01. Pertemuan

6 2 0
                                    

Dia Baskara

Baskara Arganiano Hazzan

Anak lelaki yang memiliki hidup dengan penuh kesempurnaan, sejak dia dilahirkan ke bumi ini dia sudah dikaruniai segalanya.

Diberkati wajah yang rupawan, harta yang berlimpah serta kasih sayang kedua orang tua membuat dia berpikir bisa menaklukkan semuanya.

Di lingkungan pertemanan memang dia yang paling berkuasa begitu juga dengan percintaan, dia yang begitu rupawan mana mungkin perempuan berani untuk menolaknya?

"Ayah dan Bunda besok pagi-pagi banget udah berangkat ke Singapore, Bas gapapa sendirian dirumah kan, sayang!"

Bas adalah panggilan sayang Bunda untuknya, anak lelaki itu tidak menyahut ucapan bunda, dia hanya mengangguk kecil sambil menatap layar ponselnya dengan serius.

"Kalau Bas bosen bisa ajak temen-temennya main kesini, nginep pun juga bole" Lanjut bunda sambil menambahkan sedikit nasi kedalam piring Baskara.

Baskara menatap Bunda sejenak lalu kembali fokus pada ponselnya. "Iya bunda, ntar Bas ajak yang lain main kesini"

Bunda tersenyum kecil melihat putra semata wayangnya itu kini tumbuh menjadi lelaki dewasa, padahal Baskara belum genap delapan belas tahun tapi bundanya sudah menyiapkan banyak hal agar anaknya kelak tidak akan kekurangan dalam hal apapun.

Sama seperti hari-hari biasanya, keluarga ini sangat hangat dan harmonis. Hartono selaku Ayah Baskara adalah seorang pengusaha di beberapa bidang seperti kosmetik, fashion dan pewaris tunggal rumah sakit terbaik di kota ini.

Kekayaannya tidak bisa dihitung dengan sekejap karna dia juga punya banyak saham di dalam maupun diluar negeri, tentu saja hal itu membuat Baskara tidak pernah pusing soal apapun. Kakeknya juga termasuk orang terkaya di negara ini.

Jam sudah menunjukkn pukul tujuh pagi lewat lima menit, yang membuat Hartono pamit untuk pergi kekantornya, Mirna—bunda Baskara ikut mengantar suaminya sampai teras rumah, sepasang suami istri itu berjalan mesra sambil bergandengan tangan, tak lupa juga saling melempar candaan kecil satu sama lain sementara Baskara hanya mengikuti dari belakang.

Sebelum pergi Hartono berpesan pada Baskara. "Uang bulanan udah Ayah transfer ke rekening kamu, Ayah sengaja lebihin karna hari ini pacarmu ulang tahun kan?"

Baskara yang awalnya tidak begitu tertarik langsung menoleh dengan cepat, dia kaget darimana Ayahnya bisa tau kalau Jihan berulang tahun hari ini, padahal Baskara sudah berniat untuk mengakhiri hubungannya dengan Jihan dengan alasan DIA BOSAN.

"Kok Bas kaget? Bener kan apa yang Ayah bilang?" Tanya Hartono kebingungan, lalu Baskara mau tak mau hanya bisa mengangguk pasrah, ia tak ingin berdebat pagi-pagi.

Setelah Ayahnya pergi Baskara berjalan menuju garasi, sepertinya dia akan naik motor bebek hari ini, Baskara sangat malas untuk pergi kesekolah, lebih tepatnya dia malas untuk bertemu dengan Jihan.

Setelah berpamitan dengan Bunda, Baskara pun mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang, dia sengaja sangat santai dan tidak merasa takut kalau saja terlambat, karna sekolah itu adalah milik keluarga Bundanya.

Baskara sesekali bersenandung untuk mengurangi kesunyiannya, padahal sekarang dia sedang berada dikeramaian tapi Baskara merasa sangat sepi. Sampai dia melihat dengan mata tegasnya di kejauahan seperti sedang terjadi sesuatu. Orang-orang berbondong-bondong untuk berkumpul menyebabkan kemacetan kecil pagi ini.

Baskara dengan rasa penasaran penuh langsung menyalip begitu saja kendaraan yang ada di depannya, dia ingin tau hal apa yang sedang terjadi sampai bisa menyebabkan kemacetan.

Sampai dimana dia melihat sosok seorang gadis yang langsung membuat jantungnya berdebar-debar tanpa sebab. Baskara melihat senyuman itu, senyuman yang berasal dari gadis asing yang baru pertama kali dilihat oleh matanya.

Baskara terdiam cukup lama sampai satu kata lolos dari bibirnya begitu saja. "Cantik"

Bertepatan dengan itu dering ponsel menyadarkan Baskara dari lamunannya, tertera nama Jihan dengan emoticon love yang dibuat sendiri oleh gadis itu, Baskara melengos lalu dia mematikan ponselnya kemudian berjalan kearah gadis asing itu.

Mochi manis Laras

Baskara membaca standing sign yang dibuat dengan seadanya, dalam hati Baskara berkata. "Namanya Laras"

Begitu Baskara sampai didepan stand kecil itu Penjualnya langsung menyodorkan buku menu yang ditulis dengan tangan penuh effort. "Kamu mau mochi rasa apa?"

Bukannya menjawab, Baskara malah terpaku oleh penampilan gadis penjualnya. Tinggi badannya sekitar 170cm membuat Baskara tidak perlu terlalu menunduk untuk menatapnya, beratnya ideal, rambutnya panjang dan berwarna hitam, dia memakai pony sealis dengan bola mata yang bulat serta hidung yang tidak terlalu mancung tapi semua itu sempurna dimata Baskara.

Gadis itu yang kebingungan menyuruh Baskara untuk minggir, karna yang lainnya sudah protes Baskara merusak antrian pembeli.

"Kamu mau beli atau tidak? bisa minggir ke samping?"

"Gue beli semuanya" Tanpa banyak omong Baskara kembali menghidupkan ponselnya. "Berapa nomor rekening lo?" Dia terlihat tidak sabaran saat mengutak-atik ponselnya.

"Sebentar ya mbak, kamu serius? mau beli semua Mochi saya?"

"Iyaaa, cepetan berapa nomor rekening lo"

Gadis itu langsung meminta maaf kepada orang-orang yang sudah lama menunggu. "Maaf ya, Mbak, Pak, Buk, hari ini mochinya tiba-tiba habis hehe, rezeki saya mungkin Allah yang kirim mas ini ke saya. Alhamdulillah"

"Curang banget, padahal gue yang udah dari pagi jam enam nungguin eh malah diborong sama anak ini tanpa antri dulu" protes salah satu pelanggan Mochi manis Laras.

Semua pun ikut-ikutan protes tak terima tapi langsung terdiam begitu melihat tatapan dingin Baskara.

Baskara berdecih begitu orang-orang pergi sambil mengata-ngatainya, Baskara tidak perduli. Saat ini dia hanya ingin tau tentang gadis yang ada dihadapannya, Baskara sangat tertarik sampai dia lupa kalau gerbang sekolah mungkin sudah ditutup.

"Laras Ayumi Endari"

"Iya, totalnya 575.000 yaa"

"Udah gue transfer" kata Baskara sambil tersenyum licik.

Gadis yang bernama Laras itu kaget saat melihat nominal yang ditransfer oleh Baskara.

"Kok sepuluh juta, banyak banget" kata Laras, menatap Baskara dengan mata yang penuh binar.

"Biarin aja, gue mau beli dagangan lo dengan nominal segitu, gausah protes terima aja"

"Saya gak bakalan protes kok, saya malah bersyukur, makasih yaa Baskara"

Baskara sempat terkejut saat Laras menyebut namanya, dan lebih terkejut lagi saat tau Laras dengan sukarela menerima uang yang dilebihkan olehnya tanpa ada rasa canggung.

"Kok lo bisa tau nama gue" pertanyaan bodoh keluar dari mulut Baskara.

"Dari bukti transfer tadi" jawab Laras sambil tersenyum.

Baskara sudah jatuh dengan pesona Laras, saat gadis itu tersenyum Baskara refleks ikut tersenyum juga. Entah kenapa senyuman Laras adalah senyuman gadis yang paling cantik yang pernah Baskara temui.

"Kamu bawa semua ini gimana?" Tanya Laras sambil menunjukkan mochi yang sudah siap tertata rapi.

"Gue gamau, buat lo aja"

Lagi-lagi Laras dibuat terkejut oleh Baskara. "Mungkin aku gak bisa terima ini, tapi kalau kamu emang gamau Mochinya kita bisa bagiin ke anak-anak di panti asuhan"

"Boleh" kata Baskara setuju.

Laras menatap  Baskara, lalu berkata. "Kamu udah terlambat deh kayanya, kamu sekolah dimana?"

Belum juga Baskara menjawab pertanyaan Laras tiba-tiba Hujan turun tanpa peringatan, deras pula.

"Ayo berteduh dulu disini!"

B A S K A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang