Happy Reading🏹
Malam itu, Bentely memutuskan untuk pergi ke kamar Halfoy. Biasanya, mereka semua tidur di kamar masing-masing, tetapi malam ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bentely, dan ia merasa perlu berada di dekat Halfoy. Mungkin untuk memastikan kembarannya baik-baik saja, atau mungkin hanya untuk merasakan kehadiran Halfoy yang akhir-akhir ini semakin sulit dipahami.
Bentely masuk ke kamar Halfoy tanpa banyak bicara, membawa selimutnya sendiri. Halfoy hanya melirik sejenak sebelum kembali menatap langit-langit kamar, seolah tenggelam dalam pikirannya. Bentely tidak mengatakan apa-apa, hanya meletakkan selimutnya di sisi ranjang yang kosong dan merangkak masuk ke dalamnya, berbaring di samping Halfoy. Kamar itu sunyi, hanya terdengar suara napas pelan dari mereka berdua.
Setelah beberapa saat, Bentely memutuskan untuk memecah keheningan. “Halfoy,” panggilnya pelan, suaranya hampir seperti bisikan. Halfoy hanya menyahuti dengan sebuah deheman singkat, menandakan bahwa dia mendengar.
Bentely menggigit bibirnya, ragu sejenak sebelum melanjutkan, “Apa ada yang mau kau ceritakan padaku?”
Halfoy terdiam, lalu menjawab dengan singkat, “Tidak.”
Bentely tidak menyerah begitu saja. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak Halfoy tiba-tiba mengajak mereka pergi ke Netherrealm. Ia mengumpulkan keberanian dan bertanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih serius, “Mengapa kau tiba-tiba mengajak kita untuk pergi ke Netherrealm?”
Halfoy menghela napas panjang, seolah pertanyaan itu menambah beban yang sudah ia pikul. “Ada yang harus kuselesaikan,” jawabnya dengan nada datar. “Dan... untuk menunjukkan pada kalian seseorang yang sangat mirip dengan kita.”
Bentely terkejut mendengar jawaban itu. Seseorang yang mirip dengan mereka? Siapa? Namun, sebelum Bentely bisa bertanya lebih lanjut, Halfoy sudah memiringkan tubuhnya, membelakangi Bentely. Gerakan itu jelas menunjukkan bahwa Halfoy tidak ingin melanjutkan pembicaraan.
Bentely menatap punggung Halfoy yang sekarang menghadap dinding kamar. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya, tetapi ia tahu bahwa memaksa Halfoy bicara saat ini tidak akan membuahkan hasil. Bentely menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang gelisah.
Namun, ada satu hal yang pasti—Halfoy menyembunyikan sesuatu, dan apapun itu, Bentely merasa bahwa itu lebih besar dari apa yang bisa ia bayangkan. Ia tidak bisa menyingkirkan perasaan cemas yang perlahan menyelimutinya, tetapi untuk saat ini, ia memilih untuk tidak memaksa.
Di sisi lain, Halfoy menutup matanya rapat-rapat, berusaha keras untuk tidur. Namun, pikirannya terus berputar, memikirkan perjalanan ke Netherrealm dan segala yang akan terjadi. Ia tahu bahwa membawa para kembarannya ke sana adalah sebuah keputusan berisiko, tetapi ia juga merasa tidak punya pilihan lain. Ada sesuatu yang harus ia tunjukkan pada mereka, sesuatu yang akan mengubah pemikiran mereka.
Malam itu, setelah percakapan singkat, keduanya akhirnya terlelap. Ketenangn sempat menyelimuti mereka, memberikan jeda sejenak dari beban pikiran dunia. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama ketika Bentely mulai tenggelam dalam mimpi yang aneh.
Dalam mimpinya, Bentely merasa seperti sedang berada di pelataran kastil. Udara malam terasa sejuk, dan aroma asap dari ikan yang dibakar malam lalu masih terasa di hidungnya. Semuanya tampak biasa saja, seperti mengulang kejadian semalam ketika mereka semua berkumpul bersama. Namun, ada sesuatu yang aneh—wajah-wajah yang ada di sekitarnya.
Bentely bisa melihat Savior, Theodore, dan Halfoy di sana, duduk melingkar di sekitar api unggun, wajah mereka diterangi oleh nyala api yang berkerlip. Mereka semua terlihat tenang, seolah tidak ada yang aneh. Namun, ketika Bentely mengarahkan pandangannya lebih jauh, ia melihat sosok lain di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐫𝐫𝐨𝐰 𝐨𝐟 𝐕𝐞𝐧𝐠𝐞𝐚𝐧𝐜𝐞
Fantasía[BAGIAN KEDUA] SELESAI Setelah kematian tragis Caspian, dunia tampak berjalan seolah-olah dia tak pernah ada. Para pangeran yang dulu bersama dan merasakan kehadirannya setiap hari kini melupakan setiap momen dan kenangan tentangnya. Hanya satu oran...