Jebakan

76 2 0
                                    

Arabella terbangun di pagi hari seperti biasa, mendapati Nathaniel yang juga berada didekatnya serta masih tertidur pulas bahkan sekarang mereka juga masih saja berpelukan dalam tidurnya semalaman membuat Arabella merasa nyaman. Sebab hanya itu yang keduanya rasakan.

Kembali Arabella memperhatikan wajah Nathaniel, ia tidak bosan sama sekali untuk menatap wajahnya yang kelewat tampan itu, Nathaniel memiliki daya tariknya sendiri hingga Arabella sulit untuk berpaling.

Jika saja ia tidak mengalami perpindahan jiwa dan Arabella yang asli dengan lapang dada menerima segala takdir yang telah dituliskan untuknya, sudah dipastikan ia tidak akan pernah mengalami hal semacam ini. Ia tidak akan pernah merasakan hangatnya dicintai sebegitu besarnya oleh seseorang. Ia berterima kasih pada Tuhan yang telah mengatur segala hal yang terjadi dalam hidupnya, meski terdengar mustahil tapi siapa pun tau bahwa ini adalah sebuah kenyataan.

"Coba saja Arabella mau membuka matanya sedikit, sudah pasti dia juga akan bahagia bersama Nathaniel nantinya." Ujarnya lirih.

"Belum tentu juga Ara." Nathaniel berujar hingga berhasil mengagetkan Arabella. "Sudah bangun?."

kedua mata Arabella membulat sempurna setelah mendengar pertanyaan dari mulut Nathaniel, padahal matanya masih tertutup rapat dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Pertanyaan yang muncul di otak Arabella saat ini adalah, sejak kapan Nathaniel terbangun?

"Kau sudah bangun?." Bukannya menjawab pertanyaan Nathaniel, Arabella justru menanyakan hal yang sama. Ia kembali gugup seperti semalam sekarang.

Semalam? Mengingatnya saja sudah membuat Arabella merutuki dirinya dan kembali merasa malu.

"Hm. Sejak tadi. Aku cukup peka terhadap gerakan kecil hingga mudah terbangun. Ku kira kau akan mengusap rahang ku lagi seperti waktu itu. Jujur akh menunggunya."

Arabella bisa menebak jika saat ini tubuhnya menjadi kaku dipelukkan Nathaniel, ia sudah menduga jika Nathaniel sadar bahwa ia mengusap rahangnya waktu itu meski awalnya ia pura-pura tidak tau dan tidak terlihat ingin membahasnya, tapi tetap saja ia merasa malu walaupun Arabella sudah memprediksi Nathaniel akan membicarakannya cepat atau lambat.

"Tidak perlu malu! Tubuh mu terasa begitu tegang dipelukkan ku, aku justru menyukai setiap hal kecil yang kau lakukan seperti mengusap rahang dan wajah ku, karena sensasinya luar biasa."

"Aku tidak.."

"Mencoba menyangkal lagi?."

"Bukan! Dengar dulu!." Sentak Arabella kesal. "Aku tidak bermaksud mengganggu tidur mu waktu itu, aku hanya.. mengikuti naluri ku." Ujar Arabella.

"Kalau begitu, ikuti saja naluri mu mulai sekarang dan seterusnya." Ujar Nathaniel. Ia menghadapkan wajahnya kearah Arabella lalu mencium keningnya. "Aku akan sangat senang jika kau melakukannya." Ujarnya setelah melepas ciuman tersebut.

Tok.. Tok.. Tok..

"Dayang sudah datang, aku harus bersiap." Ujar Arabella, ia buru-buru melepaskan diri dari pelukan Nathaniel lalu berjalan menuju pintu utama kediamannya. Beruntung saja Nathaniel tidak mencegahnya bangun, karena Arabella tidak bisa menebak apa yang akan terjadi antara mereka berdua jika masih terus diatas ranjang.

Arabella membuka pintu lumayan kuat, para dayang terlonjak kaget dengan aksi Arabella yang tiba-tiba, sedangkan sang putri hanya membuang nafasnya pelan karena berhasil lolos dari cengkeraman suaminya sendiri.

"Apa aku ada jadwal untuk mendatangi pesta hari ini?." Tanya Arabella, ia berharap ada agar bisa menenangkan diri barang sejenak dari sikap Nathaniel.

"Ada tuan putri." Arabella tersenyum cerah kala mendengar jawaban dayang Aries. Ia tidak bisa menutupi kegembiraannya.

Change Of Destiny (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang