Case 3: The Conspiracy

1 1 0
                                    

Dua minggu kemudian aku akhirnya kembali bersekolah. Liburan rasanya tidak seperti liburan bagiku setelah apa yang terjadi belakangan. Terlebih wartawan tak hentinya mewawancaraiku tentang kasus-kasus yang berhasil aku selesaikan. Bahkan aku menerima undangan untuk hadir di acara TV dan podcast, namun tidak aku gubris.

Awal semester genap baru saja berjalan 3 hari, tapi rasanya aku ingin libur lebih lama. Bukan karena malas tapi karena aku merasa bosan di tanyai banyak hal oleh orang-orang. Ingin sekali rasanya mengurung diriku seharian di kamar dan membaca novel misteri favoritku.

"Diranda... Lihat apa yang gue bawa," kata Dion sambil memamerkan sebuah kotak kecil ditangannya.

"Jangan bawa benda aneh ke sekolah," kataku sambil lalu

"Enggak aneh kok, keren malah," kata Dion lagi sembari membuka kotak itu dan mengeluarkan setumpuk kartu berwarna putih.

Di atas kartu itu tertulis nama dan nomor ponselku.

"Ini maksudnya apa?" tanyaku pada Dion

"Bussiness Card dong. Biar orang-orang gampang ngehubungi lu!" ujar Dion bangga

"Aku yang desain loh!" seru Mayang ikutan nimbrung

Aku menatap wajah kedua temanku itu. Rasa puas diri tergambar jelas dari air muka keduanya.

"Kalian gak serius kan?" tanyaku sembari menatap Mayang dan Dion bergantian

"Serius dong," sahut keduanya bersamaan.

"Kalian kan tau aku malas berurusan dengan hal merepotkan," ujarku

"Justru sebaliknya. Dengan kamu ikut campur dalam 'hal merepotkan' itu, semuanya jadi cepat selesai," kata Mayang sok bijak

"Betul, lagipula orang-orang sudah menjuluki lu dengan nama 'Detective Boy'!" seru Dion dengan penuh kebanggaan

Aku hanya bisa memandangi mereka berdua sambil menghela nafas.

"Terserah kalian saja lah. Asal jangan asal sebar kartu itu sembarangan," kataku

"Siap bos!" seru keduanya bertepatan dengan terdengarnya suara bel masuk

Wali kelas kami pak Bambang masuk dengan menenteng tas kerjanya di tangan kanan, sementara buku absensi di tangan kiri. Kepalanya yang mulai botak dibagian depan nampak berkilau karena cahaya.

Setelah selesai mengabsen seluruh murid beliau memulai pelajaran. Matematika bukan pelajaran favoritku, tapi entah bagaimana cara mengajar pak Bambang yang menyenangkan membuatku sedikit menyukai pelajaran ini.

Setelah 2 jam pelajaran bel jam pelajaran usai berbunyi.

"Jangan lupa kerjakan soal di halaman 30 untuk tugas di rumah. Dan karena akan ada rapat guru kalian semua dipulangkan lebih cepat. Ingat ya, langsung pulang! Jangan ada yang mampir-mampir dulu!" kata Pak Bambang

"Ya pak!" seru kami semua berbarengan

Semua siswa merasa senang karena bisa pulang lebih cepat, termasuk aku sendiri juga sebenarnya. Semua membereskan buku pelajaran dengan riang gembira, sampai akhirnya nampak ada sesuatu yang tidak beres.

"Pak Kepala Sekolah tidak ada?" tanya pak Bambang pada pak Mulyono, guru olahraga

"Mobilnya ada sih, tapi kantornya terkunci. Tadi saya dan pak Agus serta bu Sri mencoba mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban," jawab pak Mulyono diikuti anggukan pak Agus dan bu Sri

Tiba-tiba terdengar jeritan dan sosok pak Joko, petugas kebersihan sekolah berlari kearah kerumunan para guru.

"Pak... Pak Kepala Sekolah! Be... Beliau berlumuran darah!" seru pak Joko sambil terbata-bata

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Detective BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang