2nd. Carlise's Feeling

289 33 8
                                    

Caca itu kalau ngantor naik motor. Orang kantor pada kaget karena cewek kurus itu ternyata pintar naik motor bahkan bisa balapan kalau dia mau. Maklum lah, saat kuliah di Yogyakarta dia sering naik motor untuk transportasinya. Jadi, saat kerja pun dia memilih naik motor daripada naik mobil atau angkutan umum. Ya, karena selain belum punya mobil pribadi, Caca ogah berdesak-desakan naik angkutan umum setiap harinya.

Candra sering tuh pinjam motor Caca buat pergi beli batagor kalau jam makan siang. Soalnya di divisi mereka yang pulang-pergi naik motor cuma Caca. Jule memilih transportasi umum karena nggak bisa naik motor dan belum ada dana buat beli mobil. Karel jelas naik mobil karena dia kaya. Cia maupun Diana kadang dijemput pacar masing-masing atau naik transportasi umum kalau para pacar nggak menjemput. Aryan meski masih magang begitu, mobilnya setipe dengan mobil Candra. Kalau Nando nggak usah ditanya. Ingat, di atas Karel yang kaya dan nepo baby itu masih ada Nando alias si paling tajir di antara mereka. Mobilnya sering gonta-ganti kayak ganti sempak.

Makanya ketika musim hujan begini, Caca menjadi manusia yang paling khawatir. Ketika pulang kerja orang-orang bersantai pulang akhiran, Caca selalu melesat duluan karena kejar-kejaran dengan hujan. Caca bersyukur dia diberi karunia oleh Tuhan sepasang tubuh yang kuat. Meski sering kehujanan di jalan, Caca tidak pernah sampai sakit parah, palingan pilek sedikit kalau bersamaan dengan capek. Tapi dia tetap cemas ketika jam pulang belum tiba, tapi langit sudah hampir menjatuhkan hujan.

Caca menurunkan kacamatanya dan menengok sebentar ke luar ruangan. Gerimis tipis perlahan mulai turun dan dia mendecak dalam hati.

Sial sekali, hari ini dia lupa bawa jas hujan. Kalau sudah begitu, dia harus menyiapkan obrolan dengan satpam perusahaan sambil menunggu hujan reda.

"Lo bawa jas hujan nggak, Ca?" tanya Candra kemudian.

Caca menggeleng loyo. "Lupa, Bang. Tadi berangkat buru-buru soalnya telat bangun juga."

"Mau nebeng gue nggak? Meski beda arah nggak apa-apa gue anter sampai kos lo. Motor taruh sini aja. Nggak bakal ilang kok," kata Candra menawarkan.

"Kejauhan, Bang. Nggak usah, gue bisa nunggu reda kok."

"Tapi kayaknya awet loh, Kak," Aryan pun ikutan nimbrung. "Mau gue tawarin juga sama aja kita beda arah," sambungnya lagi.

Caca menghela napasnya. Dia sendiri juga bingung. Jule mau mangap buat memberikan saran lain, tapi terhenti ketika Nando tiba-tiba berujar dari tempatnya.

"Mau sama gue? Kita searah, Ca."

Caca sudah menduga hal tersebut pasti terjadi. Awalnya dia mau nolak, tapi tiga orang di sana berseru pada Caca untuk menerima tawaran Nando.

Berakhirlah dia nebeng Nando. Meski itu bukan pertama kali dia nebeng Nando, tapi Caca tetap gugup karena biasanya mereka ramai-ramai naik mobil Nando. Atau minimal bersama Jule atau si Upin-Ipin, Cia dan Diana karena Nando emang murah hati menebengi orang-orang yang butuh tumpangan. Tapi Caca justru tidak menduga hari ini terjadi dan hanya mereka berdua di dalam mobil itu.

Mobil mulai melaju membelah hujan. Caca dan Nando masih saling diam-diaman seakan sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebenarnya Caca nggak mikirin hal lain selain Nando kok. Cewek itu hanya terlalu takut menengok pada Nando sehingga terus berusaha menolehkan wajahnya ke samping. Nando juga fokus menyetir sehingga Caca yakin cowok itu tidak mau diganggu dengan obrolan garing. Apalagi pulang kerja begini bawaannya pasti pengen langsung sampai di rumah lalu rebahan.

Caca membuang napasnya dengan pelan. Cewek itu bahkan mendekap tasnya di depan dada dengan erat seakan takut jatuh terhantam dasbor mobil Nando. Karena sudah lama saling diam, Nando melirik Caca. Cowok itu membuka obrolan ketika mobil berhenti di lampu merah.

Coloring the Shadow | YJ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang