~43 : Rencana

93 23 0
                                    

"aku khawatir... Kak Gempa..."

Gempa memandang [name] yang sedang duduk di sampingnya itu dengan tatapan lembut dan menenangkan. Terlihat wanita itu sedang duduk bersama wajah gelisahnya. Matanya sedari tadi tidak beralih dari terus menatap lekat pada pintu ruang UGD, tempat di mana Alena sedang ditangani saat ini. Ya, saat ini mereka berdua sedang berada di rumah sakit, menemani Alena yang sedang dirawat.

"Tenanglah, [name]. Alena pasti akan baik-baik saja. Doa yang banyak, ya." Ujar Gempa sambil mengusap lembut kepala wanita di sampingnya itu.

[Name] hanya mampu menghela nafasnya pasrah. Ia menyandarkan punggung mungilnya ke kursi, lalu mengelus-elus pelan perutnya.

"Sudah berapa bulan ini?" Tanya Gempa sambil melirik sebentar perut [name] yang semakin membulat itu, sekaligus mengalih topik.

[Name] melirik Gempa sekilas. "...lima." Jawabnya singkat.

"Oh. Berarti sisa empat bulan lagi dong?" Ucap Gempa tersenyum senang.

Wanita itu hanya mengangguk pelan dengan ucapan Gempa. Ia kemudian menunduk, menatap lama perutnya.

"Aku jadi ngga sabar nunggunya. Pasti nanti dede bayinya lucu." Ucap Gempa lagi. Manik emasnya memerhati setiap inci wajah [name] yang terlihat murung. Tanpa sadar, wajahnya semakin lama semakin menghampiri wajah [name[.

"..."

"ka...Kak Gempa." Panggil [name] gugup. Wajahnya mulai memerah.

Gempa tersadar dari lamunannya. Ke dua pipinya langsung memerah, setelah sadar dengan apa yang sedang berlaku. Wajahnya begitu dekat dengan wajah wanita yang ada di sampingnya itu. Bahkan kalau ia bergerak sedikit saja, sudah bisa dipastikan bibir tebalnya bakal menempel di pipi gembul [name].

"Astaghfirullah! M maaf!" Pria itu kembali menegakkan tubuhnya.

MALU! MALU! MALUNYA!! Batin Gempa berteriak.

[Name] menghembus nafas lega. Jantungnya yang berdegup kencang, coba ia tenangkan.

"Ma maaf [name]. A aku ngga sengaja." Ujar Gempa sambil menggaru pelan pipinya yang masih memerah.

"Ah...t tidak apa." Jawab [name] sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.

"..."

Mereka berdua kembali terdiam. Gempa mulai sibuk dengan ponselnya, sedangkan [name] kembali fokus menatap pintu ruang UGD itu lagi.

Ting!

Gempa memandang notif yang naik pada layar ponselnya dengan tatapan bingung dan heran. Ada satu nomor yang tidak dikenali mengirim pesan padanya.

Jari Gempa dengan cepat memencet nombor tak dikenalnya itu lalupelan-pelan manik emasnya mulai membaca isi pesannya dengan seksama.

+62 8XXXXXXX

P
13:35

Lo Gempa, kan?
13:35

Gue Reverse, suami Alena.
13:36

Gempa memandang datar pesan ringkas itu. Ia mulai membalas.

Juga.
13:37

Gue Gempa. Ada apa lo ngechat gue?
13:37

Tolong jagakan Alena bentar. Nanti sore gue ke sana.
13:39

Baik
13:39

Gempa kembali mematikan ponselnya lalu menghela nafas berat. Ia kembali memandang sekeliling rumah sakit itu.

"Kenapa, kak? Kok kelihatan stres gitu?" Tanya [name] yang sudah dari tadi memerhati gerak-gerik Gempa dengan tatapan heran.

Gempa yang ditanya seperti itu lantas melirik matanya ke arah [name] yang masih setia duduk di sampingnya.

owner of my heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang