...'Apa yang terjadi?'
Seolah baru bangun dari komanya, seorang jejaka bersurai pendek berantakan membuka matanya dan menscan sekitarnya dengan mata matinya. Pupil nya bergerak mencoba mengingat apa yang terjadi serta di manakah ia berada.
Sadar dia pernah berada di ruang hampa seperti ini, jejaka itu memperkirakan hal yang sama seperti pengalamannya sebelumnya. Pasti, jiwanya lagi lagi dibawa.
Tetapi seolah tak membiarkannya panik, suatu gas seperti memeluknya, menyebarkan ketenangan dan kehangatan untuk jiwa yang sudah hampir mati depresi itu.
'Aneh... Kenapa aku dibawa kesini lagi? Kenapa juga ada mata sebesar ini didepan?' Benar. Dari awal dia bangun, mata sebesar papan tulis di kelasnya menatap lekat kearahnya seolah dia adalah kriminal terkejam di dunia.
Lebih anehnya lagi saat dia tidak merasakan emosi apapun seolah seluruh hidupnya terenggut keluar dari raganya. Jejaka itu saling tatap tatapan dengan entitas misterius dihadapannya sampai ada suara bariton masuk ke pendengarannya.
"Saint? Kau baik baik saja?" Suara itu masuk dengan rincian nyanyian lonceng kecil disetiap langkahnya, walaupun ruangan hampa ini tak punya pijakan tetapi tapakannya seolah mengingatkan siapa saja tentang kuasanya.
Pemuda yang memang hanya satu satunya jiwa yang berada disana sontak menengok ke sumber suara dibelakangnya. Mata mati itu membuat pantulan cermin saat melihat sosok yang tampak ikut menatapnya. Serta melihat sosok pria misterius itu membuat jejaka ini teringat kembali dengan buku buku kuno tentang Dewa-Dewi, karena penampilan sosok itu sangatlah anggun dan megah layaknya seorang Dewa.
Baju kuno yang terbuat dari permata sutra terlembut mendekap hangat tubuh sang pria misterius, dengan aksesoris perak, emas dan permata dimana mana. Gelang kaki berlonceng kecil terikat pada kedua kakinya yang tanpa berbekalkan tapakan kaki, mengiringi setiap langkahnya dengan alunan gembira lonceng-lonceng.
Dia sangatlah megah dan terlihat sangat berwibawa, layaknya seorang bangsawan kerajaan bijaksana serta layaknya seorang Dewa yang mendapat gelar kepemimpinan yang hebat.
"... Tetapi aku bukan Saint?" Terbangun dari lamunannya, jejaka itu segera menjawab pertanyaan sosok tersebut dengan nada yang kebingungan. Siapapun tau itu adalah nama gelar milik seseorang tetapi yang pasti saat ini pemuda itu mengira jikalau sosok megah di hadapannya salah panggil.
Sang entitas tak dikenal terkekeh geli dengan suara rendahnya sebelum menjawab, "tidak, aku tidak salah memanggil orang. Kau lah yang ku maksud, Saint." Sang entitas mempersempit sedikit jarak mereka, setidaknya sampai hanya tersisa dua langkah lagi.
"Jangan bilang kau lupa nama panggilanmu?" Walaupun suaranya terdengar berat tetapi pemuda itu dapat merasakan aura positif yang sedikit menguak dari tubuh lawan bicaranya. Melihat ekspresi kebingungan dari yang lebih pendek, sang entitas tersenyum miring lalu berlutut di hadapannya sembari menatap lekat mata yang terlihat mati itu.
"Tidak ingat diriku, hm? Baiklah. Perkenalkan, namaku ———— dengan codename Sinner. Dan aku akan berbaij hati memperkenalkan dirimu. Namamu adalah ———— dengan codename Saint."
•
"Oi, ————! Bangun!" Suara seruan dari seorang pemuda terdengar jelas ditelinga yang sedang terlelap di mejanya. Setelah beberapa detik menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya, jejaka itu perlahan menegakkan badannya dan menguap lepas.
"Hoam... Apa?" Yang sedang ditegur mau tidak mau harus bangun ke alam sadarnya dan menanyakan perihal apa yang hendak temannya katakan. Sedangan yang membangunkan menatapnya dengan tatapan pemarahnya, terlihat pemarah tetapi nyatanya itu hanyalah ekspresi biasanya.
"Apa lagi? Kau tidur selama 3 pelajaran penuh, bodoh. Untung IQ mu tinggi, dasar anak pintar." Pemuda itu membalas dengan ekspresi marah, pemuda bersurai hitam bergaris hijau dengan mata emas ber-eyeliner merah miliknya bangkit dari kursinya yakni tepat didepan bocah pemalas dikelas.
"Ayo makan, otak pintar mu itu perlu di manjakan." Jejaka bermata unik itu menawarkan salah satu tangannya, seolah menawarkan gandengan. Untungnya dibalas baik oleh lawan bicaranya, mereka keluar dari kelas dan berjalan dikoridor bersama sama.
Yang lebih tinggi menatap lantai, otaknya memutar kembali apa yang terjadi sebelumnya. Dia berjalan sembari melamun, karena tangannya sudah aman digenggam oleh temannya. Tetapi saat keduanya menikmati kesunyian diantara mereka, yang lebih tinggi menyeletuk.
"... Siapa aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
•[In Other Univers Of Devastation]•-MR-
Fantasía"Kau tidak seperti ini di ingatanku." "Benarkah? Maka ingatkan aku tentang ingatan itu."