2

122 9 0
                                    

Keira Pov

🍁🍁🍁

Aku tau, aku sedang kacau saat ini. Bukan hanya hatiku,  tapi penampilanku pun sama kacaunya.

Setelah berterima kasih pada Leo,  aku berjalan menuju hotel tempat ku menginap di sini. Namun ku temukan sosok laki-laki yang sangat ku kenal sedang menungguku disana.

"Keira... " laki-laki tersebut melangkah dengan cepat ke arahku,  lalu memelukku. Dia adalah David. Seseorang yang menyebabkanku kacau hari ini.

"Kamu dari mana? Kenapa gak angkat telepon aku?"

Aku hanya diam.  Jujur malam inj aku sedang tidak ingin bicara dengannya.

"Keira.. Ada apa?" tanya David sekali lagi.  Kali ini dia menatapku dengan intens.

"Aku capek.  Mau istirahat." niatku ingin melangkah, dan menghindari pertengkaran hari ini, namun David memegang tanganku erat.

"Aku nyariin kamu di lokasi pemotretan, nyariin kamu dimana-mana sampe akhirnya aku nunggu kamu disini,  dan sekarang..  Kamu nyuruh aku pergi gitu aja?"

Aku mencoba melepaskan tanganku yang David cengkram,  karna aku mulai merasa kesakitan disana. Namun sepertinya David tak menghiraukan itu kecuali dia mendapatkan jawaban dariku.

"Apa belum cukup kamu bikin kacau hari aku?" David akhirnya melepaskan tanganku.

"Apa maksud kamu?"

"Aku liat kamu pelukan sama Leana, mantan kamu."

Mendengar ucapanku,  David malah terkekeh.

"Kamu cemburu? Kamu bilang kamu baik-baik aja saat aku sama cewe-cewe,  terus kenapa sekarang... "

"Leana mantan kamu David!" kali ini aku menaikkan volume suaraku. Kurasa,  aku tidak bisa memendam semuanya sendiri lagi.

"Ayolah Keira. Kamu tau aku tetap berhubungan baik sama Leana walaupun kami udah putus."

"Jangan memulai kisah baru,  kalau emang kisah lama kamu belum berakhir."

Aku pergi meninggalkan David, namun sebelum itu langkahku terhenti saan David menyuruhku berhenti.

"Kita memang tidak cocok bukan? Ayok kita sudahi saja."

Aku melanjutkan langkahku setelah mendengar ucapan David tanpa membalikan badan.

Aku tau David akan berkata seperti itu.  Dia selalu menyudahi hubungan dengan mudah.  Dan ini untuk yang kesekian kalinya.

Bukankah aku sudah cukup bersabar selama ini?

Kenapa selalu aku yang berjuang?
Bahkan dia tidak bertanya, siapa yang mengantarku barusan.

Setidakpedulikah David padaku?
Dan sepenting itukah Leana baginya?

.....

Aku memulai aktivitasku seperti biasa.  Ya seperti tak terjadi apa-apa.

Hari ini aku bersiap untuk pergi ke sebuah desa, untuk menjalani pemotretan yang sempat tertunda. Namun di perjalanan,  ponselku berbunyi. Terlihat nama Leo disana.

'Hallo Keira,  bisa bertemu?  Ada yang ingin ku tunjukan padamu.'

"Apa?" ucapku singkat.  Namun dengan sebuah keheranan.

'Kamu akan tau nanti. Jadi,  kapan bisa bertemu?'

"Hari ini aku jadwal pemotretan di desa Janur. Mungkin setelah selesai urusan disana."

'Wah.. Kurasa takdir memihak kita.' aku mengerjitkan sebelah alisku,  mendengar ucapan Leo.

"Maksud kamu?"

'Tidak ada. Tapi.. Sampai bertemu disini.' ucap Leo pada akhirnya. Dan lagi-lagi,  aku hanya mengangkat sebelah alisku.

Sesampainya disana,  aku sudah di sambut dengan tatapan para staf,  yang tidak bisa ku artikan.

"Keira," Ria, salah satu staf mendatangiku dengan memperlihatkan sebuah berita di layar pipih sana.

Aku menghela nafas berat.

"Jadi semua sudah tau yah.. "

"Keira,  ada apa?  Kemaren kamu masih sama David. Kenapa sekarang David ngumumin kalau dia bakal segera bertunangan sama Leana?"

Aku hanya diam, tak bisa menjawab pertanyaan Ria. Belum lagi mereka yang menatapku iba sekarang.

"Masa kalian gak ngerti. Udah jelas-jelas David main belakang sama Leana. Gue liat dia sama Leana di kedai kopi kemaren."

Aku langsung menutup mulut Neti, dan membawanya ke belakang lokasi pemotretan.

"Neti, lo ngomong apaan sih? Jangan ngegosip ah!"

"Ngegosip apaan sih?! Itu emang fakta kan. Kalau enggak,  gak mungkin secepat itu kan David lamar si Leana."

"Tapi Net---"

"Udah diem! Gak usah bujuk gue buat diem kayak lo! Dan asal lo tau, gue liat lo nangis kemaren, saat lo liat David pelukan sama Leana. Gue gak terima lo diginiin sama si breng*ek itu.. Gue.."

Air mataku jatuh begitu saja. Bukan karna David,  tapi karna mendengar ucapan Neti yang seakan benar-benar peduli padaku.

"Makasih yah Net. Tapi please..  Tolong jangan perbesar masalah ini. Gue yakin, gue bisa bahagia tanpa David. Dan itu udah pilihan gue."

Neti juga tidak bisa berkata apapun lagi,  dia menepuk pundakku pelan seolah menenangkan,  namun ada emosi yang tertahan disana.

......

To be continue...

Not Perfect StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang