Bab 16: Liburan Ke Villa Khayangan

6 1 0
                                    

Setelah serangkaian drama dan konflik yang mewarnai kehidupan kampus, Reva, Rangga, Naura, Halim, dan bahkan Mutia, Rein, dan Gisa memutuskan untuk mengambil sedikit jeda dan pergi liburan bersama ke Villa Khayangan. Villa ini terkenal dengan pemandangannya yang menakjubkan, udara segar pegunungan, dan suasana yang menenangkan—tepat apa yang mereka butuhkan untuk melepas penat.

"Kita semua butuh refreshing," kata Halim sambil mengepak ranselnya. "Udah cukup drama di kampus, saatnya kita rehat sejenak."

Naura yang duduk di sebelahnya tersenyum. "Setuju, Lim. Aku udah nggak sabar mau nyantai di villa itu. Katanya pemandangannya bagus banget!"

Di perjalanan menuju Villa Khayangan, mereka naik dua mobil. Reva, Rangga, Naura, dan Halim di satu mobil, sementara Mutia, Rein, dan Gisa di mobil lainnya. Perjalanan sekitar dua jam dari kota terasa menyenangkan dengan canda tawa dan musik yang menemani. Meskipun masih ada beberapa ketegangan yang tersisa, terutama antara Reva dan Mutia, mereka semua sepakat bahwa perjalanan ini adalah kesempatan untuk memulai dari awal dan membangun kembali hubungan.

Sesampainya di villa, mereka semua takjub dengan keindahan pemandangan sekitar. Villa Khayangan berdiri megah di atas bukit, dikelilingi pepohonan hijau dan menghadap langsung ke lembah yang luas. Udara segar segera menyambut mereka saat keluar dari mobil.

“Wah, ini tempatnya keren banget!” seru Reva, menghirup dalam-dalam udara segar pegunungan. “Kayaknya kita bakal betah di sini.”

Rangga mengangguk setuju. “Iya, kita bisa bener-bener santai di sini. Gua rasa liburan ini bakal bantu kita semua untuk lebih rileks.”

Mutia, yang biasanya agak canggung di sekitar Reva, mencoba mendekati dengan senyuman kecil. “Reva, gue bener-bener berterima kasih udah ngajak kita ke sini. Mungkin ini kesempatan buat kita semua untuk lebih saling mengenal.”

Reva tersenyum kecil. “Iya, Mutia. Semoga kita bisa mulai dari awal lagi, ya?”

Malam pertama di villa, mereka memutuskan untuk barbeque di halaman belakang. Langit malam yang dipenuhi bintang dan udara dingin membuat suasana semakin hangat. Mereka tertawa, bercerita tentang masa kecil, dan saling mengenal lebih dalam lagi. Bahkan Mutia yang biasanya tampak keras, mulai terbuka dan menceritakan beberapa pengalamannya yang lucu.

“Aku dulu waktu kecil, pernah jatuh ke kolam ikan gara-gara ngejar kucing,” cerita Mutia sambil tertawa. “Bayangin aja, aku sampai nangis kejer karena panik, dan keluargaku malah ketawa semua!”

Rein dan Gisa tertawa terbahak-bahak, sementara yang lain pun ikut tertawa terpingkal-pingkal. Perlahan, dinding-dinding ketegangan mulai runtuh, dan mereka mulai melihat sisi lain dari Mutia yang lebih manusiawi.

Rangga yang sedang sibuk memanggang daging, menoleh ke arah Reva. “Reva, mau saus barbeque atau keju di atasnya?”

Reva berpikir sejenak. “Keju aja deh, biar beda.”

Naura, yang duduk di dekat api unggun bersama Halim, tersenyum sambil melirik Halim. “Kayaknya liburan ini bakal seru banget. Semuanya bisa lebih akrab dan saling kenal.”

Halim mengangguk. “Betul, Naura. Kadang kita butuh waktu kayak gini, jauh dari semua kesibukan dan drama.”

Keesokan harinya, mereka memutuskan untuk menjelajahi area sekitar villa. Ada jalur hiking pendek yang membawa mereka ke air terjun kecil tersembunyi di tengah hutan. Mereka berjalan bersama, bercanda, dan menikmati pemandangan yang menakjubkan. Naura dan Halim, yang semakin dekat, selalu terlihat berjalan berdua, sesekali saling menggoda.

Di air terjun, mereka bermain air, bercanda, dan menikmati momen kebersamaan yang jarang mereka rasakan sebelumnya. Bahkan Mutia, yang biasanya serius, ikut bermain air dan terlihat lebih santai.

Saat mereka semua duduk di tepi air terjun, menikmati suara gemericik air dan sinar matahari yang hangat, Reva merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia menyadari bahwa mungkin, di balik semua konflik dan drama, ada kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan memperbaiki diri.

Reva memandang Mutia yang sedang tertawa bersama Naura dan Gisa. Ia merasa, mungkin inilah awal dari sebuah persahabatan baru yang lebih dewasa.

“Kamu kenapa, Reva?” tanya Rangga yang duduk di sebelahnya. “Kelihatan lagi mikir dalam banget.”

Reva tersenyum. “Aku cuma mikir, mungkin kita semua belajar sesuatu dari semua yang udah terjadi. Kadang, orang bisa berubah kalau diberi kesempatan.”

Rangga mengangguk. “Ya, hidup memang soal perubahan. Yang penting, kita bisa tetap berusaha jadi lebih baik.”

Hari-hari di Villa Khayangan terasa seperti mimpi. Mereka memasak bersama, main board game, dan duduk berkeliling api unggun di malam hari sambil berbagi cerita. Liburan ini menjadi momen yang sangat berarti bagi mereka semua, kesempatan untuk memperbaiki hubungan dan saling memahami lebih baik.

Saat mereka akhirnya harus kembali ke kota, semua orang merasa lebih dekat satu sama lain. Meskipun masih ada hal-hal yang harus diselesaikan dan dihadapi di kampus, mereka yakin bisa melewati semuanya bersama.

Reva, Rangga, Naura, Halim, Mutia, Rein, dan Gisa pulang dengan hati yang lebih ringan dan penuh harapan. Mereka siap menghadapi apa pun yang akan datang, karena sekarang mereka tahu bahwa mereka punya satu sama lain.

---

Kamu Istimewa Bagaikan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang