Prolog

246 66 18
                                    

DISCLAIMER!

1. Keseluruhan cerita murni hasil imajinasi penulis, jika ada kesamaan nama tokoh, latar ataupun dialog yang familiar, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

2. Cerita bersifat fiktif, tolong jangan menyangkut-pautkan karakter pemeran dalam cerita ini dengan kehidupan asli idol.

3. Jika kamu shipper phobic, vsoo phobic, membahas diluar topik tentang ceritaku, dan dibawah umur, tolong tinggalkan cerita ini.

4. Bertema dark-school, mengandung kekerasan verbal maupun seksual, memicu emosi, dewasa, dan bahasa kasar lainnya.

5. Tidak menerima plagiarisme dalam bentuk apapun.

 Tidak menerima plagiarisme dalam bentuk apapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


༺‎𐦍༻

Hujan menghantam kota malam itu dengan derasnya, menyelimuti langit yang kelam. Suara rintik air membaur dengan desir angin, menciptakan suasana sepi yang mencekam di gang belakang sebuah gedung tua. Asher berdiri di bawah cahaya redup lampu jalan yang berkedip, serupa bayangan tanpa wajah. Di sampingnya, rekannya pria bertubuh kekar dengan raut yang tak mengenal takut memandang lurus ke arah bangunan di ujung lorong.

"Sekarang saatnya," bisik pria itu, dan Asher mengangguk pelan.

Mereka bergerak serentak, menyusuri lorong tanpa suara, langkah kaki mereka tenggelam dalam riuhnya hujan. Di depan mereka, sebuah pintu besi terbuka perlahan, memperlihatkan ruangan luas yang diterangi cahaya suram. Para target malam itu duduk di sana, tak menyadari kedatangan mereka, sibuk dengan percakapan dan minuman di tangan.

Asher menatap mereka dengan dingin, lalu mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, dan dengan isyarat singkat kepada rekannya, mereka mulai membantai tanpa ampun.

Peluru pertama melesat, menghantam pria di ujung meja yang terjerembab dengan darah merembes dari kepalanya. Suara tembakan menggema, memecah ketenangan malam itu. Teriakan panik langsung meledak dari orang orang di ruangan, namun Asher bergerak cepat, menembak satu per satu dengan ketepatan tak terbaca. Tubuh tubuh jatuh bertumpuk di lantai, darah mengalir menjadi genangan merah yang bercampur dengan hujan yang masuk lewat celah pintu.

Saat situasi mulai kacau, beberapa pria bersenjata dari pihak lawan masuk ke dalam ruangan, membalas serangan dengan tembakan bertubi tubi. Rekannya berbalik, menembak balik, sedangkan Asher berlindung di balik meja, sambil melontarkan peluru peluru ke arah musuh. Suara tembakan bersahut sahutan, memantul di antara dinding, seperti simfoni kematian yang menggetarkan.

Namun, dalam hitungan detik, sesuatu terjadi. Asher merasakan panas tajam menusuk di dadanya. Dia tersentak, menatap luka tembak yang baru saja mengoyak kulitnya. Darah mengalir deras, mengaburkan pandangannya. Tubuhnya goyah, jatuh perlahan ke lantai yang dingin. Napasnya tersengal, suaranya menghilang di antara gemuruh hujan yang terus menghantam bumi.

Sambil terbaring di genangan darahnya sendiri, Asher merasa kesadarannya kian menghilang.

Ini akhir, pikirnya.

Akhir dari seorang pembunuh yang tak pernah mengenal belas kasihan.

Tapi, saat segalanya berubah gelap, tiba tiba Asher merasakan tarikan aneh, seperti tersedot ke dalam pusaran yang tak terduga. Begitu dia membuka mata, cahaya terang menghantam wajahnya, menusuk matanya yang terbiasa dengan kegelapan.

Perlahan lahan, pandangannya fokus, dan dia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang asing—kamar luas dengan dinding polos dan cermin di sudut. Asher mencoba bangkit, tubuhnya terasa aneh.

Dia menatap bayangannya di cermin, tertegun melihat wajah yang tak dikenalnya. Seorang remaja laki laki dengan tampang polos menatap balik dari cermin itu—wajah yang tampak lemah, nyaris rapuh, bukan sosok pembunuh berantai yang selama ini dia kenal.

"Asher?" gumamnya, nyaris tak percaya. Wajah itu milik seseorang yang asing.

Asher memeriksa sekeliling dengan seksama. Pandangannya tertuju pada seragam sekolah yang tergantung di dekatnya. Perlahan, dia mendekat dan membaca nametag yang tersemat di sana. Alisnya berkerut saat menyadari nama yang tertera, Zeus Radjasura Tunggal.

Asher menelan napas dalam, perasaan bingung melingkupinya. Entah bagaimana, kini dia terperangkap dalam tubuh seorang siswa SMA yang sama sekali asing baginya.

Meski tak memahami sepenuhnya apa yang sedang terjadi, satu hal menjadi jelas, takdirnya belum usai. Namun kali ini, dia harus menjalaninya dengan wajah yang berbeda, di dunia yang sama sekali tak pernah dia kenal.

༺‎𐦍༻

[11-11-2024]

sayang kalau cerita ini ga dilanjutin, btw aku rombak besar besaran, tapi tetep partnernya nanti MIREYA 💃🏻

aku ulangi, ZEUS bertema dark-school dan mengandung kekerasan verbal maupun seksual, aku mengangkat plot tentang sekte juga, TAPI AKU GA MENYARANKAN BUAT DIPRAKTEKKAN DI DUNIA NYATA.

spam next di sini 👋🏻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZEUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang