———;———
"Bulan depan kalian akan mengikuti ujian tengah semester susulan," ujar Pak Trisno ketika kami berdua sudah datang dan berdiri di hadapan beliau.
Kami berdua?
Iya, aku dan Raymond. Tiba saatnya istirahat pertama, Edo memberitahu aku kalau aku harus ke ruangan guru karena Pak Trisno memanggilku. Aku pun mengiyakannya dan berterima kasih padanya. Namun tak ku sangka, Raymond juga mendapat panggilan yang sama dari beliau. Aku pun mengajak Raymond agar kami pergi ke ruangan guru barengan, ia pun mengangguk setuju.
"Kalian tidak keberatan, kan?" tanya Pak Trisno, sorot matanya penuh dengan kekhawatiran pada kami.
"Tidak pak, saya tidak keberatan." Aku menjawab dengan lantang, tapi sebenarnya aku tidak tau siap atau tidaknya menghadapi ujian itu untuk saat ini. Sebenarnya aku juga sedikit terkejut mendengar pengumuman mendadak dari wali kelasku tadi.
Sementara Raymond, ku lihat hanya mengangguk dengan mantap, menyatakan kalau dia juga tidak keberatan.
Meskipun mendengar tanggapan kami, Pak Trisno masih tampak ragu dan khawatir dengan kami berdua. "Ah, bapak sangat khawatir pada kalian yang harus menjalani ujian secepat ini. Terlebih lagi kalian sama-sama memiliki hambatan tersendiri—Raymond yang baru dua mingguan masuk sekolah ini dan Felix baru saja masuk sekolah satu setengah bulan yang lalu dalam keadaan amnesia."
Raymond sontak menoleh dan memandangi ku dengan reaksi terkejut setelah mendengar akhir kata dari Pak Trisno. Kemungkinan dia tidak menyangka kalau aku memang lagi mengalami amnesia dan dia baru tahu karena diberitahu Pak Trisno barusan.
"Pastinya kalian perlu waktu banyak untuk mempelajari semua mata pelajaran yang ada. Karena itu saya jadi khawatir kalau nilai ujian kalian tidak maksimal karena diberi waktu untuk belajar yang sangat singkat," sambung Pak Trisno masih dengan ekspresi yang sama.
"Bapak tidak perlu khawatir, kami pasti bisa melakukan yang terbaik dengan nilai yang memuaskan untuk ujian susulan ini," ucapku tersenyum ketir, berusaha agar terlihat optimis. Biar enggak terlalu tegang, aku menoleh ke arah Raymond dan mengajaknya berbicara, "Iya kan, Ray?"
Ray tersenyum dan kembali mengangguk mantap, menandakan ia juga setuju apa yang aku katakan barusan.
Melihat keyakinan kami, Pak Trisno menghela napas yang amat lega. "Syukurlah kalau kalian tidak keberatan dengan hal ini."
"Iya, pak."
"Jangan kalian paksakan diri kalian untuk mendapatkan nilai yang sempurna di ujian kali ini, meskipun bapak masih mengharapkan nilai kalian bagus. Setidaknya nilai yang kalian dapatkan nanti di atas KKM itu sudah cukup buat bapak. Bapak bilang seperti itu pada kalian karena bapak tau kalian ini anak-anak yang pintar."
Mendengar perkataan Pak Trisno, aku hanya bisa menghela napas dan tersenyum. "Baik, pak," ucapku tidak tahu lagi harus bilang apa pada beliau.
--;--
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA ; Ingatlah Atau Lupakan
Teen Fiction"Sebenarnya.. aku ini siapa?" Terbangun tanpa ingatan, Adhibrata Felix Hadikusumo hanya tahu satu hal: dia tidak mengenal dirinya sendiri. Dia berusaha mencari tahu identitas dan masa lalunya dengan harapan menemukan kenangan yang berarti, tapi yang...