Setelah sekian lama berlari, kedua kakiku secara tiba-tiba terasa berat untuk lanjut melangkah. Sehingga membuatku berhenti sejenak untuk mengatur napas yang terengah-engah. Aku mendongak menatap langit, lalu mataku menyorot pada sekitarku yang tampak sudah mulai gelap. Kuangkat tanganku untuk melihat jam tangan yang sudah pukul tujuh malam. Lalu menyorot pada sebungkus kantong plastik yang kugenggam, sepertinya aku telat memberikan belanjaan masak pada Mama.
Aku cukup tak tenang, meski kutahu Mamaku tak akan marah. Selain karena aku anak tengah yang perempuan sendiri, aku jarang sekali menerima kemarahan dari Mama. Mungkin saat aku pulang nanti, Mama tak akan memikirkan belanjaan yang dikirim lambat, tapi akan bertanya apakah aku pulang dengan selamat?
Benar. Perkataan itu yang akan dikhawatirkan Mama nanti. Sebab tiba-tiba hujan turun mengguyurku yang tengah asyik melamun menenangkan diri di pinggir jalan. Segera aku kembali lari menuju sebuah pohon yang berada di dekatku. Karena jika aku terus berlari mencari tempat yang lebih aman, aku akan basah kuyup setelah pulang.
Akhirnya, aku berlindung di pohon itu, sembari memeluk tubuhku sendiri karena kedinginan. Tak apa, meski aku tak bisa terhindari dari tetesan air yang mengenai pakaianku karena bersembunyi di bawah pohon.
"Kok tiba-tiba, sih," gumamku kesal. Bukan sebab karena hujan turun. Tapi, seharusnya aku bisa pulang lebih cepat ke rumah sebelum hujan turun. Kenapa tadi malah banyak melamun?
Saat aku ingin mencari tempat yang lebih baik untuk terhindar dari hujan, tiba-tiba saja aku merasakan bahwa tubuhku tak lagi terkena tetesan hujan, aku mendongak, terkejut melihat adanya sebuah payung yang melindungi atas kepalaku. Kepalaku menoleh ke samping, melihat siapa yang meletakkan payung itu kepadaku.
Ternyata, seorang laki-laki. Aku langsung membuang wajahku menatap lurus ke depan. Siapa dia?
"Bawa," lirih lelaki itu, membuatku kembali menoleh padanya tanpa suara. Bawa apa maksudnya?
Lelaki itu tampak menurunkan pegangan payung mengarah padaku. "Bawa," ucapnya sekali lagi dengan lembut dan tenang. membuatku tiba-tiba gugup dan hanya menerima payung itu darinya tanpa tahu apa tujuannya.
Tapi setelah menerima ... ada yang aneh?
Aku menatap wajah lelaki itu lagi. Belum tahu apa maksudnya. Tapi, sebelum aku bertanya, lelaki itu tiba-tiba langsung berlari pergi meninggalkanku. Aku pun terkejut dan berteriak menghentikannya. "EH, TUNGGU! PAYUNGMU!"
Kupikir dia tak akan menghentikan langkah, tapi ternyata salah. Ia berhenti dan menoleh sejenak ke arahku. "Lebih penting dirimu," ujarnya lalu berlari kencang tak memedulikan derasnya hujan.
"Hah?" Aku tak percaya. Membuang napasku sebentar sembari melamun memandang punggung lelaki itu yang telah pergi. Aku pun kembali menatap payung pemberiannya, sembari memikirkan ulang kalimat yang diucapkan lelaki itu. Lebih penting dirimu. Itu terus kucerna dengan matang. Apa maksudnya?
Lebih penting dirimu?
Detik itu juga detak jantungku berdebar kencang.
***
Sekian prolog ini, suka?
Spam 🤍
JANGAN LUPA VOTE COMMENT! 💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak-Detik
Teen FictionPerjumpaan kami di malam itu, rupanya bukan hanya sebuah kebetulan. Melainkan Tuhan telah merencanakan. Kupikir hanya sekilas bertemu. Ternyata aku diperkenankan masuk ke dalam dunia lelaki itu. Setelah sekian lama dipertemukan, baru kusadari, deti...