5. Kerusuhan

19 12 10
                                    

Terdengar suara keributan dari area lapangan. Seluruh siswa-siswa berlarian menuju tempat terjadinya keributan, bukannya melerai, mereka justru hanya menonton dan menjadi supporter jagoan mereka masing-masing.

Keributan semakin panas, dua orang tersebut saling memukul dan menghindar. Sorak sorai para penonton mengikut sertakan memanasi dua orang tersebut. Wajah mereka sudah sangat babak belur, darah yang terus keluar dari jidat serta sudut bibirnya.

Tidak ada yang melerai, sampai suara yang menggelegar itu menghentikan sorakan para penonton. Mereka yang menonton berhamburan keluar lapangan dan berlari menuju kelas. Tinggallah dua orang yang masih saja berkelahi, sedangkan sang lawan sudah hampir tumbang, tetapi yang satu masih saja memukulinya tanpa ampun

Suara peluit ditiup oleh guru yang tadi datang untuk melerai, berjalan menuju kedua orang tersebut, menjauhkan mereka dengan dibantu oleh sang ketua OSIS.

"DIAM!" suara tersebut mampu mendiamkan dua orang itu

Mereka berdua terlihat terengah-engah sehabis berantem, menatap satu sama lain dengan tatapan tajam dan emosi yang masih ada pada diri mereka masing-masing.

"Ke ruangan saya." kemudian guru tersebut membawa ke dua murid itu ke ruangannya, ruang BK.

Di dalam ruang BK, terdapat satu guru dan tiga murid yang tadi berkelahi dengan sang ketua OSIS. Mereka sedang diceramahi habis-habisan oleh guru BK. Guru BK atau yang bernama pak bonang itu mondar-mandir di hadapan mereka berdua

"Riky dan Fero." ucapnya, menatap dua orang yang sedang duduk bersebelahan sambil menunduk

"Kenapa kalian berkelahi?" tanyanya sambil berkacak pinggang

"Dia duluan tuh, pak." Tunjuk fero pada riky

"Fitness lo, anjing." Riky menarik kerah baju fero dan siap untuk menghajarnya kembali

"Heh! sudah-sudah!"

Riky melepaskan tangannya dari kerah baju fero, lalu dirinya kembali duduk tenang dan menunduk.

"Saya tanya, kenapa kalian berkelahi?."

Riky mendongak dan menatap pak bonang, "Dia duluan pak. Dia nge-jelekin cewek saya."

Pak bonang mengerutkan keningnya, "Siapa cewek mu? Kayak yang punya cewek saja." Pak bonang duduk kembali di kursinya

Riky berdecak dan kesal, karena dikira tidak laku. Padahal dia ini tampan sekali, sama seperti Raka. Ya iyalah, lu kembarannya.

"Punya dong, pak. Cewek saya cantik, sesuai dengan namanya." Riky melipat kedua tangannya di dada dengan sombong.

"Siapa cewek mu? Bu iyem yang di kantin?"

"Itu mah cewek, bapak. Jangan gitu pak, sama cewek sendiri."

Pak Bonang menatap Riky dengan tajam, "Sembarangan kamu. Cewek saya mah, neng Rose blakping itu."

Riky tertawa terbahak-bahak mendengarnya, "Jangan halu, pak. Udah siang, yok bangun yok."

Baru saja pak bonang ingin menjawab, tetapi Fero sudah menyelanya, "Udahan dong. Jadi gimana ini pak? Saya sama Riky dihukum ga, pak?."  Di mana-mana orang lain tidak ingin dihukum, tapi beda dengan Fero yang malah menanyakan dihukum atau tidak.

Pak bonang berdehem dan membenarkan dasinya, "Kalian berdua jelas saya hukum, hormat bendera di lapangan sampai jam pulang."

"Buset ... kagak kelamaan, pak?." Protes Riky

Bayangkan saja, sekarang masih pukul satu siang dan masih dalam waktu istirahat kedua. Sedangkan mereka dihukum sampai pulang sekolah, yang di mana waktu pulang itu pukul empat sore. Berarti mereka harus berdiri di lapangan selama kurang lebih tiga jam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Koneksi Tanpa Suara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang