Vote dulu!
.
.
.
Gue sama Nando itu temen sebangku, rumah kami juga deket, yang paling deket pokoknya ketimbang jarak rumah gue ke rumah Hengki atau Noah.
Bahkan nggak jarang kami pulang pergi sekolah boncengan. Kaya sore ini, gue pulang bareng Nando karena tadi pagi dia juga jemput.
"Mampir beli gitar ya, Dip," ajaknya sambil pasang hlem dan cengengesan.
"Aseek ... pasti hasil duit tabungannya banyak nih," ejek gue juga sambil pasang hlem.
Nando ketawa dan naik ke motornya. Gue tahu dia pasti lagi bahagia banget, karena angannya buat beli gitar kesampaian juga hari ini, gue tahu seberapa usaha dia ngumpulin duit jajannya, sama sekali nggak dia pake dan yang kaya kalian tahu, dia nyampe kadang jual gue juga buat sekotak bekal makan siang kaya kemaren kan? Jahat emang, tapi nggak apa-apa, gue ikut makan juga.
"jajan juga tapi nggak nih nanti?" Gue juga naik ke jok belakangnya.
"Ya tergantung nanti sisa apa nggak ... kalau sisa gue jajanin, deh!"
"Aseek ...," Gue semangat.
Singkat cerita kami beneran mampir ke toko gitar, udah masuk dan gue cuman keliling-keliling doang sambil ngangguk-ngangguk dan gendong tangan sok ngamatin sambil nunggu Nando konsultasi sama si pemilik toko.
Gue nggak paham soal alat musik, tapi gitar-gitar di sini keliatan mengkilap semua, gue nggak tahu bedanya.
Nyampe tiba-tiba si pemilik toko sama Nando nyebelahin gue dan ambil satu gitar yang tadi gue lirik sekilas.
Gue cuman liatin doang itu manusia dua si pecinta seni musik saling ngomong, intinya begitulah ... yang gue tangkap Mas Nando nyari gitar akustik. Dan yang diambil tadi adalah gitar yang desain badannya ada lubang ditengah, punya leher yang panjang untuk fret, sama kepala buat ngatur kuat senar.
"Itu akustik?" Gue ikut nimbrung biar keliatan kek orang bener masuk toko gitar. Musisi lah ceritanya biar keliatan keren dikit.
Nando sama si pemilik toko noleh ke gue kompak.
"Oke lanjutin!" Gue kikuk dan persilahkan mereka lagi buat lanjut. Keliatan banget begonya gue kayaknya.
"Jenis kayu menghasilkan karakter suara yang berbeda-beda pula, Mas ...," jelas si pemilik toko ke Nando.
Nando ngangguk-ngangguk sambil nerima gitar yang tadi diambilin.
"Tergantung, dari jenis kayunya suara yang dihasilkan bisa hangat, nyaring atau lembut," lanjut si pemilik toko.
"Ini dari kayu apa, Mas?" Nando tanya sambil ngamatin tuh gitar.
"Mahoni, ini bagus, Mas ... nada yang dihasilkan lebih dalam, hangat, terkontrol, dan sustainnya baik, jadi suara yang dihasilkan lebih stabil." Diketuk tu bodi gitar sama si pemilik toko satu kali buat nunjukin itu serat kayu mahoni.
"Sustain apaan?" bisik gue lirih ke Nando kepo.
"Ketahanan getaran senar," jawab Nando datar sambil terus ngamatin tu gitar.
Bikin si pemilik toko senyum ke gue. Si pemilik toko masih muda, mas-mas yang usianya kisaran baru 23 atau 24, 25 tahunan lah.
Gue nyengir makin kikuk. "Bukan ahli musik saya, Mas."
"Keliatan," kekeh si pemilik toko makin lebar. "Atau mau yang ini?" Dia beralih lagi fokus ke Nando dan ambil salah satu gitar yang lain, kali ini warnanya lebih terang dan pucat dari yang dipegang Nando. "Ini dari kayu spruce, nada yang dihasilkan halus, hangat, tapi kurangnya nggak terlalu bright,"
"Bagus ini sih," Gue masih milih yang masih di tangan Nando.
"Atau mau yang ini?" Si pemilik toko ambil satu lagi. Kali ini warnanya lebih gelap dari yang Nando pegang. "Ini dari kayu rosewood, bagus banget ini, Mas ... yang paling bagus, hasil suaranya hangat, resonansi dan volume juga gede. Suaranya jernih, pokoknya nada treble-nya baik, bagus banget pokoknya." Dikasih lah itu gitar dari kayu rosewood ke Nando. "Atau mau dicoba-coba dulu? Biar pas mau pilih yang mana."
Dan dicobainlah satu-satu gitar tadi sama Nando, gue nggak tahu, tapi hasil akhir Nando bungkus yang dari mahoni.
Kami pulang ke rumah gue dan Nando coba lagi gitarnya di kamar gue sekarang dengan duduk di tepi ranjang. "Lumayan lah ...," katanya.
"Kenapa lo ambil yang itu? Kalau kata gue bagusan yang dari rosewood," Gue ganti kemeja seragam OSIS sama kaos merah gambar sinchan di pojok dada kiri.
"Lo mau gue jual lebih sering lagi ke cewek-cewek yang suka dandanin lo?"
Gue pasang muka datar. "Penjahat,"
"Ya udah mending gue beli ini dulu aja, kan?" Dia sett lagi senar-senarnya dan cuekin gue.
"Ini dulu?!" beo gue. "Berarti lo ada niat jual gue lebih sering lagi?"
Dia kedikin bahu sambil nahan tawa dan mulai metik dawai gitarnya.
"Anak babi emang," umpat gue. "Dah lah sono, gue mau tidur bentar," Gue rebah ke ranjang lalu tertelungkup.
"Dip, kebayang nggak kalau suatu saat gue jadi musisi besar?" tanyanya.
"Kebayang ...," jawab gue setengah merem. "Nanti gue ikut lo manggung," Gue ngelantur.
"Ikut megangin kabel ya?"
"Gak! Megangin tangan pacar lo di belakang panggung,"
"Lah kan lo pacar gue?" Dia noleh ke gue kasar.
"Homo anjing!" Acuh gue tetep tertelungkup.
Nando ketawa. "Tapi gue di sini dulu nggak masalah, kan?"
"Berisik banget lo, orang biasa di sini juga," Gue hadapin muka ke dia sambil merengut tautin alis.
"Ya kan sambil main gitar, Dip," sendunya.
"Ya udah, main tinggal main ... dah ah! gue mau tidur bentar!" Gue yang masih tertelungkup ini palingin muka lagi dari dia akhirnya.
"Ya udah, sambil lo tidur sore, lo dengerin dawai gitar gue," Dan dia mulai metik gitarnya.
Gue nggak tahu itu lagu apa, tapi vibenya tenang, hangat dan gue nyaman.
Sama Nando tanpa suara dawai gitar juga sebenernya gue udah nyaman, Nando itu tenang, meski kadang sama aja kaya Hengki dan Noah yang jahil dan petakilan, tapi dari mereka bertiga temen gue, cuman Nando yang gue rasa paling dewasa dalam bersikap. Dia punya selera musik yang bagus, dan seperti yang kalian tahu, di masa depan dia pengin jadi musisi terkenal.
Beda dia sama ayahnya yang seorang abdi negara, sebenarnya di rumah Nando dididik keras dan disiplin, Nando juga pernah bilang kalau ayahnya pengin Nando ngikutin jejaknya sebagai abdi negara.
Tapi jiwa Nando bertolak belakang dengan itu semua, dia selaras dengan seni, yang gue tahu, Nando pecinta musik, dia juga seorang pelukis yang baik.
Jadi tanpa gue ceritain kenapa Nando bawa gitarnya dulu ke rumah gue, ya karena itu, dia dilarang bermusik.
Tbc
Pelan-pelan ya ygy ... ini project gue aja biar kembalinya gue bisa nulis lagi.
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipta and 3 Idiots
Teen FictionCuman nyeritain Dipta dan tiga cowok absurd yang hobi ngintilin dia ke mana-mana. "Cool-cool gini gue juga pengin di utututu tayang ... mau nen? gitu juga kali," -Hengki "Gue emang nggak punya banyak harta, tapi semisal gue punya duit 1juta dan lo m...