Sudah seminggu lebih Mettasha berada di Indonesia dan sudah melihat kondisi Melati yang kondisinya belum membaik.
"Non, kalau mau istirahat atau pergi dulu gak apa-apa kok. Gantian sama Bibi aja jagain Bu Melatinya. Non keliatan lelah. Makan juga nggak bener. Sebaiknya Non cari makanan yang Non suka, atau siapa tau ada tempat yang mau dikunjungi, gak apa-apa, Non." ujar Bibi Yati dengan suaranya yang lembut dan keibuan.
"Iya, Bi. Makasih ya. Tapi..."
"Nggak apa-apa, Non. Non juga harus sehat, kan? Tenang aja, nanti kalau ada apa-apa, Bibi akan telepon Non," ujar Bibi Yati lagi sembari tersenyum dan mengelus rambut Mettasha yang terurai.
"Ya udah kalau gitu. Tapi beneran gak apa-apa, kan, Bi?" tanya Mettasha memastikan.
Bi Yati mengangguk.
"Aku pergi dulu ya, Bi. Aku titip Ibu"
"Iya, Non. Hati-hati ya"
"Bu, Mettasha pergi sebentar ya," ucap Mettasha, lalu mengecup kening Melati dengan lembut.
Saat ini, Mettasha berusaha memaafkan ibunya itu yang telah mengirimnya ke keluarga Adrian Gunanda pada masa lalu, dan juga tengah berdamai dengan dirinya, walau sebenarnya sampai saat ini ia belum tahu alasan sebenarnya di balik itu semua. Yang ia tahu, ibunya saat itu menginginkan perubahan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya.
Mettasha keluar dari ruangan di mana ibu kandungnya itu dirawat. Ia ingin pulang ke rumah untuk istirahat sebentar dan mengambil beberapa barang yang diperlukan. Namun, tiba-tiba ia menginginkan makanan yang sangat dirindukannya selama di Swiss.
Mettasha sangat menyukai udang tepung telur asin, tetapi makanan itu tidak bisa dibuatnya selama di Jenewa sebab ada satu bahan yang langka, bahkan tidak ada sama sekali di negara tempat tinggalnya itu. Baginya, hanya satu tempat itu yang cocok di lidahnya. Bahkan pernah suatu hari ia meminta Bibi Yati untuk membuatkan, tetapi rasanya berbeda. Bukan tidak enak, hanya saja seleranya memang ada di cafetaria itu.
Dengan menggunakan taksi online, Mettasha pergi menuju kampusnya. Ya, tempat yang bisa memenuhi kepuasan lidahnya berada di cafetaria kampus. Ia menikmati perjalanannya selama beberapa menit itu. Selama delapan tahun meninggalkan Indonesia, rasanya banyak perubahan yang terjadi. Bibirnya menarik sebuah senyuman seraya melihat jalan di sekelilingnya.
Beberapa saat kemudian, Mettasha sampai di gedung kampusnya. Wanita dengan rambut terurai itu langsung menuju cafetaria tanpa menunggu lama. Dengan langkah yang semangat, ia memasuki cafetaria dan matanya menyusuri setiap sudut yang tidak terlalu banyak perubahan. Dengan senyum yang sumringah, ia memesan menu yang sangat dirindukannya itu, lengkap dengan porsi nasi yang sedikit dan air mineral dingin.
Mettasha menatap dengan tidak sabar untuk segera menyantap makanan itu dengan lahap. Ia memilih sudut cafetaria sebagai tempat favourite-nya semasa berkuliah di sana. Satu suapan cukup besar masuk ke dalam mulutnya. Matanya pun segera terpejam menikmati setiap rasa yang keluar dari makanan itu.
Benar-benar tidak ada yang berubah dari rasanya, batin Mettasha berkomentar setelah menelannya dengan tidak rela.
Mettasha menikmati makanannya dalam keheningan dan melupakan sedikit kesedihannya beberapa hari ini.
Pintu cafetaria terbuka. Terdengar suara tawa dan seruan dari segerombolan anak laki-laki yang menyanyikan sebuah lagu yang biasa dinyanyikan saat berulang tahun. Nyanyian itu lama-lama terdengar samar. Sendok dan garpunya ditaruh perlahan dan menyudahi makannya sebab kini isi kepala Mettasha menjelajah ke masa lalu saat dirinya berada di posisi yang sama seperti sekarang. Merasa terganggu dengan kegaduhan yang dibuat oleh seseorang bernama Nadean dan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIEIL AMOUR | HOSEOK
General FictionMettasha terlahir sebagai putri konglomerat ternama yang memiliki banyak hal yang diimpikan semua gadis seusianya. Namun, ia memiliki masa lalu kelam sehingga membuatnya harus menutup rapat dirinya dengan sifat keras dan introver. Sampai suatu har...