Permintaan Fania untuk berdansa tidak membuat Rexton tertarik. Ia terdiam, menatap ke arah Fiore menghilang. Tidak bisa bisa dipastikan apakah Fiore tidak akan datang lagi kemari. Sekarang memikirkan bagaimana menolak ajakan dari tuan rumah. Tidak ingin dianggap sombong, tapi berada di antara orang-orang yang sedang berbisnis dengan dalih pesta tidak menbuatnya tertarik. Ia melirik sang kakak, berharap bisa mendapatkan bantuan. Riona ternyata sangat mengerti isi pikiran Rexton.
"Kalau aku jadi kamu nggak akan ajak Rexton berdansa'
Fania mengalihkan pandangan pada Riona. "Kenapa begitu?"
"Kakak, tolong. Jangan buka aibku," gumam Rexton.
Riona bertukar pandang dengan suaminya lalu tertawa lirih. Sikap Rexton yang menunduk malu membuat Fania penasaran.
"Rexton kenapa, Kak?"
Rione berdehem sebentar. "Adikku, gerakannya sekaku robot. Kalau kamu mengajak dia berdansa, harus siap kakimu terluka karena terus menerus diinjak."
Barry mengiayakan dengan kata-kata yang meyakinkan. "Kalau sekedar kaku, aku pun kaku makanya nggak pernah dansa sama istri. Tapi Rexton jauh lebih parah. Saranku, ajak orang lain untuk dansa atau mengobrol saja. Demi agar kakimu tetap utuh!"
Tawa Riona dan Barry meledak bersamaan. Fania awalnya merasa tidak yakin kalau mereka bicara serius tapi saat melihat wajah muram Rexton mau tidak mau harus percaya. Dalam hatinya kecewa karena kesempatan untuk intim dengan Rexton musnah. Ia memberanikan diri datang, membuang harga diri untuk mendekat dan mengajak. Hal yang tidak pernah dilakukannya mengingat dirinya yang biasa disanjung dan dipuja. Laki-laki yang berusaha mendekat untuk mendapatkan hatinya, bukan malah sebaliknya. Sikap Rexton yang terlihat tidak tertarik dengannya membuat penasaran.
Fania adalah model terkenal, cantik, dan kaya raya. Dengan keluarga pebisnis serta dekat dengan kekuasaan. Banyak yang mengira dekat dengannya akan membawa kemegahan dan kemasyuran serta membuka peluang bisnis. Namun, hanya satu dua yang membuatnya tertarik, tidak benar-benar merasa ingin dekat. Baru dengan Rexton hatinya berdebar. Tampan, kaya raya, pewaris bisnis, dan punya hubungan baik dengan saudara. Calon bagus untuk jadi pendamping. Ia akan mendekat apa pun caranya. Fania memutuskan untuk duduk dan mengbrol kalau tidak bisa berdansa.
"Kalau gitu kita ngobrol aja, Rexton. Mau ke ruang lain yang lebih sunyi?"
Sebuah tawaran yang berani dan terang-terangan membuat semua yang mendengar tertegun. Rexton diselamatkan dari keharusan untuk menjawab saat seorang perempuan mendatangi Fania.
"Teman-temanmu menunggu di ruang VIP."
"Kenapa nggak langsung kemari?"
"Kata mereka ingin berunding satu hal dulu sebelum masuk."
"Berunding soal apa?"
"Entahlah, kamu tanya sendiri."
Wajah Fania menyiratkan kejengkelan. Menoleh pada Rexton, ia melontarkan permintaan maaf karena tidak bisa menemani mengobrol lalu pergi bersama temannya.
"Akhirnya, aku bisa pulang sekarang," ucap Rexton sambil menghela napas panjang.
"Masa mau pulang sekarang? Terlalu cepat," protes Riona. "Kamu mau biarkan aku bicara sama orang-orang itu sendirian?"
"Orang-orang siapa?"
"Itu, relasi, klien, teman Genaro Group. Sebentar lagi pasti berdatangan ke meja ini untuk berbasa-basi."
"Ada suamimu, Kak. Kenapa takut?"
"Aku nggak takut, kamu malah yang takut? Siapa yang kamu takuti? Fania atau Fiore."