kehadiran yang tidak diharapkan

52 13 0
                                    

1986, tahun bulan Kristal

Di sebuah ruang kelas yang sederhana, para siswa duduk di kursi masing-masing, beberapa terlibat dalam obrolan ringan. Namun, perhatian banyak orang tertuju pada Mingrui, pemuda di kursi depan yang tengah menjadi bahan pembicaraan.

“Lihat orang itu, dia aneh,” bisik seseorang dengan nada meremehkan.

“Aneh kenapa?” jawab temannya dengan penasaran.

“Dia tidak bisa menghasilkan pheromones. Bahkan statusnya diragukan,” kata yang pertama dengan nada sindiran.

“Bukankah statusnya alpha?” timpal yang lain.

“Ah, ternyata dia alpha cacat. Sayang sekali, padahal wajahnya tidak buruk,” jelasnya sambil menggelengkan kepala, menambah kesan meremehkan.

Mingrui mendengar semua bisikan tersebut. dia sudah terbiasa dengan gosip semacam ini, dan kali ini rasa sakitnya tidaklah lebih mendalam. Dia memilih untuk tidak merespons, berharap bisikan-bisikan itu mereda. Lagipula, apa yang mereka katakan memang ada benarnya. Statusnya sebagai alpha tidak seperti yang diharapkan banyak orang.

Tahun lalu, sebelum tes second gender diadakan, Mingrui adalah sosok yang ceria, penuh energi, dan dikenal sebagai social butterfly. Namun, ketika keterlambatan pertumbuhannya mulai terlihat dan usia 17 tahun berlalu tanpa tanda-tanda Rut, sikapnya berubah drastis. Keceriaannya memudar, dan dia mulai menjauh dari lingkungan sosialnya. Orang-orang mulai mengeluh dan merasa tidak puas. Seharusnya Mingrui yang merasa tidak puas, tetapi masyarakat sekelilingnya jauh lebih tidak puas padanya daripada dirinya sendiri.



Mari kita kembali pada kejadian satu tahun lalu.

Suatu hari, Mingrui memasuki ruang pengujian gender kedua dengan perasaan campur aduk. Ruangan itu dipenuhi dengan murid-murid yang juga menunggu hasil tes mereka. Setiap bisikan dan tatapan terasa seperti penilaian terhadap dirinya. Ketika namanya dipanggil, dia melangkah maju dengan jantung berdegup kencang, memegang kertas hasil tes dengan tangan bergetar.

Petugas penguji, seorang wanita dengan ekspresi datar, membuka amplop dan mulai membacakan hasil tes Mingrui. Suaranya terdengar jelas di seluruh ruangan, “Mingrui, hasil tes gender keduamu menunjukkan bahwa status gender keduamu tidak teridentifikasi. Kamu juga tidak memiliki pheromones yang dapat terdeteksi oleh orang lain. Dengan kata lain, pheromones-mu tidak dapat dicium oleh siapa pun.”

Kata-kata tersebut bagaikan petir di siang bolong bagi Mingrui. Hatinya terasa hancur mendengar bahwa statusnya tidak teridentifikasi dan dia tidak memiliki pheromones yang dapat tercium oleh orang lain. Segera setelah pengumuman itu, ruangan dipenuhi dengan bisikan sinis dan ejekan.

“Jadi dia benar-benar tidak punya pheromones sama sekali dan statusnya juga tidak jelas,” bisik seseorang dengan nada mengejek, menyebabkan beberapa siswa di sekelilingnya tertawa kecil.

“Tidak heran dia tidak layak. Dia cacat, dan tidak ada yang lebih aneh dari itu,” ujar yang lain dengan nada meremehkan.

Mingrui merasa sakit hati setiap kali mendengar bisikan dan cemoohan itu. Rasa malu dan kekecewaan yang mendalam menghantui setiap langkahnya. Ketika dia meninggalkan ruangan, dia merasakan tatapan-tatapan sinis dan bisikan-bisikan yang terus mengikuti jejaknya.

Rumor cepat menyebar, bagaikan wabah penyakit.

Dia merasa seperti terjebak dalam labirin kegelapan, tanpa jalan keluar yang jelas. Mingrui mulai mempertanyakan dirinya sendiri dan bertanya-tanya mengapa Moongoddess menciptakannya seperti ini. Kenapa dia tidak bisa seperti orang lain? Kenapa harus memiliki status yang tidak teridentifikasi dan pheromones yang tidak ada?

Di tengah kepedihan batin itu, Mingrui hanya menginginkan satu hal—untuk diterima. Dia ingin menjalani hidup dengan damai, jauh dari penilaian dan stigma yang menghantui dirinya. Namun, kenyataan yang dia hadapi adalah dunia yang tidak memberi banyak ruang untuk perbedaan, dan dia harus berjuang melawan hierarki dan stigma yang tidak adil. Dia hanya ingin menjadi bagian dari masyarakat, diterima tanpa syarat, dan menjalani kehidupan yang normal, tetapi dunia tampaknya tidak memberikan tempat bagi seseorang seperti dirinya.

Dan kemudian dirinya memutuskan untuk tidak pernah menyukai sistem second gender.

Dia membencinya.

a different Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang