Singapura dan Penolakan Masyarakat

1.2K 118 31
                                    

Trisna tidak mengerti, kenapa masyarakat luas selalu mencari-cari hal tentang dirinya dan Pradipta. Hingga terkadang perlakuan mereka terhadap keluarganya membawa kegusaran bagi Trisna sendiri. Seperti halnya hari ini, ketika ia dan Pradipta baru tiba di Singapura. Saat menghabiskan weekend di Hambalang, Pradipta mengatakan bahwa ia ada kunjungan kerja kesana dan seperti biasa jika tak ada kesibukan yang berarti maka Trisna akan merengek untuk ikut. 
~
"Mas, saya ndak betah kalau tidak ada kegiatan. Boleh saya ikut?." Pinta Trisna ketika ia tengah memasukkan segala macam pakaian yang Pradipta perlukan selama tiga hari dinegeri sebrang. 

"Boleh saja, kalau kamu tidak keberatan nanti tersorot kamera." Balas Pradipta sembari membolak balik buku yang ada ditangannya.

"Mbok yo, Mas Dipta atur biar tidak ada kamera seperti biasanya mas lakukan kalau ingin menghabiskan waktu dengan keluarga."

Pradipta yang mendengar itu tersenyum tipis, kemudian berlalu pergi memanggil Indra yang sudah tiba di Hambalang karena siang tadi Pradipta memerlukan memeriksa beberapa dokumen yang harus ia bawa Sementara dokumen tersebut berada di Jakarta. Berhubung Indra disini, ia memintanya untuk menyiapkan keberangkatan mereka tanpa diketahui orang banyak. Trisna yang mendengar pembicaraan Indra dan Pradipta didepan pintu kamar mereka, tersenyum senang. Kini selain menyiapkan baju suaminya, ia juga menyiapkan beberapa baju untuk dirinya.   

"Antusias sekali menemani saya bekerja." Ucap Pradipta menggoda Trisna yang belum juga selesai memilih baju yang akan ia bawa. Trisna punya kebiasaan unik yang mungkin tak ia sadari bahwa banyak orang menyadariya. Kebiasaan menyiapkan baju yang senada dengan baju yang akan digunakan Pradipta. Bukan hanya baju, terkadang sepatu, dasi hingga kaos kaki Pradipta harus senada dengan apa yang ingin ia gunakan. 

"Ah, Mas Dipta terlalu percaya diri. Saya hanya senang bisa jalan-jalan lagi." 

"Sayang, saya kesana bekerja bukan jalan-jalan." 

"Yang kerja kan Mas Dipta, bukan saya, jadi saya bebas ngapain saja disana." Trisna mengatakan itu tanpa melihat Pradipta yang entah sejak kapan sudah berbaring diatas ranjang mereka. Memperhatikan istrinya yang masih belum memutuskan baju apa yang akan ia bawa. 

~

Saat tiba di Singapura denga jet pribadi yang dimiliki oleh Pradipta, Trisna tak mau langsung menuju hotel tempat mereka akan menginap. Ia meminta Pradipta dan dua orang yang menemani mereka siapa lagi kalau bukan Indra dan ponakan tersayang Diran yang kini merangkap menjadi 'ajudan' Pak De nya itu untuk menemaninya melihat Changi Airport yang menurunkan air dari ketinggian. Trisna beberapa kali datang kesini dan ia sangat senang melihat keajabian arsitektur dari bandara ini. 

"pak, apakah akan aman jika begini?" tanya Indra yang mulai merasa kurang tepat bila Pradipta 'berkeliaran' ditempat umum begini, ditambah ada Trisna disisinya. 

"Kita di Singapura Indra, bukan di Indonesia, saya rasa akan baik-baik saja." Pradipta meyakinkan Indra, ia bahkan menepuk pundak ajudannya itu. 

"Tapi ini bandara pak, bukan tempat umum biasa." 

"Pak De, Diran setuju sama Mas Indra. Ini terlalu berbahaya." Diran yang menyadari bahwa pak denya itu takkan mendengarkan Indra, buru-buru menyela obrolan mereka. Dirinya juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan Indra.

Pradipta tersenyum, kemudian mendekati Trisna yang masih asik dengan handphonenya memotret sana-sini. "Kita harus kembali, nanti kita lanjutkan jalan-jalannya." ucap Pradipta lembut kemudian meminta istrinya untuk berjalan kemobil lebih dulu ditemani Diran, sementara dirinya akan menyusul dengan Indra agar tidak terlalu mencolok.

Tanpa disadari oleh mereka berempat selama Pradipta menemani Trisna mengelilingi bandara  ada orang yang tanpa sengaja mengabadikan momen itu. Momen saat Pradipta mengikuti Trisna dari belakang diikuti oleh dua pemuda dibelakangnya. 

SETELAH KEMBALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang