14 - Growing a Courage

2 2 0
                                    

~~~~~~~~~~

Disaat Vicario bersama Carlo, Andre, dan Calvin naik tangga menuju kelas, tiba-tiba Vicario bertemu dengan Patrick yang kebetulan juga berpapasan di tangga. Vicario pun langsung memisahkan diri dari Carlo dan menuju bersama Patrick untuk menceritakan sesuatu.

"Oi, Vic. Ada apa lo mau nemuin gue? Kok gak bareng mereka lagi?" tanya Patrick.

"Biasalah. Namanya juga ada sobat yang lagi mau berbagi cerita." Vicario menepuk bahu kiri Patrick.

"Wah wah wah, kelihatannya lo ada cerita menarik tuh. Pasti tentang Kak Vio."

"Iya dong. Kebetulan nih, gue tadi sebelum senam udah sempat sih ketemu dan ngobrol sebentar sama dia," kata Vicario dengan nada percaya diri.

"Terus? Gak ada something special gitu?"

"Sebenarnya ada sih. Hmm...tapi gimana ya."

"Kenapa, Vic? Lo kalau butuh sesuatu, cerita aja. Gue selalu siap bantu kok apapun yang lo mau."

"Gue sih sebenarnya udah hampir mau ungkapin perasaan gue sama dia. Cuma gue nih gugup mulu, tiap kali udah mau bilang suka pasti ada aja yang menghalangi. Jadinya gagal mulu deh mau bilang semuanya ke dia. Gue mesti gimana biar gak gugup?" tanya Vicario dengan ragu.

"Ehem...ehem...ada yang detik-detik mau jadian nih. Ditunggu loh traktirannya. Btw ya, lo kalau mau ungkapin perasaan tuh jangan nanggung-nanggung. Biarpun lo gak bakal tau gimana jawaban dia nanti, yang penting lo udah ungkapin semua perasaan lo dan dia udah tau semuanya."

"Iya juga sih. Tapi gue nih pesimis mulu ngebayanginnya. Takutnya semua keadaan malah berubah kalau gue udah selesai ungkapin perasaan."

"Jangan menyerah, Vic. Apapun resiko dan perubahan yang lo hadapi nanti, setidaknya lo udah berhasil ungkapin semua yang lo pendam selama ini sebelum terlambat. Selama lo dekat sama dia pasti lo udah tau dong gimana sikap dia ke lo selama ini, lo juga tetap harus yakin."

"Asal tau, Pat. Cewek tuh kalau asik buat diajak ngobrol bukan berarti dia juga bakal punya perasaan kan? Bisa aja mungkin dia hanya senang sebagai teman, gak lebih." Vicario berpendapat dengan penuh keraguan.

"Memang kebanyakan cewek tuh susah ditebak. Tapi kalau yang ini, gue juga yakin kok kalau Kak Vio pasti juga suka sama lo. Padahal Kak Vio tuh juga banyak yang ngincar loh disini. Tapi kalo tau-tau dia cuma pilih lo, berarti lo bakal jadi cowok spesial di sekolah ini. Asik."

"Ah bisa aja lo, Pat. Pokoknya gue gak bakal nyerah buat dapatin Kak Vio sebelum terlambat. Gue bakal selalu ingat kok sama apa yang pernah lo bilang waktu itu. Makasih ya udah bantuin gue dan selalu ngedukung gue walaupun keadaannya harus sembunyi-sembunyi gini."

"Gak perlu dipermasalahkan biarpun kalian bakal backstreet nanti. Tapi, gue saranin kalian jangan lama-lama backstreet-nya, kasihan Kak Vio nya. Masa mau berduaan aja malah terus-terusan harus sembunyi-sembunyi kayak buronan."

"Iya deh. Biarpun gue sama dia ada perbedaan yang menonjol, ada banyak halangan disini, gue gak masalah. Gue bakal tetap jalani apa adanya asalkan gue bisa bahagia sama dia."

"Ya udah. Semangat terus, Vic. Pokoknya lo gak usah dengarin kata-kata buruk dari orang lain. Yuk buruan ke kelas, entar keburu datang pula Bu Sari."

Lalu, Vicario dan Patrick langsung dengan terburu-buru berjalan menuju kelasnya sebelum Bu Sari juga hendak masuk kelas.

~~~

Suasana kelas Vicario juga terlihat hening saat itu. Semua teman-temannya pada fokus mengerjakan soal ulangan harian Sosiologi yang cukup panjang jawabannya dan bercabang.

Vicario baru saja menyelesaikan lima diantara sepuluh soal isian yang jawabannya bisa dibilang cukup panjang. Namun, kefokusannya seketika tertatih karena selalu memikirkan bagaimana dirinya harus bisa menjadi lebih berani untuk mengungkapkan perasaannya kepada Violetta di lain hari. Sehingga tanpa disadari, pena yang awalnya dia genggam di tangannya perlahan-lahan terlepas dan terjatuh di atas meja kemudian menggelinding hingga terjatuh lagi dari meja.

"Ya ampun." Vicario berlirih kaget lalu mengambil pena-nya yang terjatuh dari meja. Dia berusaha untuk fokus mengerjakan soal ulangannya dulu hingga selesai. Waktu hanya tersisa lima belas menit.

Gracia yang duduk dua langkah di sebelah kirinya Vicario tiba-tiba meliriknya pelan. Entah kenapa dia berpikir dirinya merasa seperti ingin mencari tahu tentang Vicario yang dikenal sebagai cowok misterius tersebut.

Meskipun dirinya juga dikenal belum memiliki perasaan tertarik sama cowok satupun, tapi di sisi lain dia merasa karena Vicario memiliki sifat yang hampir sama dengannya membuat dia juga ingin mengenal Vicario lebih jauh meskipun dia hanya cowok biasa. Di saat itulah Gracia mulai merasa bimbang karena selalu kepikiran tentang hal yang harusnya gak ingin dia pikirkan selama ini.

Tak ingin dirinya dicurigai, Gracia langsung mengumpulkan kertas ulangannya ke Bu Ika. Hal itu sudah biasa terjadi di kelas ketika sedang melaksanakan ulangan dan ujian sehari-hari. Meskipun dirinya tidak se-menawan Violetta, namun gelarnya sebagai bintang kelas dan keahliannya dalam bermain basket dan modern dance membuat dirinya juga cukup populer di SMA Madeleine ini. Selain itu, Gracia juga termasuk dalam golongan keluarga yang dikenal sangat tajir karena papa-nya yang berprofesi sebagai pengacara internasional dan mama-nya yang berprofesi sebagai psikolog sukses di Jakarta.

"Kunaon sih akhir-akhir ini aing teh bawaan na mau kepoin Vicario mulu? Padahal eta juga kelihatan gak ada apa-apanya dibanding sama cowok lain," batin Gracia. "Ah udalah ngapain sih dipikirin. Tapi di sisi lain, anak itu bawaannya bikin penasaran mulu deh. Apalagi dia kan selalu dingin kalau diajak ngomong sama cewek. Cuma sama Elinda dia bisa seakrab itu. Tapi Elinda juga sekarang udah punya pacar, terus Vicario gimana atuh jadinya? Gak mungkin juga kan cari teman cewek yang lain. Apa mungkin gue bisa dapat kesempatan ya buat kenalan sama dia lebih jauh? Justru kalau cowok yang jarang dekat sama cewek, kesempatan untuk dekat tuh malah lebih luas dan jarang sih terjadi yang namanya tikung-tikungan. Eh kok jadi mikirin tikung-tikungan? Aing tah cuma mau berteman sama dia kali, bukan lebih."

Tak lama kemudian, semua murid juga langsung beranjak dari tempat duduk dan mengumpulkan kertas ulangannya masing-masing ke meja Bu Ika seiring waktu ulangan juga telah habis. Setelah semuanya selesai mengumpulkan kertas ulangan hariannya, Bu Ika langsung merapikan semua barang-barangnya dan kemudian berpamit untuk meninggalkan kelas.

"Gue pengen banget memulai obrolan sama Vicario, cuma gue gugup nih. Jadi aing kudu kumaha?" gumam Gracia sambil menatap Vicario secara diam-diam.

Ketika Gracia hendak melangkahkan kakinya perlahan-lahan menuju tempat duduk Vicario, tiba-tiba Helen datang menyamparnya. "Hei, Gracia."

"Eh, Helen. Sia mah bikin kaget wae."

"Hahaha. Cepat juga lo siap tadi. Tangan gue aja tadi rasanya udah hampir mau copot karena kepanjangan nulis jawaban."

"Gue juga kali. Tapi maklumlah, soalnya kan pake logika semua jawabannya, makanya gak perlu gue pusingin banget."

"Iya deh, kalau anak jenius beda lagi ceritanya. Gue aja sampai sampai mikir mau bikin cerpen tau gara-gara sanking panjangnya jawaban gue, apalagi lo."

"Gak sampai gitu juga kali. Hahaha. Oh ya, pulang sekolah ini mau ke Café de Espresso bareng gak? Gue lagi craving banget nih sama kopi Americano."

"Boleh. Tapi sayangnya, gue hari ini lagi gak doyan ngopi. Mending gue pesan kue almond nya aja deh entar."

"Ya udah, santai aja kali. Yang penting biar kita refreshing dulu nanti sambil kerjain presentasi Sejarah. Deal?"

"Deal. Entar gue ikut mobil lo aja."

"Ok, siap Len."

~~~~~~~~~~

A Look Back of ViolettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang