Haii-haii sebelumnya terima kasih sudah membaca cerita abal-abal ini, buat yang mau bacaa ajaaaa >3 sayang nganggur di draft jadi mau publish.
Happy reading! Semoga suka.
Kalau suka, tekan bintang gratis💋Comment tiap paragraf jugaa boleehh>33***
Silauan cahaya dari arah jendela kamarku kini mampu membuatku bangun membuka pejaman mata. Kulihat Mama ada di kamarku sembari membuka gorden jendela. Alih-alih aku bangkit bersemangat melihat HP-ku yang berada di atas nakas samping tempat tidur, untuk melihat pukul berapa sampai aku audah melihat cahaya matahari yang datang.
"Jam enam lewat," aku menoleh ke arah Mama yang menjawab pertanyaan dari pikiranku. Kulihat ke arah jendela, terang sekali. Tak biasanya masih pukul segini matahari sudah memunculkan diri.
"Ih, Mama. Kok aku bisa ketiduran?" aku segera menarik selimut untuk keluar dari tempat tidur, mencari sandal bulu putihku untuk segera menuju kamar mandi.
Sedang Mama yang mendapati ekspresi wajah kesalku, ia langsung tersenyum sembari mencubit kedua pipiku. "Mama... jangan diunyel-unyel."
Mama terkekeh. "Kamu ini, ya. Tadi malam bilang katanya lagi libur, terus minta nggak usah dibangunin, karena nggak salat subuh. Ya Mama nurutlah."
Mendengar penjelasan itu, aku menarik kedua sudut bibirku; tersenyum. Lupa jika kemarin aku datang bulan. "Sudah, nggak usah senyum-senyum gitu. Sana, cuci muka, terus ke meja makan. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu!" Hidungku dicubit singkat oleh Mama. Sudah menjadi kebiasaannya. Wajahku pun ceria, tak sabar segera sarapan masakan Mama.
"Yey! Oke, Ma!" teriakku sembari lari ke arah kamar mandi. Dan Mamaku hanya tersenyum saja sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah berlariku.
***
"INEZZA HINDIRAHAYU! DI MANA SEPATU MILIKKU!?"
Aku yang sedang asyik mencatok rambutku tiba-tiba membulatkan kedua mata lebar. Astaga! Kemarin hujan!
"ABANG, MASIH KUJEMUR DI ATAS PAGAR!" teriakku sembari berlari keluar kamar. Saking paniknya, tingkahku keluar dari pintu rumah itu membuat seluruh yang berada di meja makan menatap keanehanku.
"Jangan marahi adikmu, Barra. Kemarin Mama suruh dia untuk belanja. Dia pulang kehujanan, sepatunya sendiri juga mungkin belum diangkatnya karena kemarin hujan deras." Mama tak bosan-bosan membelaku, dan kini ia membelaku saat aku telah melakukan tindakan gegabah pada barang milik abangku.
Barra Hindirajaya, adalah nama Kakak laki-laki pertamaku. Dia berusia 28 Tahun, tapi wajahnya terlihat awet muda bak anak SMA. Seperti diriku, meski usiaku sudah 23 Tahun ini, aku tetaplah anak manis dan lucu yang bisa disamakan dengan anak-anak usia dini. Menolak remaja, tak mau dewasa. Bahkan sekarang selalu menjadi anak perempuan paling manja di keluarga.
Kini, Barra yang sejak tadi berdiri dengan kedua tangan yang diletakkan di pinggang itu langsung menghela napas pasrah saat mendengar ucapan sang Mama. Ia kembali duduk di meja makan samping Mamanya. "Gak apa-apa, Ma. Salahku yang kemarin sibuk. Jadi meminta Nezza untuk cuciin dan serahin ke Nezza yang urus semua. Jadi, Barra gak bisa sepenuhnya salahin dia untuk masalah ini."
Mama tersenyum sembari mengelus rambut Barra lalu beralih ke punggungnya. "Capek, ya? Tadi malam pulangnya sampai malam banget. Makasih, ya, udah jadi tulang punggung mengganti Papa kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak-Detik
Novela JuvenilPerjumpaan kami di malam itu, rupanya bukan hanya sebuah kebetulan. Melainkan Tuhan telah merencanakan. Kupikir hanya sekilas bertemu. Ternyata aku diperkenankan masuk ke dalam dunia lelaki itu. Setelah sekian lama dipertemukan, baru kusadari, deti...