03

29 6 17
                                    

CERITA DENGAN GENRE THRILLER, MISTERI, DAN DARK ROMANCE.

PERINGATAN: BANYAK SEKALI ADEGAN KEKERASAN, UMPATAN KASAR, ADEGAN BERDARAH, DAN LAIN SEBAGAINYA. DIHARAPKAN UNTUK PEMBACA BISA BERTINDAK BIJAK DALAM MENERIMA INFORMASI. PEMBACA DIHARAPKAN BERUMUR 17 TAHUN KE ATAS DEMI KENYAMANAN MASING-MASING.

CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA, SAMA SEKALI TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN APA PUN.

SERI KEDUA DARI BOOK MAYARA.

SERI KEDUA DARI BOOK MAYARA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

||• EPISODE 03 •||
.

.

.

"Wah, hebat," puji Ayahnya senang. Sembari menatap jam timer, dia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Merasa takjub.

"Padahal baru dua menit loh, Ayah nggak nyangka kalau kamu sepintar itu. Kemampuan fokusmu juga lumayan, padahal yang kemarin aja selesai dua menit. Puzzle yang sekarang itu ukurannya jauh lebih besar kalau dibanding dengan yang kemarin. Kemarin kamu nggak niat ya?"

Zayyan terdiam, menggeleng. "Kemarin niat, tapi sekarang aku lebih niat. Ayah sempat meragukan kemampuanku, kan? Aku...nggak suka itu."

Menurunkan dagunya rendah, Zayyan berusaha untuk menyembunyikan ekspresi wajah miliknya. Dia takut jika perkataannya telah menyinggung sang Ayah. Menatap wajah Ayahnya secara terang-terangan itu tidak mengenakkan. Rasanya selalu ingin marah dan marah. Ugh, menyebalkan sekali.

"Ah gitu ya, Ayah bukannya ragu sih, tapi itu namanya motivasi. Lihat kan? Kamu jauh lebih berusaha dan hasilnya lebih maksimal dari kemarin. Mungkin bermain puzzle masih terlalu mudah ya buat kamu? Lain kali Ayah bisa beli mainan yang lain."

Zayyan hanya sekilas mengangguk saja. Terserah sang Ayah ingin mengoceh apa, dia juga tidak peduli. Akan tetapi, ada sedikit rasa penasaran yang menggerogoti jiwanya. Apakah dia boleh menanyakan hal tersebut?

"Ayah, aku sedikit penasaran," Zayyan mulai bergumam. Sejenak berhasil menghentikan gerakan Ayahnya yang ingin beranjak dari posisi duduk.

Mengerutkan kening samar, sang Ayah sedikit memiringkan kepalanya. Memandangi Zayyan yang mulai memberanikan diri untuk mengutarakan pendapat.

"Penasaran kenapa?" tanya Ayahnya datar. Kali ini, dia memberikan seluruh atensinya kepada Zayyan. Tampak serius.

"Kenapa Ayah selalu membelikanku mainan puzzle di setiap minggu? Apa ada sesuatu...yang mau Ayah pastikan?"

Dia terhenyak sejenak, memberikan jeda sebelum menjawab. Kemudian sang Ayah mengangkat bahunya sekilas, terlihat cuek saja. "Itu cuma sekadar permainan kok. Kalau kamu sering bermain merakit puzzle, kinerja otakmu akan semakin meningkat. Kemampuan konsentrasi dan kreativitasmu juga akan berkembang. Ayah cuma mau kamu sering melatih kinerja otakmu aja, jangan sampai tumpul."

Malam yang Mengintai [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang