menanti dibawah pohon cinta

0 0 0
                                    

Di sebuah desa kecil yang tenang, ada seorang wanita tua bernama Sari yang setiap hari duduk di bawah pohon mangga besar di depan rumahnya. Pohon itu telah tumbuh bersama kenangan hidupnya, menjadi saksi bisu penantian panjang yang ia jalani selama puluhan tahun.

Dulu, pohon mangga itu kecil dan rapuh, sama seperti pernikahannya yang baru saja dimulai. Sari menikah dengan Budi, seorang pria sederhana namun penuh cinta. Mereka hidup bahagia, namun kemiskinan membuat Budi terpaksa pergi merantau ke kota besar untuk mencari nafkah yang lebih baik. “Aku akan kembali secepatnya, Sari. Hanya beberapa tahun,” begitu janji Budi sebelum pergi. Sari percaya pada suaminya, dan menunggu dengan sabar.

Tahun demi tahun berlalu, Sari tetap setia menunggu. Awalnya, surat-surat dari Budi datang dengan teratur, penuh harapan dan rencana untuk masa depan mereka. Namun, lambat laun surat-surat itu semakin jarang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Desa mulai berbisik, mengatakan bahwa Budi mungkin sudah lupa atau bahkan telah menemukan kehidupan baru. Namun, Sari menolak percaya. Ia yakin suaminya akan kembali, seperti yang pernah dijanjikan.

Setiap pagi, Sari akan menyapu halaman, membersihkan dedaunan kering di bawah pohon mangga, dan duduk di bangku kayu yang dibuat Budi sebelum pergi. Dia menatap jalan setapak di depan rumahnya, berharap suatu hari akan melihat sosok yang ia rindukan berjalan mendekat.

Waktu terus berjalan, rambut Sari yang dulu hitam legam kini telah memutih, wajahnya yang cantik kini penuh keriput. Tapi matanya masih memancarkan harapan yang sama, harapan untuk bertemu lagi dengan suami yang sangat dicintainya. Orang-orang desa yang dulu sering mengejeknya kini hanya bisa menatapnya dengan simpati. Mereka tahu, Sari tidak akan pernah berhenti menunggu.

Suatu sore, ketika angin sepoi-sepoi berhembus lembut, ada seorang pria tua yang berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Sari. Langkahnya gontai, tubuhnya kurus dan lemah. Namun, di balik semua itu, ada cahaya yang tersisa di matanya. Pria itu adalah Budi, yang akhirnya pulang setelah puluhan tahun menghilang.

Sari yang sedang menyapu halaman tiba-tiba berhenti. Matanya terbuka lebar, jantungnya berdegup kencang. Dia mengenali sosok itu, meskipun waktu telah banyak mengubahnya. Dengan air mata mengalir di pipinya, Sari berlari kecil menuju Budi, merengkuh pria yang telah lama ia tunggu dengan segenap cinta dan kerinduan yang tertahan.

Budi terisak, menyesali setiap tahun yang ia lewatkan jauh dari istri tercintanya. “Maafkan aku, Sari. Aku pulang terlambat,” katanya dengan suara bergetar.

Sari menggeleng pelan, “Kamu tidak terlambat, Budi. Aku sudah menunggumu, dan sekarang kamu di sini. Itu sudah cukup.”

Mereka berdua duduk di bawah pohon mangga, seperti dulu, dengan tangan saling menggenggam erat. Pohon itu kini besar dan rindang, menaungi dua hati yang akhirnya kembali bersatu. Dalam keheningan sore itu, hanya ada cinta yang tak lekang oleh waktu, menunggu untuk kembali ditemukan setelah sekian lama terpisah.

Di bawah pohon cinta yang telah tumbuh bersamanya, Sari tahu bahwa penantiannya tidak sia-sia. Budi telah kembali, dan mereka akan menghabiskan sisa hidup bersama, tak terpisahkan lagi oleh jarak maupun waktu.

Sekian_

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

menanti dibawah pohon cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang