Bab 1 |Yang Terlihat ketika Terpejam

4 0 0
                                    

***

30 menit lagi pergantian hari yang ditunggu-tunggu Bunga Olivia, gadis pendiam yang selalu menutupi paras cantikknya dengan masker. Esok hari usianya akan bertambah, dan segala harapnya akan terwujud, ia pikir begitu. Sebuah lilin yang ia dirikan di atas piring kecil, sudah sejak tadi berada di hadapannya.

Di ruang temaram kamarnya inilah tempat ia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk merenungi nasib keluarganya yang hancur berantakan. Sang ibu yang harus mendekam di RSJ dan ia yang tidak pernah tahu alasannya, sedangkan sang ayah juga tidak pernah pulang lagi setelah ibunya dibawa ke RSJ saat itu. Yang tersisa pada Oliv hanyalah sebuah tanda tanya yang ia sendiri tidak tahu harus ditanyakan ke mana. Satu-satunya orang yang masih tersisa hanyalah bi Maisum, asisten rumah tangganya yang kini juga bekerja di rumah sebelah. Sebab, harus mencari uang karena jika mengharapkan gaji dari Oliv saja, ia dibayar bahkan tidak sepenuhnya oleh nona muda itu.

Sudah sejak lama Oliv meminta bi Maisum untuk berhenti saja, namun karena merasa iba pada nona yang telah dirawatnya dari kecil itu, Maisum memilih bertahan. Bahkan segala keperluan Oliv masih ia yang mengurusi.

5 menit lagi pukul 00.00, namun sayangnya Oliv sudah tertidur dengan pulas. Lilin yang tadinya sudah disiapkan belum ia bakar. Gagal lah sudah rencananya menyambut hari ulang tahunnya sendiri.

***

Meski terpejam, suara asing yang begitu jauh namun terasa ada di dekat telinga itu membuat Oliv bergidik. Suara itu seperti bisikan halus seorang ibu yang menidurkan anaknya, namun terdengar amat menyeramkan. Nyanyian yang tak asing itu terus menggema dan mendekat seolah menghampiri lalu menjauh lagi. Sesak dan berat sekali untuk menggerakkan tubuh membuat Oliv harus beberapa kali memekik tanpa suara. Ia tertahan diantara alam bawah sadarnya, matanya terbuka sedikit untuk kembali namun masih sulit untuk terjaga sepenuhnya. 

Oliv matian-matian melawan sesuatu yang terasa menahan namun tidak seperti ada, tidak juga terlihat wujudnya. Disekujur tubuhnya kaku, sulit sekali digerakkan bahkan untuk sekedar bernafas dan merintih ia kepayahan.
Karena upayanya yang tak henti, Oliv merasakan tubuhnya terpental dan sakit sekali. Ia bersyukur akhirnya, karena dapat membuka mata. Namun, naasnya ia salah. Ini lebih menyeramkan dari tadi, sekedar menahan dan terjebak dalam tidur.

Ia terbangun di tempat asing, sempit, dan membuatnya sesak. Dingin yang terus menusuk, dan permukaan kasar yang menjadi tempat pembaringannya membuat Oliv meraba-meraba sisi kanan kirinya yang menjadi sekat. Matanya membulat sempurna, ketika menyadari ia ada di antara tanah. Bau busuk serta dupa yang samar-samar membuat Oliv berusaha bangun dengan susah payah.
Ia tidak berani bersuara ketika suara yang tadi didengar terdengar nyata dan terlintas begitu saja ditelinga walau hanya sesaat.

"Ah," pekiknya refleks setelah berhasil keluar dan menyenggol piring beserta lilin yang ia tidak tahu datangnya dari mana.

Pelan-pelan ia mengatur deru nafas, lalu mulai mengamati di sekelilingnya. Oliv merasa tidak asing, sebuah ruangan yang memiliki dinding bewarna putih serta bau khas kamarnya membuat Oliv sadar, ini memang kamarnya. Namun, ia tidak buru-buru lega, sebab ada beberapa keanehan.

Oliv buru-buru menoleh, dan mendapati lubang galian seperti lubang galian kuburan. Sekujur tubuhnya merinding, teringat tadinya ia terbaring di sana. Oliv mulai berjalan menyusuri dinding, entah apa yang dicari, ia pun tidak tahu pasti. Tangannya memegang gagang pintu, namun ia tidak kuat bahkan untuk sekedar membukanya. Tangannya bergetar.

Tiba-tiba saja, suasana yang tadi cukup tenang menjadi ribut. Ia memejamkan matanya, namun dengan hanya membelakangi, Oliv merasakan dapat melihat suasana yang ada dibelakangnya. Memang tidak tampak jika dipandang dengan kasat mata, namun Oliv merasakan mereka berterbangan mengelilinginya. Sebutan mereka itu tak dapat terdefinisikan oleh Oliv. Mereka ada namun tidak bisa digambarkan, rasanya ada namun tak bisa dijelaskan.

Gadis itu semakin takut dan frustasi, ia ingin menyerah begitu saja. Namun bingung harusnya menyerahkan diri pada siapa, karena mereka tak terlihat juga tak tergapai.
Tiba-tiba suara gemuruh mendatangi, terasa amat dekat, namun tetap saja masih tak terlihat. Oliv memberanikan diri membuka matanya dan mencari-cari sumber suara yang menghantui gendang telinga, tapi nihil.

"BUNGA OLIVIA, BUNGA OLIVIA, BUNGA OLIVIA." Suara yang menggema yang memanggil namanya, membuat Oliv terperanjat dan langsung menjatuhkan diri. Ia ketakutan  dan ingin segera mengakhiri semuanya.

"AMBIL LILIN ITU, HIDUPKAN. MAKA KAMU AKAN TAHU DUNIA APA YANG SEDANG KAMU DATANGI."

Oliv tak bergerak dari tempatnya, ia lebih memilih mengeras di tempat sambil memeluk lututnya.

"TURUTILAH! MAKA KAMU AKAN TAHU PERJALANAN SESAT ORANG TUAMU."
Suara itu terus menggoda Oliv, diiringi dengan suara tawa yang menyeramkan.

"Enggak! Kamu hantu, pergi kamu!" Oliv mulai histeris.

"KAMU TIDAK AKAN KEMBALI SEBELUM MENURUTI PERINTAHKU!"

Mau tidak mau percaya saja, ia mengusap air matanya dan berdiri menantang. "Jangan ingkari janjimu. Kamu memang tidak terlihat, tapi bukan berarti tidak bisa aku balas," ucapnya dengan keadaan bergetar seluruh badan.

Suara disertai gemuruh yang terasa mengelilingi tadi lenyap begitu saja. Suasana menjadi sunyi kembali, Oliv mulai mengamati sekitar mencari benda yang dimaksud. Ia tergesa-gesa mempercayai suara itu. Setelah lilin lengkap dengan piringnya, berada di tangan, Oliv baru teringat lilin ini ia siapkan sendiri, tadinya untuk menyambut hari ulang tahun. Oliv lalu melanjutkan mencari-cari, korek api yang ia sendiri lupa menyediakannya di atas meja. Ia tahu korek api itu, masih di laci ruang tamu. Segera ia berbalik untuk membuka pintu, namun sayangnya pintu yang dicari dan ia sadari tadi berada tepat di belakangnya, sudah tiada.
Kesal, takut, dan frustasi bercampur menjadi satu. Barang yang tadi sudah berada di tangan ia banting, hingga menimbulkan bunyi piring yang beradu dengan porselen. Namun, suara yang tadi tidak kunjung terdengar.

"Nggak ada korek apinya!" Oliv memekik melampiaskan segalanya. Berharap suara itu datang memberi petunjuk lain. Namun, tidak ada tanda-tanda seperti akan kedatangannya.
Lagi-lagi ia menjatuhkan diri, apalagi yang dapat dilakukannnya selain kembali menangis seraya memeluk lutut. Pikirannya terus menerawang jauh, ia mulai ragu saat ini adalah mimpi sebab terasa amat nyata dan jika hanya mimpi ia pasti akan segera terbangun.

"Memang setan tidak bisa dipercaya," isaknya.

"Oliv."

"Oliv!"

Suara yang tak asing memanggil namanya. Oliv merasa ada harapan untuk kembali. "Aku di sini, tolong!" Ia mengatakannya dengan lirih.

Bersambung...



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alam Sebuah IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang