Ragu

20 4 0
                                    


Melody menilik dengan gusar layar ponsel yang berdenting tanda pesan masuk. Melody tipikal perempuan yang tak terlalu ingin tahu tentang privasi sang kekasih. Ia lebih memberi kebebasan pada sang kekasih untuk bergaul dengan siapapun yang dia mahu. Asal, dia tidak menyembunyikan sekecil apa pun hal dari Melody.

Sayangnya saat detingan ponsel itu berdenting berulang-ulang. Melody mematahkan keangkuhannya pada kepercayaan yang diberikannya pada sang kekasih. Keduanya kini sedang berada di luar. Tengah menikmati ice cream di kedai es krim favorit Melody. Dengan diantar Riki seperti janji Riki pada Melody tempo lalu.

Melody menilik pada pintu toilet bergantian dengan ponsel Riki di atas meja. Ada keraguan di sana. Apakah ia harus lihat siapa pengirimnya dan menanyakannya nanti pada Riki? Melody bertanya pada hatinya. Haruskah sekarang ia lakukan atau menunggu Riki?

"Kak." Seorang yang ditungguinya datang. Menarik kursi di depannya dan lanjut menyantap es krim yang kini mulai cair ditinggal ke toilet beberapa menit lamanya. Melody tersenyum kaku. Bergumam pendek membalas sapaan Riki yang tadi mengejutkannya.

Berlama-lama diam dan berbicara pada dirinya sendiri. Akhirnya Melody memberanikan dirinya untuk memecah keheningan keduanya.

"Tadi ponsel Riki bunyi terus."

Riki tersadar, "Ponsel?" tanyanya terkejut. Melody mengangguk, "Coba chek dari siapa, takutnya penting."

Riki memenuhi saran itu. Membuka kunci sandi ponselnya dan melihat dari siapa notifikasi berbunyi padanya. Riki membalas lalu meletakkan ponselnya di atas meja setelah mematikan bunyi notifikasi ponselnya. Melody tentu penasaran. Jadi ia membuka suara, "Dari siapa?" Suaranya cukup kecil. Riki mendongak menatap wajah kalut Melody, "Dari Ayah? Ibu? Atau Sichel?" Sichel disini kakak perempuan Riki yang cukup dikenalnya semasa sekolah menengah pertama.

Riki menggeleng, "Dari anak kelas, Arin."

Melody bukan tidak terkejut dengan nama itu. Sebab nama itu belakangan ini sering di dengarnya dari sang teman teman tentang bagaimana perempuan itu mencoba dekat dengan sang kekasih. Ragu? Iya, ada.

"Hm! Kakak!" Riki memanggilnya lembut. Es krim yang di santap Melody mulai mengenang di piring kecilnya. Riki yang es krimnya mulai tandas beralih pada Melody. Kakak kelas yang telah jadi kekasihnya tiga bulan terakhir ini. Dia menggemaskan. Jika beberapa anak kelasnya memandang Melody cukup berbeda. Riki memandangnya sebagai sebuah keunikan yang jadi daya tarik di diri Melody, dan membuat Riki bertindak dengan pernyataan cintanya pada Melody selepas kuliah di pukul satu siang tiga bulan lalu.

Riki mencubit pelan pangkal hidungnya. Membuat Melody memekik terkejut. Ada tawa renyah terdengar dari Riki. "Ragu ya?" ujarnya, "takut?"

Melody menggeleng menyanggah perkataan yang sebenarnya kini jadi masalahnya, "Enggak, kok. Tanya aja."

Riki tergelitik gemas, "Kayaknya aku harus lebih giat lagi ngebuat Kakak yakin sama aku."

Melody tercenung bingung, "Tunggu aja. Aku bakalan nimbun keraguan itu dalam beberapa waktu ke depan, biar Kakak percaya sama aku." Sesendok es krim yang sedikit cair tersodorkan padanya. Riki memintanya membuka mulut untuk dapat menyuapi Saera, "Aaa, buka mulut."

Melody melakukannya, "Ditunggu, ya." Riki menyungging senyum tukus dengan tatapan mata menyorot dalam padanya penuh cinta. Haruskah, Melody benar benar ragu pada Riki?

Sepertinya ... dari tatapan itu Melody yakin, bahwa Riki akan tetap bersamanya.​





END

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

5. Melzilody || riki x melody || Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang