15. Nyata

1 0 0
                                    


Ranua berpikir. Bahwa semua ini harus diluruskan. Ia ingin hidup tenang dan berbahagia. Ranua memutuskan kerja di Kota yang jauh untuk sementara waktu. Tempat tinggalnya masih penuh dengan kebodohan. Ia tidak cukup mental untuk kembali merenungi kebodohannya.

Ranua bertekat, dikebetulan mana pun dan ditempat manapun yang bisa membuat mereka berbicara akan Ranua akhiri. Akan Ranua selesaikan.

Tuhan memang baik. Baru saja Ranua bertekat. Benang takdir mereka dipertemukan di kereta. Di gerbong yang sama. Di bangku yang hanya berjarak dua. Dan kebetulan kosong.
"Kita ketemu lagi." Ucap Ibay.

Ranua tersenyum kecil.
"Mau kemana btw?"

"Ke kampus mau bimbingan. Lo?"

"Mau kerja"

Ibay hanya mengangguk. Lalu bermain ponsel sebentar sebelum melihat pemandangan dari jendela kereta. Mungkin ini akan menjadi perjalanan terpanjang. Ranua diam. Pikirannya masih berusaha hanya untuk menyusun kata yang entah bisa terucap ataukah tidak.

Ranua merasa menyia-nyiakan kesempatan. Selama perjalanan Ranua hanya bisa diam dan berperang dengan pemikirannya sendiri. Kini rasanya sia-sia Tuhan mengabulkan doanya.

"Kita pisah di sini ya Nua? Maaf ya, Gue buru-buru. Oh iya ini buat Lo" Ibay menyerahkan sesuatu pada Ranua.

"Take care."  Salam Ranua. Rasanya aneh jika seorang Ranua tidak beramah tamah.

Ranua menunduk. Menatap sesuatu yang diberikan oleh Ibay. Ternyata sebuah undangan.

"Jangan lupa datang!" Teriak Ibay pelan. Bersyukur jaraknya keduanya baru 5 langkah.

Ranua mendongak. Ranua pikir Ibay sudah pergi. Tapi bocah itu seperti menunggu Ranua merespon apa pemberiannya.  Ranua kembali memandang Ibay. Laki-laki itu sudah hilang di tengah-tengah kerumunan penumpang yang turun.

Jadi begini ya rasanya sendirian, ditinggalkan dan bertepuk sebelah tangan secara nyata?

Dahulu memang ia juga demikian. Tapi ditinggal nikah seseorang yang baru saja kembali menumbuhkan cinta dihatinya sangat menyakitkan.

Kembali Ranua menyalahkan dirinya sendiri. Salahnya sendiri yang mudah kembali jatuh cinta. Jelas sekali seorang Ibay tidak akan pernah teraih dan juga memiliki rasa kepadanya. Bodoh! Ranua bodoh!

Harusnya hati kecil Ranua tidak keras kepala yakin bahwa mereka pernah saling. Ternyata waktu yang dikiranya membuat mereka kembali singgah, ternyata hanya membuat lengah. Perasaan yang dikira lama hanyalah semu semata. Ataukah hati kecil Ranua yang menolak tidak adanya cinta?

Ranua terus berjalan. Bahkan mungkin dirinya tidak sadar bahwa hujan sudah membasahi tubuhnya.
"Katanya udah move on? Kenapa nangis?" Ucap Ranua pada dirinya sendiri .

***

Beginikah rasanya jatuh dan terperosok. Harus tersenyum lebar, padahal hatinya porak poranda. Tidak ada yang pantas disalahkan atas kesakitan Ranua, kecuali dirinya sendiri.

Siapa yang menyuruhnya kembali menaruh hati tanpa ada yang meminta. Siapa yang menyuruhnya selalu berkata nggak apa apa padahal terbebani. Siapa juga yang menyuruhnya keras kepala datang dan bersua disini.

Sudah benar. Pergi dan meninggalkan 1000 cerita yang hanya dapat dikenang. Toh kenangan tidak bisa diulang.

"Lo kok diam aja sih Nua?" Tanya Yura setelah bebas mengobrol dengan Niva.

Ranua hanya tersenyum lalu kembali fokus pada tab dan ponselnya. Sungguh ponsel dan pekerjaan ini hanyalah pelarian.
"Weekend kayak gini Lo masih kerja?" Tanya Yura.

Ranua membawa Yura duduk lebih ketepi.
"Iya. Urgent."

Yura tersenyum.
"Lo bohong."

Ranua memutar bola matanya malas.
"Udah tau Gue sibuk. Ulah siapa ya yang ngajak gue ke sini?"

"Hehe gue gabut ditinggal Pram."

Ranua memutar bola mata malas.

"Yaudah sih jangan marah!"

Ranua hanya bergumam. Sejak tadi dia lari ke pekerjaan supaya bisa punya menyusun kata ucapan dikepalanya untuk beberapa hari lagi.

"Gimana perasaan Lo beberapa hari lagi ke nikahan mantan crush? 8 tahun lagi?" Tanya Ranua.

Yura memincingkan mata.
"Lo lupa Gue udah nikah? Ngapain bahas mantan"

"Ya kan Lo lama sukanya njir. Tapi bersyukur deh Lo cinta mati sama Pram"

"Sialan!"

"Dih B word. Gue aduin suami Lo kapok!"

Yura menengok kanan kiri.
"Bukannya pertanyaan tadi harusnya buat Lo ya?"

Ranua tiba-tiba berhenti menscroll tab nya.
"Lo nggak salah?"

"Lo juga suka sama Ibay ya. Lo ngaku pas dirumah Gue!"

"Udah masalalu Yur. Nggak penting."

"Btw Lo kenal calonnya nggak?"

"Enggak? Lo kenal? Temen kuliahnya kali."

"Yaudah jangan telat Lo lusa, see youuu budak korporat"

"Emang Lo di undang?" tanya Ranua, pasalnya, undangannya saja dikirim di empu acaranya langsung dan Yura pun sudah lost contact. Melihat fakta itu, Ranua ragu Yura di undang.

"Di undang dong laki gue. Kemarin bilang 'yang lusa temenin kondangan ya, ada undangan tuh dari Ibay' gitu katanya" jelas Yura.

Ranua lupa fakta bahwa Pram adalah teman Ibay juga.
"Yaudah sih, see lusa. Gue pamit duluan ada urusan." ujarnya sambil beberes untuk pergi duluan. Beberapa menit yang lalu, atasannya minta revisi hari ini juga. Sungguh menyebalkan, apa itu hari libur?

"Jangan lupa bawa undangannya Nua, buat check in tamu. Lo kebiasaan lupa."

Ranua hanya mengangguk. Sebenarnya Ia lupa menaruhnya dimana, bahkan undangan itu belum sempat Ia buka. Buat apa juga membuka sesuatu yang menyakitkan. Sepertinya Ranua akan berpikir ulang untuk tidak pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hai Ibay!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang