Pada pagi buta yang tenang, saat matahari baru saja mulai muncul dari balik cakrawala, ketukan lembut terdengar di pintu rumah Freya. Suara ayam berkokok di kejauhan menambah kesan awal hari yang damai. Tanaman lidah buaya di samping pintu rumah, masih basah oleh embun pagi, menyambut kedatangan siapa saja.
Freya, yang sudah siap dengan pakaian olahraga dan sepatu hitamnya, mendengar ketukan itu. Ia sedang duduk di meja makan sambil menikmati sarapan cepat, ketika ibunya, Karen, yang sudah siap dengan dompet kecil berwarna cerah, memasuki ruangan.
"Frey! Itu ada siapa di luar? Ayo, cek!" seru Karen dengan semangat yang menular.
Freya mengangguk sambil melirik jam tangannya. "Sebentar, mi!" jawabnya, mematikan televisi terlebih dahulu lalu bangkit berdiri dari kursi dan menuju pintu.
Saat Freya membuka pintu, ia disambut oleh sosok Mackenzie yang berdiri di depan pintu dengan sepeda di tangan. Mackenzie tersenyum lebar, rambutnya sedikit berantakan karena tertiup angin pagi.
“Mau berangkat bareng?” tanya Mackenzie ceria, sambil menunjukkan sepedanya yang sudah siap.
Freya membalas senyumnya dengan senang hati. "Boleh! Aku udah siap, kok." Ia melangkah keluar, lalu menutup pintu dengan lembut.
Karen, yang baru saja menoleh dari dalam rumah, terlihat penasaran. "Loh, siapa yang ketok?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.
"Temen aku!" jawab Freya sambil melambaikan tangan sebelum meninggalkan rumah.
Freya segera melompat ke atas sepeda yang disiapkan Mackenzie, siap untuk memulai hari. Mereka berdua mulai bersepeda melalui jalanan yang dipenuhi ibu-ibu yang sedang sibuk berbelanja di pasar pagi. Ibu-ibu itu tampak penuh semangat, dan beberapa dari mereka tersenyum ramah kepada Freya dan Mackenzie.
Tak lama setelah itu, saat Karen melintas, ia melambatkan kecepatan sepeda mereka dan menundukkan kepala sebagai bentuk hormat. Salah seorang ibu dengan senyum lebar dan mata berbinar bertanya, “Eh, itu Freya sama pacarnya ya, Mbak?”
Karen, yang kebetulan melintas dengan mobilnya, mendengar komentar tersebut dan menurunkan jendela mobil. "Pacar? Oh, itu mungkin teman cowoknya Freya!" Karen tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. "Lucu sekali!" tambahnya dengan nada penuh kasih sayang.
Karen melanjutkan perjalanan dengan mobilnya, sementara Freya dan Mackenzie, yang belum menyadari kejadian tersebut, terus bersepeda menuju destinasi mereka, menikmati pagi yang cerah dan penuh semangat.
***
Suara riuh memenuhi anak tangga menuju ruang latihan. Para murid tetap semangat meskipun hari sudah semakin sore. Setibanya di ruang latihan, mereka langsung berpencar sesuai kelompok. Beberapa kelompok berkumpul di satu sudut, sementara yang lain mulai menyebar.
Oes dan Jade menuju ke pojok ruang latihan dan melihat Cheri sedang berbincang dengan Gavriel.
"Hei, gimana kalau kita coba alatnya hari ini? Mungkin sudah berfungsi," kata Oes dengan antusias.
Cheri menoleh dari Gavriel dan mengangguk. "Tunggu teman-teman yang lain datang dulu, ya."
Oes mengangguk. Beberapa saat kemudian, Denzel dan Raffael tiba di ruang latihan.
"Raff, tolong ambilkan sensor gerak LED-nya," kata Jade.
"Sensornya yang mana?" tanya Raffael sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sensor gerak LED yang kita buat," jawab Oes, menambahkan penjelasan sebelum Jade sempat membuka mulut.
Raffael segera berlari mengambil sensor gerak LED dari tempat penyimpanan. Sementara itu, yang lainnya mulai menyiapkan alat-alat lainnya yang diperlukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMP Floor 1997
Fiksi RemajaSMP Floor 1997-- "Ini bukan tentang siapa, tetapi tentang keadilan." • Joebartinez, 1910, setelah penegakkan hukum yang dianggap kurang adil dalam kematian Gartinez. Cerita ini mengikuti kehidupan sekelompok remaja di SMP Flores, sebuah sekolah yan...