"Ibu,, ada apa ini? Kenapa ramai sekali orang? Apa ibu membuat pesta namun tidak memberi tahuku sebelumnya?" tanyaku ketika aku pulang dari kampus
"Nila, maafkan ibu, ibu terpaksa melakukan ini, maaf ibu belum memberitahu padamu, ibu akan menjodohkanmu dengan Emir Fadmin Hamsyad, dialah yang akan mendatangi rumah kita sebentar lagi, untuk itu kamu bersiap ya nak, dandan yang cantik" ucap ibu
"Ibu, Ibu bercanda kan?" tanyaku lagi memastikan
"Ibu serius, ini demi kebaikan kamu, melindungi kamu dari orang-orang jahat yang akan mendatangi kita" jawab ibu lagi
"Orang jahat yang mana bu?" tanyaku penasaran
"Keponakan almarhum ayahmu, Reza, yang pengguna narkoba" jelas ibu
"Astaga bu, karena dia? please lah bu, aku bisa mengamankan dia" ucapku penuh penekanan
"Sebelumnya dia pernah menjebakmu kan? Dia mengurungmu di rumahnya? Dan ibunya mendukung kan? Kita tidak punya kekuatan apa-apa Nila, dia punya ayah yang merupakan seorang kepala polisi dan kakak dari ibunya adalah pengacara, bagaimana pun kita melaporkan dia, ga akan mempan nak, dia punya relasi, kita? kita cuma punya kontrakan yang ditinggalkan almarhum ayahmu" jelas ibu panjang lebar
"Tapi bu, Nila masih dalam tahap skripsi lho ini, apa ga nunggu selesai dulu? Nila udah Bab 4 lho ini bu" ucapku lagi
"Tolong dengarkan ibu, percaya sama ibu ya nak, ini satu-satunya cara yang ibu bisa lakukan" ucap ibu lagi
Aku pun menyerah dan menuruti ibu, entah bagaimana laki-laki yang akan menjadi pasanganku nanti, tapi yang jelas aku harap ini bisa berakhir dan membawa ibu keluar dari kesusah payahan ini. Aku segera berkemas dan menggunakan baju yang sudah diletakkan ibu di atas tempat tidurku, baju yang bagus tapi tidak ku inginkan untuk saat ini. Aku berdandan rapi dan menggunakan baju itu, ku lihat baju ini cukup indah jika berada di tubuhku.
Satu jam berkemas aku pun keluar dari kamar, ku lihat sudah ramai sekali orang berdatangan, 15 menit kemudian ibu mendatangiku dan mendampingiku menuju teras rumah, untuk menyambut kedatangan calon pasanganku itu. Ku lihat dari tampilan mereka memang sangat jauh berbeda dengan keluargaku, pakaian mereka tampak mewah sedangkan tampilan keluargaku hanya sederhana dan tak sebanding. Apa ini benar? Mereka yakin menerimaku? Apa mereka sedang mengerjai kami?
Mereka memasuki teras rumahku, aku dan ibu mengajak mereka masuk dan segera memulai acara pertunangan ini. Selama pertunangan berjalan aku tak henti memikirkan apa mereka benar-benar yakin dengan acara ini? bahkan kami benar-benar sudah bertukar cincin, laki-laki yang menjadi calonku ini sama sepertiku, dia sepertinya tidak berminat dan bahkan tampak risih, di akhir acara aku mendengar bahwa acara pernikahan kami akan dilangsungkan 2 minggu lagi. Aku membelalakkan mata mendengar berita itu, ini begitu cepat dan aku bahkan belum mengerti ini apa dan kenapa? Situasi yang ku hadapi dan sebagainya, semua hal ini membuatku berpikir cukup keras.
Setelah acara 4 jam ini berlalu, aku pun sudah kembali ke situasi semula, namun orang-orang masih ramai di rumahku, keluarga calonku tadi juga sudah pulang. Aku kembali ke kamar dan menatap langit-langit kamarku yang ku tempeli banyak bulan sabit. Aku masih merasa acara tadi seperti mimpi saja, dalam acara tadi yang tersenyum tulus hanya si nenek calonku itu, selain itu wajahnya tampak datar, teka-teki apa ini? Aku mengacak kasar kepalaku dan kemudian terlelap.
4 hari kemudian aku diminta untuk fitting baju pengantin kami, calonku itu menjemputku pada siang hari ke rumahku, dan aku pun mengikutinya menuju mobilnya, 5 menit dalam mobil aku memulai pembicaraanku
"Maaf, apakah kamu sedang pusing atau ada beban pikiran?" tanyaku padanya
"Kenapa?" tanya nya ketus
"Aku mau sedikit mengobrol denganmu" ucapku
"Saya gamau" ucapnya lagi
"Okey, kapan saya boleh mengobrol dengan kamu?" tanyaku sesabar mungkin
"Dengar ya, saya terima perjodohan ini karna paksaan nenek, saya sebenarnya gamau menikahi kamu, bahkan untuk melihatmu saja saya sudah tidak mau" ucapnya, itu sangat menyinggung perasaanku
"Okey, cukup" aku hanya membalas 2 kata itu saja dan memilih diam sepanjang jalan, aku sudah cukup tersinggung dengan ucapannya, dan diam adalah caraku satu-satunya untuk meredam emosiku
Sesampai kami di butik itu, dia berjalan mendahuluiku, kami disambut oleh pelayan toko dengan baik, cukup banyak pertanyaan dari pelayan toko terkait model dan gaya dress atau pakaian yang aku inginkan, aku hanya menjawabnya dengan kata-kata "Mbak, saya mau minta tolong untuk mbak pilihkan saja mbak, saya kurang mengerti dengan fashion atau perbusanaan". Setelah mendengar ucapanku pelayan itu mengiyakan dan memilihkan yang cocok denganku, 1 jam di butik tersebut kami pun kembali pulang, dia mengantarku kembali ke rumah, setelah mobilnya berhenti aku pun segera keluar dari mobil itu tanpa berpamitan.
Dia benar-benar orang tersombong yang pernah ku temui hingga saat ini, aku benar-benar tidak yakin akan pernikahan itu akan terjadi atau mungkin saja dia batalkan begitu saja, aku tidak masalah jika dia benar-benar membatalkannya, tapi nanti keluargaku akan menerima malu jika memang begitu. Namun dengan jawabannya tadi itu sudah jelas dia terpaksa karena neneknya, lalu kenapa neneknya mau menerima aku sebagai cucu menantunya? Keluarga berada begitu tidak malu kah menerima keluarga sederhana seperti kami? Ku rasa pernikahan ini hanya akan bertahan 3 bulan saja, atau bahkan lebih cepat, kekhawatiran ibu pasti semakin jadi jika memang secepat itu, sebelum aku bercerai nanti, aku harus mendapatkan pekerjaan yang layak dulu bahkan keluar dari kota ini juga jauh lebih baik.
Aku harus menekan perjanjian dengan pria itu, setidaknya aku akan bercerai dan keluar dari rumah itu 1 tahun setelah pernikahan berlangsung, dengan begitu aku bisa sedikit lebih lega dan leluasa mencari pekerjaan yang tepat. Aku memikirkan perencanaan untuk 1-2 tahun kedepan, bagaimana keluargaku aman dan aku bisa menanggulangi masalah-masalah ini. Apa pun itu nanti akan ku hadapi semaksimal mungkin, aku harus mulai menggunakan otak mungilku ini untuk bertahan hidup kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kami Tak Setara
Roman d'amourAku di nikahkan, namun kami merasa biasa saja, awalnya memang keberatan, namun ternyata rasanya biasa saja, namun semakin lama kami merasa semakin aneh, entah apa yang terjadi?