8 : Masuk sekolah

11 1 0
                                    

Tanpa ragu, Asha maju dan menggenggam pergelangan tangannya erat. Takut kalau tidak begini, cowok tersebut bisa saja pergi sesuka hati.

"Lo kenapa nggak sekolah?"

Pertanyaan itu akhirnya ia utarakan setelah sekian lama hanya mampu dipendam.

Cowok itu tak langsung menjawab. Ia memandang Asha datar, dingin, dan tak berperasaan. Ekpresi yang membuat lawan bicara jadi takut akibat aura dominasi.

Sayang, Asha tak semudah itu dibuat gentar. Gadis itu mendongak percaya diri. Perbedaan tinggi yang cukup signifikan diantara keduanya membuat Asha sedikit terintimindasi, tapi tidak apa-apa. Dia masih bisa mengatasinya.

"Urusannya sama lo apa?" selak Gala tak tanggung-tanggung galaknya.

Ingin rasanya Asha menepuk jidat keras-keras. "Sebagai Ketua kelas X 4, gue ikut ambil andil untuk tau informasi murid X 4. Termasuk juga alpha-nya lo yang udah melebihi batas ini. Nyaris dua minggu lo nggak masuk sekolah, dan asal tau aja Bu Lani bahkan sampai marah-marah! Jadi nggak mau tau apapun itu! Besok lo harus masuk sekolah!" Asha menekan diujung kalimat yang ia katakan.

"Dan ini bukan permohonan, ini perintah! Kalau lo besok nggak masuk, jangan salahkan gue seandainya nanti lo dapet surat pengeluaran dari sekolah."

Bibir cowok itu menyungir sinis. "Lo ngancem gue?"

"Terserah lo mau berpikir apa, tapi pada intinya itu sudah jadi peraturan Pelita Bangsa. Asal tau aja sebagai Wali kelas, Bu Lani udah memberi lo toleransi berulang kali. Bahkan hingga detik ini! Dan selebihnya kalau lo masih bersikeras tetap alpha, ya mau nggak mau lo harus tanggung risikonya."

Asha cengo dikala cowok itu membuang muka kearah lain dengan air muka tak minat yang kentara sekali, padahal Asha sudah bela-belakan menjelaskan panjang lebar di sini. Benar-benar tidak menghargai.

"Lo dengerin gue nggak?" Asha melotot tak suka.  Diabaikan begini sungguh mengores egonya.

"Lepasin dulu bisa nggak?"

Cengkram Asha di pergelangan tangan Gala mengerat. Gadis itu menggeleng tegas. Belum puas jika belum mendapatkan konfirmasi positif dari si lawan bicara.

"Lo besok harus masuk sekolah."

Gala berdecak. Memutar bola mata muak.

"Suka-suka gue lah mau masuk sekolah atau nggak."

"Besok. Lo. Harus. Masuk. Sekolah!" ulang Asha. Nadanya meninggi satu difabel. Sengaja mengeja satu persatu agar Gala dapat mengerti apa yang sedang ia sampaikan sejelas-jelasnya. Kalau masih tidak mengerti juga, berarti ada yang salah dengan kepalanya.

"Ck!" Cowok itu berdecak keki.

"Bilang dulu besok lo bakal masuk sekolah."

"Apaan sihh!" sinis Gala.

"Masuk sekolah!" Asha ikut sinis juga.

"Dih!"

"MASUK. SEKOLAH!"

Lelah didesak sedemikian rupa, Gala mengertakkan gigi. Dia tau kalau perdebatan ini tidak akan menemukan ujung hingga salah satu diantara keduanya mengalah. Melihat kegigihan gadis di depannya ini, nyaris mustahil kalau dia akan mengalah semudah itu.

Jadi, terpaksa cowok itu mengangguk sekali. Mengalah kali ini. "Aduhh.. iya-iya!"

"Dan menurut lo gue bakal percaya gitu aja?" Manik mata si gadis memicing. Sudut bibirnya menyeringai. "Cuma sebatas ucapan aja mana bisa dipegang."

"Mau lo apa sih?" Dengan tangan yang lain, Gala memijit keningnya yang pusing.

"Kasih gue nomor telepon lo dulu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kelas Simulasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang