05: Kenyataan yang Memukul

44 11 2
                                    

Beberapa hari setelah kejadian di jembatan, Yeonjun mendapati dirinya berada di kamar rumah sakit. Ruangan itu putih, steril, dan tak berjiwa seperti dirinya saat ini.

Di luar jendela, salju terus turun dengan lembut menemani kesendirian nya dan menutupi dunia luar dalam selimut putih yang tenang. Dokter dan perawat yang keluar masuk ruangan itu berbicara padanya, tetapi semua suara terdengar seperti dengungan yang jauh. la tak bisa memahami apa yang mereka katakan, tak bisa memproses kenyataan yang terus memukulnya tanpa ampun.

Soobin telah meninggal dalam kecelakaan itu. Mereka mengatakan bahwa cedera yang dialami Soobin terlalu parah, dan meskipun ia sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawanya tidak dapat diselamatkan. Yeonjun mendengar semuanya dengan wajah tanpa ekspresi, seolah-olah seluruh jiwanya telah mati bersama dengan Soobin.

Di sisi tempat tidurnya, tepatnya diatas meja, terdapat sebuah foto Soobin yang diambil dari dompetnya. Foto itu menunjukkan Soobin yang tersenyum lembut, tatapan yang selama ini memberikan rasa aman bagi Yeonjun. Tapi sekarang, tatapan itu hanya mengingatkan Yeonjun akan apa yang telah hilang.

"Kamu meninggalkan aku" bisiknya, menatap foto itu dengan tatapan kosong.

"Kamu bilang kita akan melaluinya bersama, tapi sekarang aku sendirian.. Aku tidak tahu harus bagaimana dan harus melakukan apa tanpamu" tanpa Yeonjun sadari, sebenarnya selama ini hidupnya sangat bergantung pada Soobin. Bagaimana tidak? Soobin saja selalu ada disisi Yeonjun sekalipun tidak pasti telepon genggam Yeonjun akan terus berbunyi bising dipenuhi notifikasi dari Soobin. Sekarang semuanya hampa, semua rasa itu hilang dalam sekejap.

Halusinasi tentang Beomgyu semakin kuat setelah kematian Soobin. Suara Beomgyu tak henti-hentiny berbisik di telinganya, mengatakan hal-hal yang membuat Yeonjun semakin tenggelam dalam kesedihannya. Pada awalnya, Beomgyu dalam halusinasinya tampak menenangkan, namun kini bayangan itu mulai menyalahkan Yeonjun atas kematian Soobin, membisikkan bahwa semua ini adalah kesalahannya. Membuat Yeonjun merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi dengan Soobin.

"Jika kamu tidak memanggilnya ke jembatan, Soobin akan masih hidup. Ini semua karena kamu, Jun. Semua karena kamu."

Yeonjun memukul kepalanya, mencoba menyingkirkan suara itu, tetapi semakin ia mencoba, semakin keras suara itu terdengar. Rasa bersalah dan duka cita yang menghancurkan menyelimuti dirinya, dan perlahan-lahan, Yeonjun mulai merasakan sesuatu yang lebih mengerikan daripada sebelumnya─keinginan untuk mengakhiri semuanya.

.

"Hyung, tidak apa apa aku ada disini bersama mu, aku masih ada disini menemani mu"

"Soobin...? T-tapi bagaimana bisa?"

"Tentu saja bisa hahaha, kau kenapa? Kupikir kau merindukanku" ujar Soobin sambil tersenyum. Ah.. senyuman itu.. Yeonjun merindukan nya. Senyuman penuh kelembutan bagai sinar matahari di waktu senja.

"Tentu, tentu aku sangat sangat merindukan mu, Bin. Kau benar akan terus disini kan?"

"Tentu, Hyung" Soobin memeluk nya hangat, rasanya nyata, rasanya Soobin benar benar ada disisi nya sekarang. Sentuhan yang ia rasakan benar benar realistis. Yeonjun bisa merasakan jari jemari Soobin menyentuh bahu nya saat memeluk dirinya.

"Tolong tetap disini, temani aku, Bin"

"Iya, aku akan disini bersamamu, aku berjanji" hanya dengan mendengar itu, Yeonjun merasa hatinya menghangat dan sekilas melupakan semua kesedihan yang ia rasakan sebelumnya. Semua nya seperti menghilang sejenak, ingat, sejenak.

"Lebih baik kau istirahat sekarang, Hyung. Aku akan menemani mu tidur disini"

"Aku takut kau menghilang ketika aku menutup mataku, Bin"

"Tidak, tidak akan pernah"

"I just scared of losing you, Bin" namun matanya tertutup begitu saja sebelum Soobin sempat membalas kata katanya.

Yeonjun mengerjapkan matanya, sepertinya ia baru bangun dari tidur lelapnya.

"Dimana?"

"Dimana apa?" balas seseorang yang tidak Yeonjun kenal, suara yang asing di indra pendengaran nya.

"Dimana dia? Tadi dia ada disini, aku yakin sekali" orang asing tadi menghampiri Yeonjun dan mendudukkan dirinya disebelah Yeonjun dan terlihat kebingungan.

Yeonjun sedikit menjauh dari orang itu dan memperhatikan sekelilingnya. Tidak ada. Orang itu tidak ada. Soobin tidak ada disini.

"Dimana????" Yeonjun tiba tiba bangun dari posisi duduk nya, sontak membuat perawat yang Yeonjun anggap orang asing itu terkejut.

"DIA DIMANA KU TANYA"

"S-siapa..?"

Yeonjun kesal, dia mengambil foto Soobin yang ada di meja dan memperlihatkan nya pada perawat itu.

"Kemana dia??!! Kau bawa kemana orang itu???" Yeonjun mengguncang bahu perawat itu dengan keras dan berakhir mendorong nya ke sudut. Yeonjun hendak mencari Soobin keluar kamar namun tepat saat ia hendak keluar, dokter dan beberapa perawat lain masuk.

"Apa apaan ini??? Kalian siapa??"

"Yeonjun... Tenang.. "

"Dimana, Soobin!???"

"Yeonjun, terimalah kenyataan, Soobin sudah tiada" seketika Yeonjun mengerutkan alisnya, dia tidak tahu siapa yang berbohong.

"ADA!! DIA ADA DISINI TADI" Yeonjun menolak nya. Yeonjun merasa Soobin ada disini.

"MINGGIR!! AKU AKAN MENCARI NYA KELUAR" namun percuma, kedua lengannya ditahan.

"Lepaskan!!"

"Yeonjun, tenang lah.. "

"Tidak!! Aku butuh Soobin"

"Dia tidak ada disini"

"ADA!!"

"Lantas dimana?" pertanyaan dokter itu langsung membuat nya diam seribu bahasa.

"Ada... Dia ada.. " badannya melemas, air matanya menetes tidak terbendung lagi, kenyataan terus menyakiti hatinya tiada henti, halusinasi nya semakin parah dari hari ke hari.

"Kumohon... Bawa dia kesini..." Yeonjun melepaskan kedua lengan nya yang dipegangi dan menggenggam tangan dokter itu penuh harap.

"Aku tidak bisa, Yeonjun"

Tangisnya pecah mengingat Soobin memang sudah tiada disini. Semua itu hanya halusinasi nya, hanya penyakit mentalnya. Yeonjun memukul dadanya yang terasa sangat amat sakit. Jika perawat tidak menyuntikkan obat penenang mungkin tangisnya tidak akan berhenti hingga hari berganti.

Nyatanya, Yeonjun sudah seperti ini selama kurang lebih satu minggu dan ia tidak menyadarinya. Setiap ia bangun dari tidurnya hanya kehampaan dan kesedihan yang menyelimuti. Tetapi ketika ia tertidur kehangatan kembali padanya karena Soobin ada disana menemaninya. Bahkan di tengah keputusasaan yang paling dalam, bayangan Soobin muncul dalam pikirannya. Senyum lembut Soobin, kata-kata dukungannya, semuanya masih tertanam kuat di dalam hati Yeonjun.

to be continued.

note;
hi, i'm back hehe. maaf ya kemarin" lagi sibuk rl, bener" yang sampe hampir lupa alur wkwk.

love from, soobin's gf ♡





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

At The Border Of Sanity and InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang