03. Misi Pencaharian.

663 108 9
                                    

Ronand menepikan mobilnya di depan rumah besar yang ada di dalam perumahan mewah. Rumah yang dulu selalu ia singgahi untuk bertemu dengan mantan pacarnya. Iya. Siang ini Ronand datang ke rumah orangtua Sasa untuk bertemu dengan Satya, abang Sasa.  Ronand yakin, Satya pasti tau dimana keberadaan Sasa.

Ronand melepas seatbelt yang melilit tubuhnya, lalu bergegas keluar dari mobilnya, melangkahkan kakinya masuk ke dalam teras rumah itu.

Tok. Tok. Tok.

Dengan raut wajah cemas nya, Ronand mengetuk pintu rumah itu. Huh. Semoga saja kedatangannya kali ini di terima dengan baik.

Ceklek.

Tak lama, pintu rumah itu terbuka lebar. Seorang lelaki keluar dari rumah itu. Satya. Iya. Sesuai harapan Ronand, bahwa Satya yang membuka pintu rumah itu.

Raut wajah Satya yang semula tenang, kini memerah, seperti sedang menahan emosi. Tangannya terkepal kuat. Rasanya, Ia ingin sekali menonjok pipi laki - laki yang ada di hadapannya itu.

"Pergi." usir Satya.

"Bang, gue mau ngomong sebentar sama lo, Bang. Gue cuman mau tau, Sasa sekarang tinggal dimana? Lo pasti tau, kan?" ucap Ronand.

"Buat apalagi lo cari adik gue, setelah lo buang dia?! Belum puas lo sakitin hati adik gue?! Belum puas lo hancurin masa depan adik perempuan gue?!" maki Satya.

"Bang, gue sadar kalau gue salah. Gue tau kalau semuanya udah terlambat, kalau gue ingin bertanggung jawab. Gue benar - benar mau ketemu sama Sasa, Bang. Gue mau ketemu sama anak gue," ucap Ronand.

"Bisa lo ngomong tentang anak lo, Nand, setelah lo minta adik gue untuk gugurkan kandungan dia, waktu itu? Dia bukan anak lo. Dia adalah anaknya Sasa. Sasa yang membesarkan dia sendiri, Nand, tanpa bantuan siapapun. Dia yang memperjuangkan anak itu. Bisa lo ngomong kalau dia anak lo, sekarang?" ucap Satya.

"Gue akui gue salah, bang. Tapi gue mau memperbaiki semuanya. Mau bagaimanapun, gue adalah ayah atas anak Sasa. Anak itu tetap membutuhkan peran gue dalam hidupnya." ucap Ronand.

"Bullshit! Anak itu gak butuh lo, Nand. Dia bisa bahagia walaupun hidupnya cuman berdua sama Sasa." ucap Satya.

"Jangan usik kebahagiaan yang sudah adik gue ciptakan atau lo nantinya akan berurusan sama gue. Hidup dia udah terlalu banyak luka. Gue akan jadi garda terdepan dia, kalau ada orang yang ingin jahat dan sakiti hati dia." ucap Satya.

Ronand mengalihkan pandangannya ke arah tangan Satya yang semakin terkepal kuat. Mata lelaki itu juga kini mulai memerah, seperti ingin meluapkan emosinya.

"Pukul gue, bang. Tampar pipi gue. Keluarin semua emosi lo. Gue pantas mendapatkan perlakuan itu semua, bang," ucap Ronand.

Satya memukul wajah dan perut Ronand dengan membabi buta, melampiaskan semua emosinya yang terpendam selama ini. Ronand hanya diam, tak memberikan balasan apapun. Setelah lelaki itu tersungkur di lantai, barulan Satya menghentikan aksinya.

"Gue gak akan membiarkan lo ngusik hidup adik perempuan gue lagi!" tekan Satya.

Satya masuk ke dalam rumahnya, lalu kembali menutup pintu rumahnya itu. Ronand memejamkan matanya. Sesuai dugaannya, Satya tidak akan semudah itu memberitahu dirinya dimana keberadaan Sasa.

"Apa ini teguran karena aku sudah menyia - nyiakan kamu, Sa? Aku harus cari kamu kemana, Sa?" batin Ronand frustasi.

Ronand beranjak berdiri. Dengan langkahnya yang tertatih, Ronand melangkahkan kakinya mendekati mobilnya, masuk ke dalam mobilnya itu.

Ronand menyalakan mesin mobilnya, melajukan mobilnya itu meninggalkan pekarangan rumah orangtua Sasa, menyusuri jalan ibu kota, entah dirinya sekarang ingin pergi kemana.

Second Chance. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang