EMPAT PULUH TUJUH

48 26 75
                                    

Jansen baru saja memasukkan kendaraannya ke dalam halaman ketika Radja sedang mencuci motornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jansen baru saja memasukkan kendaraannya ke dalam halaman ketika Radja sedang mencuci motornya. Radja segera menoleh ke arah kakak kandungnya itu seraya menghentikan aktivitas mencuci motornya.

Jansen sendiri ikut menatapnya seraya keluar dari dalam mobil. Ia langsung bisa mengetahui jika adiknya itu ingin membicarakan sesuatu dengannya.

“Di rumah,” titah Jansen dengan pelan yang langsung dituruti oleh Radja.

Pria muda yang memiliki nama lengkap Thanawat Wing Radjasan itu segera mengekori kakak keduanya dari belakang. Setelah sampai di dalam rumah, Jansen segera duduk di sofa sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

Radja ikut duduk di sofa yang bersebelahan dengan tempat Jansen duduk. Ia menatap wajah sang kakak yang terlihat cukup kelelahan. Apa lagi, ketika Jansen mengusap pelan wajah dengan kedua tangannya sembari terus menyandarkan kepala pada sandaran sofa itu.

“Kenapa hanya diam?” tegur Jansen seraya mengarahkan pandangannya pada Radja.

“Mm .... Tadi, saya habis dari rumah Hanny,” beritahu Radja dengan ragu.

Jansen spontan menegakkan posisi duduknya setelah ia mendengar Radja menyebutkan nama Hanny. “Apa dia baik-baik saja? Dari semalam, dia tidak membalas pesan dari saya.”

Radja menatap wajah kakaknya terlebih dahulu sebelum menjawab. “Sebenarnya, dia sedang terkena demam dan dia ....”

“Demam?” sela Jansen dengan sangat terkejut.

“Dengarkan saya dulu!” tegas Radja karena ia kesal Jansen menyela ucapannya.

Jansen kembali diam dengan kondisi hati yang sudah tidak karuan. Ia tampak mendengarkan penjelasan Radja dengan seksama. Mengapa Hanny bisa sampai jatuh sakit dan apa yang harus Jansen lakukan agar beban pikiran Hanny bisa berkurang.

Jansen mulai sedikit paham walau penjelasan mengenai istilah dalam agama Islam yang Radja sebutkan, ada beberapa yang kurang tepat. Tapi, sepertinya Jansen mengerti dengan yang dimaksud oleh adik kandungnya tersebut.

“Saya juga sedang berusaha sebaik mungkin. Hanya saja, hasilnya tidak akan secepat yang orang lain pikirkan. Apa saya terlalu kejam karena membiarkan Hanny menunggu terlalu lama?” Jansen mulai mengeluh pada adik kandungnya tersebut.

“Kakak tidak salah,” sergah Radja dengan segera. “Berpindah keyakinan bukanlah suatu hal yang mudah. Seseorang yang berada di dalam agama tertentu sejak awal saja, belum tentu menguasai secara penuh ilmu dari agama itu sendiri. Apa lagi, Kakak yang belum satu bulan berpindah keyakinan seperti saat ini. Mengetahui cara beribadah agama baru Kakak saja, itu sudah sangat mengesankan.”

Jansen menatap sendu wajah sang adik. Yang dikatakan oleh Radja memang sebuah kebenaran. Jansen tidak perlu terlalu memaksakan diri. Agama Islam bukanlah agama yang akan mempersulit umatnya.

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang