Setelah menemukan Mettasha sendirian di pinggir danau yang sedang duduk menyendiri di bawah rintik hujan, Adrian segera memayunginya dan membawa anak gadisnya untuk segera pulang ke rumah mereka.
"Daddy cari kamu di rumah duka, tapi Bi Yati bilang kamu pergi," ucap Adrian yang terdengar cemas akan anak gadisnya itu.
Mettasha tidak memberikan jawaban apapun dan hanya fokus mengeringkan rambutnya yang sedikit basah menggunakan handuk kecil yang diberikan Adrian. Selama perjalanan, tidak banyak percakapan yang terjadi di antara mereka. Mettasha lebih banyak diam menatap jalanan.
Adrian yang mengerti tentang situasi yang sedang Mettasha alami juga memilih lebih banyak diam. Namun, sebenarnya ia sedang mencoba merangkai kata yang tepat untuk membuka obrolan dengan putrinya itu.
"Kamu pasti masih kaget dengan situasi sekarang ini. Maafin Daddy, ya? Daddy nggak dampingin kamu dari awal pulang ke sini sampai Melati nggak ada," ucap Adrian merasa bersalah.
"It's oke, Daddy. Ada Bi Yati yang nemenin aku sama Ibu," jawab Mettasha singkat dan juga terkesan dingin.
Adrian kembali canggung saat Mettasha memberikan jawaban yang tidak sesuai harapannya. Ia sempat menaruh harap jika percakapannya itu dapat menjadi awal pembuka obrolan dengan putrinya setelah delapan tahun berpisah.
Selama lima belas menit dalam perjalanan menuju rumah, Mettasha sama sekali tidak memalingkan wajahnya dari balik kaca jendela mobil, tetapi di balik keheningan itu, isi pikirannya sangat ribut. Banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya kepada Adrian.
Salah satunya tentang alasan kenapa ia sampai harus dipisahkan dari Melati selama ini? Bahkan di sisa-sisa hidup ibu kandungnya itu, ia baru dipertemukan kembali dengannya. Lalu sekarang wanita yang sudah melahirkannya itu benar-benar tidak ada lagi di dunia ini.
Mettasha juga masih merasa penasaran, apa sebenarnya yang menjadi alasan sang Ibu hingga sampai hati mau melepaskannya untuk tinggal dengan keluarga Gunanda? Namun, ia kembali memendam rasa ingin tahunya itu.
"Kenapa, Sayang? Ada yang ingin kamu katakan?" tanya Adrian tiba-tiba yang sedari tadi memperhatikan anak gadisnya yang terlihat gundah.
"Ha? Ng ... Enggak, Dad. Nggak ada apa-apa," sahut Mettasha. Ini udah bukan pertanyaan yang harus aku pertanyain lagi. Toh, aku udah dewasa. Mungkin tujuan Ibu lepasin aku untuk tinggal sama keluarga Daddy supaya aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Ya, meskipun sebenarnya masih ada sedikit rasa kecewa. Tapi aku juga bisa apa? Ibu juga udah nggak ada sekarang, batinnya.
"Kamu yakin nggak ada yang mau ditanyakan sama Daddy?" tanya Adrian memastikan.
"Nggak, Dad. Buat saat ini, belum ada yang mau aku tanyain," sahut Mettasha yakin.
Keheningan kembali lagi terasa. Mereka kini sama-sama melamun sekaligus menikmati pemandangan jalanan kota dari balik jendela mobil. Lamunan Mettasha tiba-tiba menjadi buyar saat mobil yang ditumpanginya melewati halte bus yang berada di jalan utama menuju rumahnya.
Halte bus yang menyimpan beberapa kenangannya bersama Nadean dulu.
🌺🌺🌺
"Non, gimana ini? Pak Among nggak angkat terus teleponnya," Bibi Yati begitu cemas.Bagaimana tidak, tinggal 45 menit lagi kelas Mettasha akan dimulai. Terlebih lagi, hari ini ada ujian yang harus dikerjakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIEIL AMOUR | HOSEOK
Ficción GeneralMettasha terlahir sebagai putri konglomerat ternama yang memiliki banyak hal yang diimpikan semua gadis seusianya. Namun, ia memiliki masa lalu kelam sehingga membuatnya harus menutup rapat dirinya dengan sifat keras dan introver. Sampai suatu har...