9. Panas

59 14 4
                                    

"Mantan?"

Tangan yang semula menangkup wajah Ayesha, seketika luruh begitu saja.

Apa yang baru saja ia dengar itu? Mantan? Teman seperjuangannya itu adalah seorang mantan dari kekasihnya? Bagaimana bisa Ragana menghadapi Bagas setelah ini?

Merasakan perubahan pada sikap Ragana. Dengan segera Ayesha menggenggam tangan besar pria itu. Menarik eksistensinya agar mau mendengarkannya. "Mas, aku beneran gak mau bahas dia. Aku punya kenangan yang buruk banget sama dia. Tapi satu hal yang harus Mas tau kalau aku udah gak punya rasa apapun sama dia. Jangankan rasa yang nyisa. Liat wajahnya aja aku gak mau. Mas harus percaya."

Meski Ayesha berucap bahwa dia belum menerima Ragana. Tapi terjebak karena seorang dari masalalu dengan kekasih, rasanya juga tidak nyaman. Ayesha tidak mau Ragana salah paham terhadapnya. Ia tidak suka terjebak pada hubungan canggung.

"Tapi setelah ini saya harus bersikap kaya gimana sama Bagas, Ay? Kita temenan dari awal masuk kuliah sampai akhirnya bisa sama-sama punya profesi ini."

"Kenapa harus bingung? Kak Bagas cuma punya masalah sama aku. Bukan sama Mas. Jadi gak usah berubah sikap. Cuma, kalau nanti Mas ngajak aku buat ketemu rekan kerja Mas lagi. Kayanya aku bakal berpikir ratusan kali buat ikut. Aku benar-benar gak mau ngeliat wajahnya lagi."

"Tadi manggil Bagas, apa?"

Apalagi sekarang? Apa tadi ia ada salah berbicara?

"Maksudnya?"

"Kamu manggil Bagas kaya gimana?"

"Kak Bagas."

Rasa panas yang semula menyelimutinya kini kembali mendingin. Ia menyandarkan tubuhnya dengan senyum kecil yang terpatri pada wajahnya. Membuat Ayesha yang semula takut membuat Ragana marah, malah di buat keheranan dengan sikap Ragana saat ini. Ayesha benar-benar tidak mengerti.

"Mas."

"Saya jadi ingin peluk kamu."

"Hah?"

Ragana merentangkan tangannya. "Boleh?"

Meski bingung dengan situasi yang terjadi, Ayesha tetap melepaskan seatbeltnya lantas bergerak masuk ke dalam pelukan Ragana. Pelukan yang selalu Ayesha sukai, bagaimana tubuhnya tenggelam pada tubuh Ragana yang besar.

"Aku ada salah ngomong, ya?" tanya Ayesha kembali.

Tanpa melepaskan dekapannya. Ragana berucap, "awalnya saya panas ternyata teman saya itu mantan kekasih kamu. Dan lebih ngerasa panas lagi karena kamu bilang punya masa lalu yang gak enak sama dia. Tapi pas saya tau kamu manggil Bagas dengan sebutan 'Kak'. Rasanya saya tau, kalau saya pemenangnya."

Ayesha seketika tertawa kecil saat menyadari apa yang di maksud oleh Ragana ini. Perkara panggilan, ternyata bisa membuat Ragana berada di atas awan seperti ini.

"Ya, udah. Berarti clear, kan?"

Perlahan Ragana melepaskan pelukannya. "Nanti kalau memang siap buat cerita. Saya mau dengar kisahnya."

Ayesha memutar matanya malas. "Nanti kalau aku cerita, Mas malah panas lagi."

"Gak akan. Spoiler dikit juga gapapa."

Meledak sudah tawa Ayesha. Ragana berhasil membuang suasana tak enak yang semula menyelimuti keduanya. "Intinya aku kalah sama masa lalunya."

"Berarti dulu kamu sesayang itu sama Bagas?"

Ayesha melirik Ragana yang menatapnya dengan serius. Pertanyaan ini cukup menjebak. Apa ia harus jujur? Atau berbohong saja?

"Lama menjawab berarti memang dulu se-cinta itu sama Bagas."

SempenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang