14

299 15 1
                                    

Film sudah selesai terputar, meninggalkan hyunjin yang masih campur aduk perasaannya. Ditengah film tadi dia dibuat menangis akan jalan ceritanya namun ketika akhir dia dibuat bahagia karena ending film yang memuaskan.

"Mau mampir makan dulu ngga? Tapi ngga disini, gue punya rekomendasi resto yang enak banget. " Sekarang sudah hampir jam 10 malam, bahkan semua toko di mall yang kini tengah dipijaki hyunjin dan jisung rata-rata telah tutup semua. Jadi ajakan yang jisung utarakan sepertinya tidak bisa hyunjin iyakan.

"Emm, sorry ji tapi udah malem. Kapan-kapan aja ya? " Sebisa mungkin hyunjin menolak dengan halus permintaan jisung. Hyunjin mau, mau banget malah kalau diajak makan bersama dengan jisung, jangan lupakan fakta jika dia mencintai pemuda disampingnya ini.

Namun, jika keadaannya malam-malam seperti ini, apalagi tadi mama dan jeongin telah berpesan jangan pulang malam, maka hyunjin juga ragu untuk menerima.

"Tapi gue laper hyun. " Kalimat jisung terdengar seperti paksaan ditelinga hyunjin.

"Janji deh cuma bentar ayo. "

Ting!

Handphone hyunjin berbunyi nyaring, kontras dengan keadaan mall yang terbilang cukup sepi. Ada pesan masuk, namun belum sempat hyunjin membukanya, tangannya telah ditarik terlebih dahulu oleh jisung.

From : Jeongin
Pulang udah malem
Jangan mampir-mampir
(Not seen)

"Kita mau kemana? " Aneh, hyunjin merasa aneh. Tadi jisung jelas-jelas mengajaknya pergi kerestoran, tapi kenapa jalan yang dilewati mereka benar-benar sepi. Hidden gem kah? Pertanyaannya tadi tidak dijawab, tapi hyunjin tidak mempermasalahkan hal itu dan kembali fokus memperhatikan jalanan yang tengah dilewatinya.

Hyunjin itu tidak pernah ke busan, pernah sih tapi hanya sekali itu pun waktu masih kecil. Hyunjin lahir dan besar di Seoul, waktu dia pindah di busan pun hyunjin tidak pernah berkeliling, jadi dia tidak tau sekarang kemana jisung membawanya pergi.

"Jisung, masih jauh? Pulang aja ya, ini udah hampir jam setengah 11. Gue takut mama nyariin nanti. "

"Udah deket kok. Jangan khawatir gue udah minta izin ke mama lo buat bawa lo nginep. " Handphone yang ada digenggaman hyunjin saat ini mati karena kehabisan daya. Pesan yang masuk kedalam handphone nya tadi juga belum sempat hyunjin lihat.

Tatapan horor langsung tersaji di wajah hyunjin ketika matanya menatap bangunan didepannya. Ini jisung benar-benar mengajaknya makan disini? Bahkan ini saja bukan restoran? Bangunan didepannya terlihat tua, lampu-lampunya redup dan sepi sekali. Bangunan ini lebih pantas disebut rumah tua dibanding dengan restoran

"Lo bilang mau ngajak ke restoran, kenapa berhenti disini? " Acuh akan pertanyaan hyunjin jisung langsung turun dan membukakan pintu mobil untuk hyunjin.

"Ayo turun. "

"Ji.. gue-" Terkesiap hyunjin ketika merasakan tarikan kasar dipergelangan tanganya. Jisung menggenggam pergelangan tangannya erat sekali, sampai sakit bisa dirasakan oleh hyunjin.

"Jisung lepas! " Sentakan hyunjin lagi-lagi hanya dianggap angin lalu.

"Lo kenapa sih ji?! Lepasin! Sakit! "

Bruk

"Shh... " Hyunjin terjatuh setelah jisung mendorongnya. Tatapan tajam dilayangkan pada jisung. Seluruh tubuh hyunjin rasanya sakit sekali, pergelangan tangannya yang memerah hampir biru, pantatnya yang nyeri ditambah siku yang nyut-nyutan karena terhantam ke lantai.

"LO KENAPA SIH?! " Pecah sudah amarah hyunjin melihat jisung yang bahkan tak ada minat untuk menolongnya bahkan tatapan matanya bukan seperti jisung. Tunggu..

"Jisung... lo... ngga kesurupan kan anjir?! " Oke tolong jangan salahkan otak hyunjin yang berfikir seperti itu. Karena bayangkan saja jika kalian menjadi hyunjin bagaimana, temannya yang biasanya lembut dan ceria itu tiba-tiba berubah menjadi dingin dan kasar, belum lagi tadi bilangnya mau ke restoran tapi malah dibawa ke rumah tua seperti ini.

"Gue engga hyunjin. " Suaranya masih normal, seperti suara jisung tapi lebih dingin dari biasanya.

"Terus kenapa lo bawa gue kesini? " Suara hyunjin melirih diakhir kalimat, entahlah dia merasa takut.

"Mau tau? " Bulu kuduk hyunjin meremang ketika jisung menjawabnya dengan nada rendah dan seringai tipis yang terpasang di wajahnya.

Jisung melangkah perlahan menghampiri hyunjin yang posisi nya masih terduduk di lantai. Mengelus pipinya perlahan sebelum.

"Argh! " Mencengkeram rahangnya dengan kuat.

"Lo mau tau kenapa gue bawa lo kesini? " Hyunjin bisa merasakan kuku-kuku jisung seolah menancap dipipinya saking kuatnya cengkraman yang diberikan jisung.

"Karena adek lo. Adek tolol lo itu ngebully adek gue hyunjin...dan gara-gara dia..gara-gara dia adek gue bunuh diri. ADEK LO NGEBUNUH ADEK GUE. " Nafas jisung memburu, kilatan marah menyala di matanya.

"Kenapa lo harus jadi kakak dari pembunuh itu? Dan kenapa juga lo jadi kelemahan dia? " Nada bicara jisung berubah menjadi sendu pun tatapan matanya. Cengkraman dirahang hyunjin dilepas diganti dengan elusan lembut.

"Kenapa harus lo hyun... kenapa harus orang yang gue cintai. " Hyunjin bisa melihat dengan jelas bagaimana mata jisung yang tengah menatapnya kini mulai berkaca-kaca.

"Gue sayang banget sama lo, cinta banget sama lo, tapi kenyataan kalau lo itu kelemahan jeongin bahkan setelah sekian lama si brengsek itu ngga punya kelemahan buat perasaan gue bimbang."

"Gue mau jeongin hancur. Dan sayangnya cara untuk membuat jeongin hancur adalah nyakitin lo. " Jisung mundur dari hadapan hyunjin, menatapnya teduh lalu tangannya bergerak meraba saku celananya sendiri. Suntikan keluar dari sana, membuat hyunjin memandang takut pada jisung yang kini kembali mendekat.

"Tapi lo tau? Gue udah memikirkan cara terbaik buat ngehancurin jeongin tanpa gue sesali. " Langkah jisung semakin lama semakin mendekati hyunjin yang memundurkan badannya dalam posisi duduk. Hyunjin terlalu takut sampai berdiri saja rasanya tak mampu.

"Ji- " Suara hyunjin tercekat ditenggorokan, tubuhnya kini tak bisa mundur lagi karena tembok yang berada dibelakangnya, sedangkan jisung sudah berada tepat dihadapannya dengan suntikan yang masih digenggam.

"Lo mau tau apa caranya? " Jarak antara jisung dan hyunjin kini tinggal sejengkal saja. Gelengan ribut yang tertangkap jelas dinetra jisung membuat seringai lagi-lagi terpasang diwajahnya.

"Sex." Tepat setelah kata menjijikkan itu keluar dari bibir jisung, suntikan yang dibawa jisung akhirnya menembus kulit leher hyunjin, menghasilkan rasa nyeri yang menjalar di lehernya

Step Brother - HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang