• 23 •

2.7K 42 31
                                    

Sesampainya di rumah yang sudah lama menjadi saksi Perla dan Deffan sejak dulu, membuat Deffan merasa haru. "Dulu kamu sering nginep disini dek sama kakak-kakak aku." Ucap Deffan sendirian saat melihat ruang tv yang begitu luas dengan tangga menuju lantai dua.

Hafsa yang melihat kemurungan adiknya itu segera menghampiri Deffan. "Deff gak papa?" Tanya Hafsa memastikan.

Deffan mengangguk memegang tangan Hafsa yang sejak tadi mengusap bahunya. "Gak papa kak, makasih ya udah nyempetin waktu buat pulang ke rumah ini."

Mendengar ucapan itu membuat Hafsa ikut terharu. "Deff, bukan cuma kamu yang kangen sama rumah ini kakak juga, kita besar disini Deff."

Deffan mengangguk kemudian memeluk Hafsa, melihat kedekatan dua saudaranya itu Qila yang baru saja masuk ikut memeluk keduanya. "Kok gak ngajakin sih?" Tanya Qila membuat Deffan dan Hafsa melepaskan pelukannya.

"Lu gak di ajak." Kata Deffan meledek.

Qila menoyor kepala Deffan. "Heh gua kakak lu juga ya." Tegasnya mencairkan suasana. "Lu galauin Perla ya? Suruh siapa dari dulu kaga ngomong kalo suka, punya mulut juga." Ledek Qila balik.

"Qil lagi hamil juga masih seneng banget ledekin si Deffan." Ucap Hafsa tertawa melihat kedua adiknya.

"Biarin kak, biar liat entar si Perla nikah sama cowok lain mampus tar nangis." Kata Qila membuat Deffan semakin murung, bagaimana tidak? Itu memang yang paling Deffan takutkan saat ini.

Tidak mau membalas ucapan kakaknya Deffan bergegas berjalan menaiki tangga meninggalkannya, ibu dan ayah yang baru saja masuk sedikit bingung melihat Deffan yang memasang wajah kusut.

"Ada apa Sa?" Tanya Ayah pada Hafsa.

Hafsa terkekeh dengan kedua tangan terlipat di dada. "Qila Yah, godain Deffan terus soal Perla." Adu Hafsa pada Ayahnya.

"Qil, kamu tuh udah mau punya anak masih aja kaya anak kecil orang adeknya lagi sedih di gangguin." Omel Ibu dengan halis menyatu.

Qila hanya terkekeh. "Ya maaf Bu, Deffanya aja baperan tuh anaknya Ayah."

Di lantai dua Deffan membuka pintu kamarnya sekelibat Deffan membayangkan sedang ada Perla yang berlarian di kamarnya, Perla yang tertidur di kasurnya juga Perla yang sedang kepusingan belajar matematika bersamanya.

Sialnya, air mata Deffan tidak terbendung lagi meskipun terus berusaha kuat tapi Deffan tidak mampu menahan kesedihannya lagi.

Deffan bukan tipikal pria yang cengeng dan lemah meskipun ia seorang anak bungsu dalam hal apapun Deffan bisa menghadapinya tanpa kesedihan, lain halnya dengan Perla, Deffan sungguh lemah jika menyangkut wanita yang dicintainya itu.

Deffan menunduk di ambang pintu terus mengusap matanya yang menangis tersendu. "Dek, kenapa ini sakit banget." Ucapnya menekan dadanya sendiri.

Bagian menyedihkan dalam hidupnya mungkin merelakan Perla bersama pria lain, berlapang dada tidak semudah itu baginya sebab sejak kecil Deffan dan Perla selalu bersama bukan hal aneh kalau Deffan secinta itu padanya.

•••

Setelah Fajar berpamitan pergi ke kantor, Perla segera mencuci piring dan membersihkan apartmentnya namun Leo yang terlalu aktif membuat apapun yang Perla rapihkan kembali berantakan.

Kucing itu terus berlari kesana kemari, hingga Perla sedikit merajuk padanya. "Leo kalo gak bisa diem mommy keluarin dulu ya?" Ucap Perla merapihkan kembali bantal sofanya yang baru saja di acak-acak oleh Leo.

Able 21+⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang