah Grace yang sedang mematung dengan kain lap yang menggantung di atas kendi.

Tawaan kaku dan canggung Grace berikan, matanya menatap gadis remaja itu dengan senyuman kaku.

"Ya... Ketemu lagi! Halo, Melody!"

Melody tertawa, "kaku banget. Santai, kita bisa jadi teman, kan? Umur kita kayaknya ga beda jauh. Lumayan kan buat jadi temenan?"

Melody terus berceloteh ke arah Grace, disertai dengan wajah gembira dan senyuman miliknya. Membujuk Grace agar berteman dengannya.

"Hahaha... Haha..."

"Melody!"

"Ody! Ayo sini, mau ikut liat kamarnya ga?!"

Teriakan dari temannya membuat kata-kata Melody tertahan. Bibir si gadis cemberut karena gangguan dari temannya, "ya! Nanti aku kesana!"

"Grace, aku ke temanku dulu, nanti kita bicara lagi okay? Bye-byee!!" Tangannya Ia lambaikan ke arah Grace, kemudian bergabung lagi bersama ke-6 temannya yang lain.

Grace melambai juga, bibirnya tersenyum, walau dalam hati sedang meratapi nasibnya.

"Iya, iya, dapat temen. Lumayan. Ada fresh-fresh nya dikit...."

Hari mulai gelap, semua jendela yang berada di penginapan ditutup, gorden-gorden mulai turun, menutupi seutuhnya akses kaca jendela. Lampu mulai menyala, suasana hening menjadi musik pengiring malam ini.

Seorang perempuan berjalan ke arah pintu beronamen ular, tangan lentiknya memutar gagang pintu, aroma kopi tercium di hidungnya.

Click

Delapan foto, dengan benang merah yang saling mengikat. Spidol berwarna merah dan hitam tercoret di atas beberapa foto.

"Odessa, Melody, Zayden, Zalleon, Louis, Renjaya, Dylan."

"Who's going to die first? (Siapa yang akan mati duluan)?"

Matanya beralih.

Sebuah lingkaran merah menjadi pembeda salah satu dari ke-8 foto tersebut.

"Huh... Siapa? Aku tidak pernah memanggilnya."

Girl In NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang